Sepertinya dampak dari menipisnya tabungan yang bisanya dirasakan oleh para pekerja keras yang sering mengatakan telinga kadang ikut kesumbat diakhir bulan, kini Dea rasakan juga.
Mungkin bukan hanya uangnya yang akan berkurang, kewarasannya juga sepertinya berkurang. Jadi, dirinya harus kemana? Ke psikiater atau ke dokter THT?.
Kencan?
Apa dia bilang barusan?
Kencan?
Dea ingin tertawa terbahak-bahak mendengarnya, memang hanya orang gila yang mengajak orang gila lainnya untuk berkencan.
Suara pintu yang terbuka dan menampakkan tubuh Arin dari sana, mengembalikan kesadaran Dea sepenuhnya. Ia menatap sejenak ke arah Aska sebelum akhirnya menatap ke arah Arin.
"Ayo cabut. Gue bisa nambah gila di sini" tak memperdulikan kerutan di dahi Arin, Dea berdiri kemudian berjalan menuju pintu. Tangan yang sudah memegang knop pintu terhenti saat suara Aska kembali terdengar.
"Tawaran saya masih berlaku untuk 1 bulan. Jadi kamu bisa memikirkannya lagi Dea. Jangan lupakan kalau saya tampan dan juga kaya"
"Gila" jawab Dea lalu langsung keluar dari ruangan itu.
Gila. Tentu saja gila. Mana ada orang yang langsung mengajak orang lain berkencan hanya karena sekali pertemuan?. Ah kesombongan laki-laki itu bahkan membuatnya benar-benar muak.
"Ganti rugi gaunnya jadi De?"
Berhenti di anak tangga terkahir. Dea mengeram kesal karena ia bahkan melupakan hal itu. Kembali lagi ke atas? Oh tentu tidak. Dea masih punya harga diri untuk melakukan hal memalukan seperti itu. Lagi pula, Aska juga bukan suruhan Ardigo maupun Ria, Dea tak memiliki alasan khusus untuk memeras laki-laki itu.
Memang dirinya saja yang bodoh. Mana ada direktur dari perusahaan arsitektur terkenal menjadi suruhan orang lain.
Mengenakan topi dan kaca matanya kembali, Dea berjalan keluar dari kafe dan langsung masuk menuju mobil. Oke. Jika tak meminta bantuan mamihnya, sepertinya unit apartemennya adalah pilihan yang baik. Dea tak mungkin kembali ke rumah disaat para pencari berita itu malah seenak jidat membuat perkemahan mobil di sana.
"Cari unit apartemen yang harganya murah. Gue mau beli lagi karena unit apartemen sekarang mau gue jual"
Di sisi lain, Aska dengan tangan yang terlipat di depan dada tampak tersenyum melihat mobil Dea bergerak menjauhi kafe. Jika cara ini tak mempan, maka akan ada cara lain yang Aska usahakan untuk bisa dekat dengan wanita itu. Sudah dibilang kan Aska tak akan melepaskannya sama sekali.
"Serius itu Dea Alaska bang? Keren"
Aska menoleh ke belakangnya. Bara tampak berjalan masuk dengan dua cup coffe yang ada ditangannya. Satu diberikan ke Aska dan satunya lagi diminum sendiri.
"Kok bisa kenal Dea bang?"
"Pastiin nggak ada staf lo yang nyebarin foto dia ya Bar" bukannya menjawab, Aska malah mengatakan hal lain. Saat mobil Dea benar-benar sudah tak terlihat, Aska kembali ke sofa lalu duduk di sana. Sudah lama ia tak mengunjungi kafe dari adik Aul. Dulu, saat zaman kuliah, Aska suka sekali menghabiskan waktu di tempat ini.
"Itu mah tenang, beres bang. Terus, kok abang bisa kenal Dea. Gila, geger anak-anak dapur bang" saat dibawah tadi, anak-anak dapur heboh karena kehadiran Dea di kafe mereka. Sebelum kembali ke ruangannya, Teo sudah memperingatkan agar tidak ada yang memposting foto Dea di media sosial manapun.
"Ketemu pas abang kondangan di Ardigo"
"Pertanyaannya kok bisa sampai kenal abang. Ketemuan pribadi begini lagi"
"Dilihat langsung cantik banget kan dia?" oke. Aska benar-benar terlihat memalukan sekarang. Bagaimana bisa ia secara terang-terangan di depan Bara menunjukkan ketertarikannya pada Dea?.
"Lo suka ya bang?"
"Iya" jawab Aska spontan. Oke, dirinya benar-benar memalukan sekarang. Sudah terlanjut mempermalukan diri sendiri, Aska mencondongkan badannya dengan tangan yang terlipat di atas ke dua lutut. "bisa beri saran buat dapetin cewek seperti Dea?"
Aska tahu julukan Bara semasa bocah itu kuliah adalah play boy cap darat. Entah sudah berapa banyak wanita yang menjadi mantan Bara di dunia ini.
"Tips dari gue nih Bang?"
Aska menganggukkan kepalanya. Meminta tips pada Billa hanya akan berkahir dengan dompetnya yang terkuras habis, maka dari itu Aska merubah sumber informasinya menjadi Bara, setidaknya bocah ini sudah kaya karena memiliki kafe yang terbilang tak pernah sepi ini.
"Tips dari gue buat sebanyak mungkin kemungkinan kalian ketemu bang. Soalnya Dea kaya jijik banget ngeliat muka lo bang. Biar terbiasa dan nggak jijik makanya harus sering ketemu"
Satu bantal langsung melayang dan mengenai tepat di wajah Bara. Bisa-bisanya wajah ganteng seperti ini dianggap menjijikan. Bara tertawa puas, sudah hampir 4 tahun lamannya baru kali ini ia kembali melihat Aska sesewot ini.
"Tips yang lainnya. Lebih baik cari tahu latar belakang dia bang. Soalnya yang gue denger, Dea bukan dari keluarga kalangan biasa. Bisa naklukin orang tuanya, pasti bakal mudah dapetin anaknya."
Aska mengangguk. Ia memang belum sempat mencari tahu mengenai asal-usul Dea, jangankan keluarganya, rumah wanita itu sekarang pun Dea tak tahu sama sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments