"Ayah"
Aska melebarkan kedua tangannya. Memeluk erat Sea yang selama seminggu berada di rumah bundanya itu.
"Gosip Dea beneran mas? Kamu dateng kondangan kemarin kan? Dan beneran ada video yang diputer?" tanya Mega yang nampak antusias menggali lebih dalam gosip yang ia dengar saat acara arisan ibu-ibu kompleks tadi.
Aska berdehem saat Billa menunjukkan seringai menyebalkannya. Jangan sampai mamah tahu jika dirinya kini malah mengincar sosok wanita yang namanya tengah diberitakan seantero negeri ini.
"Beneran gosipnya mas?" tanya Mega lagi.
Mengelus puncak kepala Sea yang kini asik bermain game di ponsel miliknya, Aska menganggukkan kepalanya mengiyakan ucapan mamah. "Nggak usah ikutan jadiin gosip ya mah. Lagi pula udah banyak yang ngupas dimana-mana. Itu urusan dunia artis. Kita nggak usah ikut-ikutan"
"Iya mas. Kasihan banget Dea. Mamah kasihan sama dia."
Mata Aska kembali melotot saat Billa mengerlingkan satu mata kearahnya. Sepertinya 5 lembar uang seratus ribuan itu tak cukup untuk membungkam mulut adik perempuannya ini.
"Lah kenapa mamah jadi kasihan sama mbak Dea. Kan nggak kenal kita"
"Sebagai sesama perempuan Bil. Masih kasihan aja sama dia, Udah diselingkuhin, ditinggal nikah, eh yang nikung sahabatnya sendiri lagi" Mega ikut duduk melantai disampingnya putrinya.
"Kalau.. Kalau nih ya mah"
Aska memutar bola matanya, Billa mulai dengan dunia per-kalauannya. Masalahnya, 'kalau' yang Billa maksud sekarang, pasti akan membawa-bawa namannya.
Aska mencolek punggung sang adik dengan kakinya. Namun jelas tak menghasilkan apapun.
"Kalau Ardigo itu anak mamah. Ya misal mas Aska itu adalah Ardigo dalam artian kelakuannya sama. Kira-kira respon mamah bakal gimana?"
Adiknya ini benar-benar luar biasa. Dengan Sea yang kini duduk di pangkuannya, Aska melirik ngeri ke arah mamahnya yang kini menatapnya tajam. Lalu, jawaban sang mamah sontak membuat Aska ngeri seketika.
"Kayanya bakal mamah sunatin dua kali sebelum hamilin anak orang padahal belum sah"
Billa tertawa puas, kemudian dilanjutkan dengan kata 'kalau' ke dua yang sontak sukses membuat Aska bukan lagi mencolek tapi nyaris menendang kakinya.
"Kalau mamah punya menantu kaya mbak Dea. Yang dikhianati tapi sekarang juga dihujat sama beberapa orang karena bongkar aib sahabatnya sendiri. Mamah kira-kira setuju nggak kalau tiba-tiba mas Aska ngenalin mbak Dea sebagai calon menantu mamah"
Hawa dingin tiba-tiba dirasakan oleh Aska saat tatapan mamah terhadapnya memincing perlahan lalu berkahir dengan kerutan dalam penuh curiga yang membuat jakun Aska bergerak setelah menelan salivanya sendiri. Bukan rahasia umum lagi jika pemenang sikap peka itu dinobatkan pada perempuan, dan Aska lupa jika ia memiliki 3 perempuan di rumah ini yang terkadang bertambah 1 menjadi 4 diakhir pekan saat sang kakak ipar menginap sekalian menjemput Sea.
Kemudian gelak tawa mamah disertai tepuk tangan membuat rasa gugup Aska menguap seketika. Awas saja, setelah mamah pergi ia akan mengambil lagi tangannya yang sudah berada di kantong Billa.
"Kamu tuh Bil, Bil. Ada-ada aja. Tugas kuliah kamu itu bikin kamu pusing banget apa sampai mikir aneh begitu. Mas mu kenal aja nggak sama Dea. Oh mungkin mas kamu kenal, tapi Dea kan mana kenal sama mas kamu yang seharinya dekem aja di kantor sampai jam 8 malam"
Untuk menyembunyikan kegugupan, Aska ikut tertawa. Kalau tidak tertawa, mamah pasti akan langsung menganggap ucapan Bila benar adanya.
"Ya kan misal kan mah"
"Ya kalau mamah sih nggak masalah. Asal memang saling suka. Bukan karena terpaksa. Dan itu juga berlaku buat kamu Bil. Pernikahan kakak kalian buat pelajaran. Ya meski ujungnya juga saling suka, tapi ternyata hanya tinggal sisa sedikit waktunya buat saling nunjukin rasa cinta itu"
Aska dan Bila mengangguk bersamaan. Kisah kak Arga memang menjadi pelajaran berarti bagi mereka. Dan semoga di atas sana sang kakak bisa melihat tumbuh kembang Sea sebagai bukti adanya cinta Arga dan kakak iparnya.
