Sudah lama Aliza tidak keluar lagi menatap langit malam, seperti biasa karena kesulitan tidur... Aliza mengendap-endap menuju lantai tiga.
udara malam begitu segar, Aliza rentangkan tangan mengirup udara.
"awas woy entar masuk angin, Lo" Aliza lagi-lagi terperanjat kaget karena suara langit yang tiba-tiba terdengar.
"dari mana aja Lo, beberapa hari nggak pernah naik?"
"bukan urusan Lo" jawab Aliza ketus
"ya Allah, judes banget, untung cantik" Aliza memutar matanya jengah, tanpa ia sadari langit terus menatapnya
"Aliza Khumaira" panggil Langit
"apa sih"
"jangan galak-galak neng, nanti cantiknya hilang Lo" goda Langit mendapatkan tatapan tajam dari Aliza
"kita kan sudah kenalan nih, kita juga sudah tau nama masing-masing..." langit menyisir rambutnya dengan jari-jari tangannya
"jadi, sekarang kita teman, kan" Aliza diam, malas menanggapi Langit
"Aliza, balik sini Napa, ada orang ngomong jangan di anggurin dong, za" Aliza hirup udara malas, ia kemudian menatap ke arah langit berada
"kenapa? " tanya Aliza malas, sedangkan langit tersenyum puas
"jadi gimana... kita temenan, kan?"
"nggak, kita tetap dua orang asing yang tidak pernah saling mengenal"
"yakk" jerit langit tiada percaya, ia basahi bibir bawahnya dengan lidah, ia sedikit bergeser agar tepat berada di hadapan Aliza
"kenapa gitu, kita sudah saling mengenal"
"bukan saling mengenal, hanya saling tau nama dari masing-masing aja"
"apa belum cukup buat gue jadi teman Lo?"
"Yap" Aliza mengangkat bahunya acuh, Aliza kembali memandangi langit, sedangkan langit sudah hampir sampai ke atap rumah Raga.
"yahh" ucap langit saat kakinya sudah mendarat di samping Aliza, jelas Aliza kaget
"astaghfirullah, langit, Lo apa-apaan sih, Lo mau celaka, bahaya tau" kesal Aliza dengan mata melotot, sungguh langit gemas sendir melihatnya
"sekarang kita sudah dekat, apa belum bisa gue jadi teman Lo?" langit mengulurkan tangannya, Aliza hanya menatap uluran tangan Langit tanpa ada niat membalas nya.
"Lo mau apa sih sebenernya?" kesal Aliza.
"gue mau jadi teman Lo..." langit sedikit menundukkan kepalanya agar lebih muda menatap wajah Aliza yang lebih pendek darinya
" itu aja ko, nggak aneh kan, yang aneh itu kalo gue Tiba-tiba datang kerumah Lo, terus gue bilang ke bokap nyokap Lo, kalo gue mau jadi menantu mereka "
"yak, gila Lo" Aliza memundurkan langkahnya Karena wajah mereka yang teramat dekat.
"kenapa jadi gila, itu bukan hal yang terlarang, kan"
"mending Lo balik sana, gue juga mau masuk" refleks langit menahan pergelangan tangan Aliza, tapi dengan cepat wanita itu menepis tangannya
"jangan asal pegang, kita bukan mahram " tutur Aliza
"maaf, gue reflek aja tadi" langit berpindah ke hadapan Aliza yang sudah membelakangi nya, langit halangi langkah wanita itu untuk pergi
"langit minggir, gue mau masuk " langit menggeleng samar, tangannya terentang di hadapan Aliza
"nggak bakalan gue biarin Lo pergi, sebelum Lo bilang kalo kita adalah teman " ancam langit
"nggak mau!" Aliza juga tidak mau kalah dengan pendiriannya
"ya udah... kalo gitu kita kaya gini aja terus sampai besok"
"jangan gila, gue mau masuk" Aliza menghembuskan nafas panjang, pria di depannya ini sungguh kekanak-kanakan sekali, ia mengalah dan mengangguk
"ok, ok, sekarang kita teman, puas... dah, sekarang Lo minggir, gue mau masuk "
"janji nanti malam ke sini lagi! "
"gue nggak bisa janji "
"harus janji, kalo nggak... gue yang bakal temuin bos Lo" mata Aliza melotot sempurna
"jangan pernah Lo temuin Tuan Raga, jangan pernah " Aliza menggeleng samar, ketakutan terpancar jelas dari wajahnya.
"gue janji, nanti malam bakal ke atas lagi, tapi Lo juga janji, jangan pernah temui tuan Raga, apalagi datang untuk mencari gue di hadapannya, gue mohon... jangan " Langit mengangguk samar, langit jadi merasa bersalah, tadi ia Hanya bercanda, tapi respon Aliza sampai Sebegitu takutnya.
"makasih "
"gue yang harusnya makasih, karena Lo sudah mau jadi teman gue" Aliza tersenyum
"jangan senyum za, gue bisa pingsan karena senyuman Lo itu" monolog Langit
"ya udah yah, gue masuk, Lo juga balik sana, hati-hati"
"iya, gue tunggu Lo nanti malam, jangan ingkar janji "
"iyaa, dah" Aliza melambai kan tangannya
"Di rapi in dikit aja, dah pasti cakep banget tu cewek" langit menggeleng damar, ia menyunggingkan senyum dengan pikirannya sendiri
"gila Lo ngit, gila"
...
flashback on
"Ibuuu, ayah" teriak Aliza kecil dengan baju sekolah lengkap, gadis mungil itu berlari dengan riang , di tangannya ada secarik kertas.
"jangan lari nak, nanti jatuh" ucap Rania kawatir
Sadewa dan Rania kompak berbalik, Sadewa bersiap menangkap tubuh kecil Aliza yang saat itu berusia 10 tahun
"ya Allah putri ibu" Rania mengusap peluh di wajah Aliza.
"coba tebak Aliza dapat berapa ulangan agamanya" Aliza menyembunyikan selembar kertas di belakang tubuhnya, Sadewa memasang wajah bingung, begitu juga dengan Rania
"emm, dapat berapa yaa, tuan putri ayah ulangannya" Sadewa mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk.
"ayo tebak, Liza dapat berapa" ucap Aliza begitu antusias
"100" kompak Rania dan Sadewa bersamaan
"benar" Aliza berucap sedikit berteriak, ia banggakan hasil ulangan agamanya yang mendapat nilai 100, Sadewa cium pipi kanan Aliza sedangkan Rania di pipi sebelah kirinya.
"hebatnya Tuan putri ayah"
"iya dong, kan anak ibu dan ayah" Aliza merangkul leher orang tuannya
"mau dapat hadiah apa nih"
Aliza menggeleng
"kenapa nak, bilang aja, Nanti ibu sama ayah belikan, anggap aja itu penyemangat buat kamu" Rania usap bagian belakang kepala Aliza
"Liza nggak mau apa-apa, Liza cuman mau gini terus, Liza mau di sayang kalian terus sampai Liza besar" kedua orang tuanya tersenyum hangat.
"anak ayah akan selalu menjadi tuan putri di hati ayah"
"anak ibu akan Selalu menjadi putri di hati ibu" ketiganya saling berpelukan, keluarga kecil yang bahagia
flashback off
"Tuan putri kalian... sekarang sudah besar, apa janji itu masih berlaku untuk tuan putri?" Aliza usap foto berukuran 2r di tangan nya, foto yang diambil saat usianya 10 tahun, foto di mana orang tuanya berjanji akan selalu memberikan kasih sayang untuk nya, tapi nyatanya mereka ingkar.
"Tuan putri kalian, sangat butuh pelukan, sekarang "
ibu jarinya terulur mengusap wajah kedua orang tuanya yang tersenyum dengan ia yang berada di tengah-tengah
"Tuan putri ingin ibu dan ayahnya menghapus air matanya lagi "
"ibu, ayah, pipi Liza sakit, pipi Liza di tendang sama raga, sakit sekali, Liza mau di Elus pipinya sama ibu"
"muka Liza di tendang sampai memar, Liza nggak punya obat buat mereda kan sakitnya... Ibuuu"
"Liza sakit ibuuu, Liza sakit ayah" Wanita malang itu memeluk erat foto keluarga kecilnya, ia menangis tanpa suara, dinginnya lantai tidak lagi menjadi penyiksa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments