"Em, ahhh ...." Entah sejak kapan mulainya, tetapi saat ini pakaian Raiden dan Raina sudah berserakan di lantai.
Raiden mengunci pergerakan Raina di bawah tubuhnya dan menindih setengah tubuh istrinya tanpa membuat istri kecilnya itu sesak. Bibirnya masih sibuk mencium bibir Raina, ********** lembut dan penuh nafsu seolah bibir Raina sudah menjadi candu untuknya. Tidak tinggal diam, tangannya pun bergerak mere*mas sesuatu yang menonjol dan ternyata ketika digenggam sangat pas untuk tangannya.
Setelah merasa cukup mencium bibir itu, kini ciumannya berpindah ke pipi, telinga, dan leher Raina sampai meninggalkan banyak sekali bercak kemerahan di sana. Dia juga merasa senang karena istri kecilnya itu tidak menolak walau tidak juga membalas perbuatannya dan terkesan pasrah serta menikmati walau entah itu sadar atau sadar ketika menikmatinya.
Puas dengan leher, Raiden mulai memberi tanda di dada dan perut wanita itu sampai tubuh putih yang semula polos dan bersih itu mendadak memiliki banyak tanda kemerahan akibat ulahnya. Raiden puas, benar-benar sangat puas membuat istrinya melayang.
"Akh, Paman!" teriak Raina ketika merasakan bagian inti tubuhnya terasa sangat sakit ketika jari Raiden menjelajah ke sana, menuntun masuk dan itu langsung membuatnya menggelinjang kesakitan, geli, dan nikmat di waktu yang sama.
"Nikmati saja semuanya, Rain. Paman akan membuatmu merasakan sesuatu yang akan membuatmu ketagihan." Raiden kembali mencium bibir Raina dengan tangan sibuk bermain di jalan masuk ladang.
Melihat istrinya semakin belingsatan membuat dia semakin bersemangat untuk segera berkebun, mencangkul dan menyemai benih di ladang.
"Tahanlah, Sayang!" bisiknya sambil mengecup bibir Raina agar istri kecilnya itu tidak berteriak ketika ditembus masuk di bawah sana.
Butuh waktu berkali-kali untuknya bisa membuka pintu yang masih sangat rapat itu sampai akhirnya berhasil karena dia mendorong pintunya secara paksa dibarengi dengan cengkeraman kuat kuku istrinya yang menancap di punggung. Perih, tetapi rasa perih di punggung tersamarkan oleh hangatnya ruangan di dalam pintu masuk itu yang membuatnya langsung berkerut dan lebih semangat memasukinya.
Hari itu masih sore, tetapi panasnya luar biasa. Peluh membanjiri tubuh mereka, sprei menjadi berantakan dan bahkan bantal serta guling sudah teronggok dengan begitu mengenaskan di lantai.
...***...
Tubuh Raina terasa remuk redam, lututnya bahkan bergetar ketika dibawa untuk jalan sehingga dia kehilangan keseimbangan dan berakhir terduduk di lantai dengan sangat mengenaskan.
Raiden masih tidur pulas setelah meminta haknya sebagai suami, tetapi Raina justru sebaliknya, dia tidak bisa tidur sama sekali karena ketika memejamkan mata malah gelisah. Dia merasa inti tubuhnya sedikit perih dan ketika dibawa jalan terasa ada yang mengganjal.
Raina jadi semakin yakin ketika satu bulan yang lalu papanya memergoki dia tidur satu kamar dengan Raiden, mereka sama sekali tidak pernah melakukan hubungan suami istri. Apalagi sekarang Raina jelas melihat ada bercak darah yang sedikit mengering di sprei dan dia yakin jika itu adalah darah kegadisannya.
Raina mencoba berdiri dengan hati dan berjalan tertatih masuk ke kamar mandi. Dia lalu masuk ke bathtub dan merendam tubuhnya dengan air hangat. Dia merasa kecewa dan benci di waktu yang sama karena merasa telah dibohongi oleh suaminya. Raina memejamkan mata, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis saat itu. Di kamar mandi yang terasa dingin, dia membungkam mulutnya, menahan suara tangis agar tidak terdengar sampai di luar kamar.
Kenapa, Paman? Kenapa Paman Raiden tega membohongi aku selama ini? batinnya dengan pilu.
Sebenarnya apa tujuanmu, Paman? Kenapa kamu membuat semua orang berpikir seolah-olah malam itu kita telah berzina padahal kenyataannya tidak sama sekali?
Raina menenggelamkan seluruh tubuhnya ke dalam bak mandi dan memejamkan mata dengan hati yang lebih terluka daripada sebelumnya.
