"Pak, tolong bungkuskan untukku ya. Dua," ucap Ilona sambil menelan ludah saat mencium aroma wangi dari jajanan yang ada di hadapannya.
"Baik, Nona. Mau yang pedas atau yang manis?"
"Satu pedas dan satu manis."
"Baiklah. Kami akan segera menyiapkannya."
Ilona menganggukkan kepala. Meski tubuhnya seperti remuk, hal itu tak membuat senyum luntur dari bibirnya. Melihat deretan stand penjual makanan berjejer rapi di pinggir jalan sebenarnya bukanlah hal yang baru untuk Ilona yang berstatus sebagai mantan seorang pemulung. Namun, bedanya sekarang Ilona memiliki uang untuk membeli, sedangkan dulu tidak. Inilah mengapa Ilona tak henti tersenyum sejak tadi. Dulu Ilona hanya bisa memperhatikan dari kejauhan dan berharap suatu hari nanti dirinya mampu untuk membeli jajanan tersebut. Berkat bantuan Tuan Andreas, sekarang harapan Ilona bisa terwujud. Dia bebas membeli semua makanan yang dijual di sini menggunakan uang lembur yang baru saja didapatkannya.
"Tidak sia-sia aku bertemu bajingan itu. Kalau tadi aku menolak, aku pasti tidak bisa membeli jajanan yang dijual di sini," gumam Ilona sambil menahan haru. Tangannya tak henti mengusap tas di mana di dalam tas tersebut ada uang pemberian dari Tuan Andreas. "Terima kasih banyak, Tuhan. Hari ini untuk pertama kalinya aku merasakan hari tanpa kesialan. Aku senang sekali."
Tak lama kemudian jajanan yang dibeli oleh Ilona akhirnya siap. Dengan penuh sukacita Ilona segera membayar kemudian berjalan menuju rumah. Elil pasti senang sekali jika melihatnya pulang sambil membawa makanan. Secara, kulkas di rumah mereka masih kosong. Maklumlah, kan baru pindah.
Sreetttttt
"Hei, kembalikan tasku!" teriak Ilona kaget sekali saat seseorang tiba-tiba merebut tasnya. Reflek, Ilona membuang jajanan yang dia beli kemudian berlari mengejar penjambret tersebut.
Akhirnya terjadilah kejar-kejaran antara Ilona dengan si penjambret. Ilona sama sekali tak mempedulikan tubuhnya yang sudah kelewat kelelahan setelah bekerja seharian. Dipikirannya satu, harus mendapatkan kembali tas itu. Di dalamnya ada sisa uang pemberian Tuhan Andreas. Dia tak rela jika uang tersebut sampai dimiliki oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Enak saja. Dia yang mati-matian bekerja masa harus orang lain yang menikmati. Tidak maulah.
Bugghhh
Bagai mendapat kekuatan super, dengan sekuat tenaga Ilona menerjang punggung si penjambret. Kakinya mengenai tepat di bagian punggung hingga membuat mereka sama-sama jatuh tersungkur di tanah.
Bruukkk
"Ughhhhh, sakitnya dadaku!" keluh Ilona sambil memegangi dadanya yang sesak. Posisi jatuhnya sangat tidak estetik sekali. Dia terjungkir dan dadanya menghantam tepat di kepala si penjambret. Tak ayal posisi tersebut membuat nafas Ilona seperti tercekik. Dia kesakitan.
"Sialan kau ya! Apa yang kau lakukan?" maki si penjambret sambil memegang erat-erat tas yang dibawanya.
"Kembalikan tasku, brengsek! Cepat!" sahut Ilona balas memaki. Susah payah dia berusaha berdiri, tapi sayang, dadanya terlalu sesak. Alhasil Ilona jatuh terduduk di tanah. Dia seperti mau mati sekarang.
(Tuhan, tolong jangan ambil nyawaku sekarang. Aku baru saja merasakan hidup enak. Bisakah ditunda dulu jadwal kematianku?)
"Hei, kau kenapa?"
Tergerak hati melihat si korban kesakitan tiba-tiba saja si pemulung merasa khawatir. Segera dia berjongkok di samping gadis yang tengah merintih kesakitan.
"Dadaku sesak," jawab Ilona lirih.
"Apa kau punya asma?"
"Tidak."
"Lalu kenapa bisa sesak?"
"Dadaku terbentur kepalamu tadi. Sepertinya jantungku tergencet."
"Hah?"
Mulut si penjambret ternganga lebar mendengar jawaban Ilona. Takut gadis ini kenapa-napa, si penjambret menawarkan untuk membelikan obat.