"Ayah, ada WA"
Menerima ponsel dari tangan Sea, Aska membuka pesan whatsapp dari nomor yang tak ada di kontaknya. Kemudian matanya melebar seketika membaca sederet pesan yang tertera.
+62 8678 xxxxxxxxxxx
Selamat pagi. Perkenalkan saya Arin Anastasya selaku manager dari Dea Aliska Rahayu.
Saya mendapat nomor mas Aska dari kartu nama yang diberikan oleh Dea. Mohon maaf sebelumnya, jika ada waktu apakah bisa bertemu di kafe Bianca jam 19.30? Ada yang ingin Dea sampaikan ke anda perihal dress.
Terima Kasih
"Kayanya misinya mulai berhasil mah" bisik Billa.
"Misi apa dek? Mas kamu kok sekarang malah senyum-senyum sendiri" bisik Mega balik.
"Lagi kasmaran mah"
"Sama siapa?"
"Sama orang yang otw disetujui sama mamah, tapi kalau mas berhasil" bisik Billa.
***
Kafe Bianca sore ini tergolong nyaris ramai hingga Dea terpaksa menggunakan topi masker dan kaca mata. Syukur saja pakai masker bukanlah hal aneh sekarang hingga menarik perhatian orang lain. Dea memilih duduk di kursi yang berada di sudut ruangan membelakangi para pengunjung lain dengan Arin yang tengah mengantri untuk mengambil pesanan mereka.
Sebenarnya bukan hanya sekedar ingin mengambil keuntungan dari dress yang dikotori oleh Aska. Dea ingin tahu apakah laki-laki itu memang teman Ardigo dan diminta untuk mengawasinya selama pesta pernikahan tadi malam, atau hanya tamu undangan biasa yang tak sengaja bertemu dengannya di pesta. Jika opsi pertama yang benar, Dea pastikan kehidupan rumah tangga Ardigo dan Ria akan seperti neraka.
Dea menunduk semakin dalam saat ada seorang pengunjung yang tampak penasaran ke arahnya, seolah memastikan jika yang tebakan mereka sekarang adalah benar. Sungguh, Dea enggan untuk menjadi pusat perhatian lagi sementara namun kafe ini juga tak memiliki ruangan privat yang bisa digunakan. Sekalinya ada pun, Dea akan berpikir ulang untuk mengeluarkan uang sebesar itu padahal tabungannya sudah terkuras untuk ganti rugi.
"Mbak Dea?"
Dea memejamkan matanya kesal. Wajahnya sudah benar-benar tertutup sekarang, tapi kenapa juga masih ada orang yang mengenalinya?
"Mbak Dea beneran ya? Dea Aliska Rahayu?!!" suara itu naik beberapa oktaf yang jelas langsung mengundang perhatian beberapa pengunjung yang berada di meja sisi kanan dan kiri tempatnya berada.
"Bukan. Salah orang" masih dengan kepala menunduk, Dea mencoba menjawabnya dengan suara yang dibuat berbeda. Arin berada cukup jauh dari meja mereka, managernya itu pasti tak sadar dengan kondisinya yang tersudutkan seperti ini.
"Masa sih? Ah bener ah. Mbak Dea kan? Mantan pacarnya Ardigo?!"
Dea mengeram kesal. Nada suara pengunjung ini semakin keras. Sekalian saja teriak sampai semua pengunjung di kafe ini bisa mendengarnya.
"Mbak De—"
"Maaf, tapi ibu salah orang. Itu pacar saya bu"
Saat suara asing terdengar dan kini malah mengaku sebagai pacarnya, Dea mendongak seketika, namun hanya berselang beberapa detik sebelum kepalanya kembali menunduk saat sebuah telapak tangan mendorong kepalanya ke bawah. Buset dah, ini secara nggak langsung gue ditonyor dari belakang kan?.
"Dia pacar saya bu."
"Masa sih? Buktinya mbaknya rapet begini. Kaya aktris"
"Lagi kena cacar bu, sampai muka. Makanya ini ketemuan karena mau berobat sama saya"
Dea tersentak saat kedua bahunya dipegang dan suara terdengar berbisik di telinganya. "Bayar gaun kamu disini kayanya bukan ide yang bagus. Ayo ikut"
Ainan Raditya Alaska. Dan entah karena bodoh atau terlalu kepepet takut ada pengunjung yang menyadari keberadaannya, Dea manut saja saat Aska menggandengnya dan mengajaknya pergi, melewati antrian para pengunjung, melewati dapur, lalu mulai menaiki anak tangga menuju lantai dua, berbelok ke kiri dan berkahir di sebuah ruangan yang berada di sudut lantai dua.
Ini jelas bukan ruangan VVIP kafe ini, melainkan ruang kerja lain karena pemilik ruangan ini nampak langsung berdiri begitu keduanya masuk.
"Bro, gue pinjem ruangan lo sebentar ya" sapa Aska pada sosok pria bernama Bara Langit Priyadi, adik dari kakak iparnya sekaligus pemilik kafe ini.
"Tumben lo bawa cewek lagi ke kafe gue bang. Siapa kali ini?"
Dea menghela napasnya jengkel. Siapa kali ini? Berapa banyak perempuan yang sudah di bawa Aska ke sini sebenarnya? Bukankah dirinya terlihat seperti ****** sekarang?.
"Dia emang paling buruk buat pilih kata. Kamu bisa buka topi dan masker. Dia bakal tutup mulut, dia Bara pemilik kafe ini"
Membuka topi dan maskernya, Dea menatap sebal ke arah Aska sebelum akhirnya membungkuk sedikit memberi salam pada Bara yang kini tengah menatap kearahnya dengan tangan yang berada di mulut karena terkejut. Siapa yang akan menyangka jika sosok aktris Dea yang tengah dibicarakan dimana-mana malah muncul di kafenya?.
"Bisa kita bicarakan tentang dress sekarang?"
"Bang. Lo gaet mbak Dea?" tanya Bara yang nyaris bersamaan dengan pertanyaan Dea.
Aska mengangguk pada Dea dan mempersilahkan wanita itu untuk duduk di sofa. Kemudian beralih pada Bara dengan mendorong laki-laki itu keluar dari ruangan ini, tak lupa berpesan jika ada wanita yang kebingungan mencari Dea di bawah suruh untuk naik ke atas.
"Bang ini kantor gue loh. Malah gue di usir"
"Nyewa sebentar" Aska menutup pintu lalu duduk berhadapan dengan Dea.
Untuk sepersekian detik Dea terdiam guna menyusun kalimat di otaknya. Sebelum akhirnya menyilangkan kaki dan menunjukkan gestur sombong "Jadi, Ardigo atau Ria yang nyuruh kamu nahan saya di pesta kemarin?" seharusnya Dea melihat ekspresi terkejut Aska karena ketahuan, tapi yang Dea lihat sekarang malah ekspresi datar seolah tebakannya barusan salah.
Aska nampak menganggukkan kepalanya. Ia melipat tangannya di depan dada "Jadi, itu kesimpulan yang kamu ambil ternyata? Gimana kalau bukan keduanya?" Aska sebenarnya bisa menebak jika pertemuan mereka kali ini bukanlah masalah dress, tapi perihal kejadian yang terjadi di pesta kemarin.
Aska tak bisa menahan senyumnya saat tawa sarkas Dea terdengar. Bukan hanya senyum yang terlihat cantik, suara yang terdengar indah, tapi tawanya juga terdengar renyah yang bisa menyihir orang untuk ikut tersenyum.
"Ardigo?"
"Oke. Kalau itu menurut kamu"
"Rea?"
"Oke juga, kalau menurut kamu seperti itu"
Dea mendengus sebal. Sosok pria macam Aska inilah yang paling Dea benci di dunia. Dea paling tak suka berurusan terlalu lama dengan pria semacam ini. Tapi, mengingat karirnya hancur dan harus membayar denda pada beberapa merek, rasanya ingin sekali Dea menjambak rambut hitam lebat laki-laki di depannya ini sekarang juga.
Aska tersenyum lebar, mengeluarkan ponsel dari kantong celana nya, lalu membuka chat terakhir dengan Arun dan meletakan ponselnya di meja agar Dea bisa melihatnya.
Saat melihat isi pesan yang Arin kirimkan pada Aska, ada geraman kesal di hati Dea sekarang. Bukankah dirinya sekarang ketahuan jatuh miskin sampai bersedia menelan ludahnya sendiri? Dea sudah menolak mentah-mentah ganti rugi dress, dan kini dengan kedua kakinya sendiri dia malah datang meminta uang pada laki-laki ini?.
"Saya sudah melihat beritanya dan sudah bisa menebak berapa banyak denda yang harus kamu bayarkan. Alih-alih meminta ganti rugi dress untuk menutup denda yang harus kamu bayarkan, gimana kalau kita kencan saja? Saya bisa bayarkan denda kamu"
Dea membeku seketika. Apa? Kencan? Pacaran? Aska memeng sepertinya butuh di jambak biar sadar.
...°°°...
***Enakan begini, up cuman Rabu dan Minggu tapi langsung 2-3 bab, apa up setiap hari teman.
kalau aku enakan begini sih. aku jadi bisa nulis sampai 3500 kata lebih. alurnya juga nggak loncat-loncat dan cepet kaya kalau aku up tiap hari.
tinggalkan komentar kalian ya***..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Erli Safitri
sebisa author aja,yang penting jangan lama² up nya 🤧
2023-03-26
1
Septi Wulansari
enakan setiap hari
2023-03-26
1