Dia terus berada di kamar mandi dan enggan untuk keluar, apalagi melihat wajah Raiden yang sudah membohonginya.
Raina benci dengan Raiden, benci dengan papa dan mamanya yang mendesak dia untuk menikah dengan Raiden dengan menjaga nama baik keluarga. Namun, dia lebih membenci dirinya sendiri yang terjebak dengan permainan gila suaminya. Sekarang, semuanya sudah terjadi, kegadisannya benar-benar sudah hilang diambil Raiden, tetapi rasa sakit dan kecewanya bahkan lebih besar daripada ketika dia mengira kalau telah berzina dengan Raiden satu bulan lalu. Raina merasa dirinya menjadi wanita yang sangat bodoh.
"Arghhh, heu ... heu ...." Dia menangis kencang, memukul air berkali-kali melampiaskan amarah dan rasa sakitnya.
"Kenapa, Tuhan? Kenapa?" Raina keluar dari bak mandi kemudian berdiri di bawah shower dan membiarkan air dingin yang keluar dari sana mengguyur tubuh dari ujung kepala sampai kaki.
Samar-samar dia mendengar suara pintu kamar mandi dibuka dan tanpa bertanya pun dia sudah bisa menebak kalau suaminya yang masuk ke sana. Raina tidak peduli lagi dengan suaminya, tangisannya justru semakin kencang dan menggema di kamar mandi.
"Rain, apa yang kamu lakukan?" Raiden buru-buru menghampiri Raina kemudian mematikan shower sehingga tidak lagi mengalirkan air.
"Jangan sentuh aku!" Raiden menepis kasar tangan Raiden yang menyentuh bahunya. Dia tidak suka disentuh oleh Raiden, dia benci, dia marah, kecewa, terluka.
"Rain, kenapa?" Raiden kebingungan mendapatkan tatapan tajam yang penuh kebencian dari istrinya.
"Kenapa kau jahat sekali, brengsek! Kenapa kamu menipuku! Kenapa kau tega berbuat semau ini kepadaku, Paman? Kenapa? Apa salahku padamu, hah!" Raina mendorong keras tubuh suaminya itu sampai terjengkang karena tidak siap dengan serangannya.
"Apa maksud kamu, Sayang?" Raiden semakin bingung.
"Jangan panggil aku dengan sebutan sayang!" teriak Raina dengan penuh amarah dan tiba-tiba bergerak mundur sampai tubuhnya terpentok dinding kamar mandi. Raina menekuk kedua lutut kemudian memeluknya, setelah itu dia langsung menyembunyikan wajah di atas lutut dan kembali terisak sekencang-kencangnya. Dia terlihat sangat menyedihkan sekarang.
Raiden menatap istrinya iba dan setelah beberapa saat akhirnya dia sadar kalau Raina bersikap seperti itu mungkin karena sudah menyadari kalau dirinya masih gadis ketika berhubungan badan dengannya tadi. Itu artinya, Raina sudah tahu kalau satu bulan yang lalu mereka tidak berhubungan badan dan pasti sekarang Raina marah serta kecewa karena merasa telah dibohongi.
"Rain–"
"Pergi!" sentak Raina seraya menutup kedua telinga dengan tangan, enggan mendengar suara Raiden.
"Rain, aku–"
"Diam! Jangan bicara lagi padaku!" teriak Raina nyalang, matanya yang memerah menatap Raiden tajam dan penuh luka di dalamnya.
"Jangan menangis lagi, Rain. Aku 5idak suka melihat air matamu!" Raiden menghampiri Raina kemudian memeluk wanita itu dengan sangat erat walau Raina terus memberontak, memukul punggungnya berkali-kali dengan sangat keras, menggigit bahu dan dadanya untuk melampiaskan amarah. Raiden membiarkan saja istrinya itu melampiaskan amarah dan lukanya agar hatinya lebih tenang nanti.
"Aku benci kamu, Paman! Aku ben-benci hiks ...." gumam Raina lemah dan akhirnya wanita itu tidak sadarkan diri dalam dekapan suaminya.
...~tbc~...
...Hoho, kira-kira kenapa Raiden berbohong dan tidak jujur dengan Raina ya?...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Mimik Pribadi
Ak msh agak bingung disini sm Rain,,,sblmnya Raiden menjelaskan asal mula Rain ada dikamar trus gak pke baju,dan saat itu Raiden menjelaskan klo Rain mencoba menggoda Raiden,,,,hanya sebatas itu kan y Raiden tidak menyangkal dan tidak jga mengiyani saat itu terjadi hubungan intim,teruuus yng semua orng liat darah diselimut itu darah apa?? atau darah siapa???
msh ngambang,,,,
2023-06-04
0