"Kau tunggulah sebentar di sini. Aku akan membeli obat dulu di apotek."
"Sekalian dengan air putih ya. Aku haus setelah tadi berkejaran denganmu," ucap Ilona. Kekesalannya hilang entah ke mana. Saat ini Ilona benar-benar bergantung pada penjambret tersebut. Dia tak berdaya.
"Baiklah."
Jika orang lain tahu apa yang baru saja terjadi antara Ilona dengan si penjambret itu, orang tersebut pasti akan sangat syok sekali. Bayangkan saja. Keadaan tiba-tiba berubah layaknya teman akrab setelah tadi mereka sempat berkejaran memperebutkan tas. Dan lucunya, si penjambret merasa iba pada korbannya sendiri. Sungguh kejadian yang sangat langka sekali.
"Ternyata penjambret di kota tidak sejahat yang diceritakan oleh Elil. Buktinya penjambret itu masih mau menolongku tadi. Aneh," gumam Ilona setelah nafasnya sedikit bisa di atur.
Dari kejauhan, terlihat seorang pria berlari cepat sambil membawa bungkusan di tangannya. Raut wajah pria tersebut terlihat khawatir, membuat Ilona merasa terharu karena dipertemukan dengan penjambret baik hati.
"Ini obatnya. Ayo cepat diminum."
"Apa kau menggunakan uangku untuk membeli semua barang-barang ini?" tanya Ilona penuh selidik.
"M-maaf, Nona. Aku sama sekali tak punya uang. Kalau tidak sedang terdesak, aku juga tidak mau menjambret tasmu. Aku terpaksa melakukan," jawab si penjambret sambil menunduk takut.
(Jadi orang ini bukan penjambret asli?)
"Kau sedang dikejar-kejar debcollector ya?"
"Bukan."
"Lalu?"
"Anak dan istriku sedang sakit. Uangku tak cukup untuk membawa mereka pergi berobat ke rumah sakit. Lalu tadi aku tak sengaja melihatmu keluar dari kantor. Aku lalu mengikutimu dan mencari waktu yang tepat untuk merebut tas ini. Sungguh, Nona. Aku bukan pencuri. Keseharianku bekerja sebagai tukang sapu jalanan. Tapi karena akhir-akhir ini gajiku belum juga dibayarkan, aku jadi tak punya uang untuk membawa anak dan istriku pergi berobat. Begitu!"
Mata Ilona memanas seketika setelah mendengar penuturan si penjambret tersebut. Ternyata oh ternyata. Nasib lagi-lagi enggan berpihak pada mereka yang hanya orang kecil. Teringat dengan kesulitan yang pernah dialami, Ilona mengambil tas dari tangan si penjambret kemudian mengambil semua uang yang ada di sana.
"Ini, kita bagi dua uangnya. Aku baru bekerja hari ini, jadi belum punya uang simpanan. Harap maklum."
"Nona, ini ....
"Kita sama-sama orang susah. Terima saja. Ya?"
"Terima kasih banyak, Nona. Kau baik sekali."
"Cukup tidak?" tanya Ilona mengalihkan diri agar tidak menangis. Dia jadi teringat dengan neneknya yang sudah meninggalkan.
"Cukup, ini lebih dari cukup. Aku hanya butuh selembar saja, Nona. Sisanya aku akan memakai uangku sendiri."
"Jangan sok tidak butuh. Pakai saja. Nanti kita akan bertemu lagi di sini setelah kau mempunyai uang untuk membayar. Sekarang pulanglah. Bawa anak dan istrimu ke rumah sakit supaya mereka bisa segera mendapat pertolongan!"
"Baik, Nona. Sekali lagi terima kasih banyak ya!"
Ilona mengangguk. Begitu si penjambret pergi, Ilona langsung menangis tersedu-sedu. Dia tak tahan hati melihat senyum di bibir penjambret itu. Pasti lega sekali karena berhasil mendapatkan uang untuk keluarganya yang sedang sakit.
(Tuhan, kejadian ini harus kuanggap sebagai kesialan apa bagaimana? Aku bingung. Hiksss,)
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Fahmi Ardiansyah
Mak Rifani klu bikin novel sellu bikin mewek n ketawa juga jdi aku suka dgn karya Mak
2024-10-27
0
Fahmi Ardiansyah
iya itu pelajaran juga plus kesialan ilona.tpi kmu org baik pasti akan dpt balasan yg baik pula
2024-10-27
0
Fahmi Ardiansyah
mana bisa jantung trgenjet Ilona ada 2 aja ni.
2024-10-27
0