"Memang apa salahnya jika berbelanja menggunakan pakaian seperti ini? Kan yang digunakan untuk membayar bukan bajuku, tapi uang," ucap Ilona sambil menatap lama ke arah toko mainan yang baru saja dimasukinya. "Manusia sungguh aneh. Hanya karena perbedaan status kalian tega menghina orang lain dengan begitu kejam. Aku tahu aku ini miskin, tapi setidak layak itukah aku berbelanja di toko kalian? Aku manusia, sama seperti kalian juga. Mengapa tega?"
Flashback
"Nona, kenapa kalian tidak mengizinkan aku untuk masuk ke dalam?" tanya Ilona sambil menggeretakkan gigi. Ini adalah toko kelima yang menolak kehadirannya. Padahal dia datang untuk berbelanja, bukan untuk meminta-minta.
"Maaf, kami tidak bisa membiarkan seorang pengemis masuk ke dalam toko. Pelanggan lain bisa terganggu jika sampai mencium aroma tubuhmu yang begitu menyengat," jawab salah satu karyawan sambil melayangkan tatapan yang begitu sinis.
"Aku bukan mau mengemis, tapi aku ingin membeli mainan."
"Memangnya kau punya uang?"
"Aku punya."
Ilona segera menunjukkan kartu pemberian pria cabul itu. Walau tak terima dengan hinaan karyawan ini, Ilona harus bisa mendapatkan mainan. Jika tidak, maka gerobaknya akan dihancurkan. Jadi sesakit apapun hinaan orang-orang ini semampu mungkin Ilona akan berusaha untuk menahan.
"Hei, bukankah kartu itu hanya dimiliki oleh beberapa orang saja di negara kita? Lalu bagaimana bisa gadis itu memilikinya? Jangan-jangan dia adalah orang kaya yang sedap menyamar. Aduhhh, bisa gawat ini!"
"Tidak usah panik. Kau perhatikan saja wajahnya. Aku sih lebih percaya kalau gadis ini baru menjual tubuhnya demi mendapatkan kartu itu. Atau mungkin dia adalah seorang pencuri. Makanya dengan berani datang berbelanja ke toko kita. Benar tidak?"
"Iya juga sih. Tapikan gadis itu tahu nomor pin dari kartu tersebut. Masa iya pemiliknya yang memberitahu? Berarti bukan mencuri itu namanya."
"Alah, sudah jangan ribut. Daripada kita sibuk menerka-nerka yang tidak jelas lebih baik kita tanyakan saja barang apa yang mau dibeli. Anggap kita cari aman di kedua belah pihak. Yang pertama supaya tidak di pecat bos, lalu yang kedua agar keinginan gadis ini tetap terpenuhi. Dengan begitu kita tidak akan disalahkan jika terjadi sesuatu ke depannya nanti."
"Ya sudah terserah kau saja."
Ilona merasa sangat terhina sekali mendengar bisik-bisik para karyawan tersebut. Mungkin jika dilakukan dengan pelan, hatinya tidak akan sesedih sekarang. Masalahnya mereka berbisik dengan suara yang cukup kuat sehingga Ilona bisa mendengar semua pembicaraan mereka. Orang miskin yang terhina, sungguh miris nasib Ilona saat ini. Di depan mata dia dipermalukan, tapi tak memiliki daya untuk melawan. Sebenarnya Ilona berani-berani saja memarahi mereka, tapi kembali lagi pada titik di mana dia akan semakin dihina jika terlalu banyak bicara. Pasrah lebih baik, walaupun sakit.
"Ekhmm! Mainan apa yang ingin kau beli?" tanya si karyawan cetus. Dia bicara sambil menutup hidung agar tidak mencium aroma sampah yang begitu menyengat.
"Mainan," jawab Ilona lirih.
"Ya pastilah kau ingin membeli mainan. Secara, yang kau datangi bukan toko pakaian. Jadi sudah pasti mainanlah yang ingin kau beli. Bagaimana sih. Sudah bau, bodoh pula. Cepat katakan mainan apa yang kau inginkan. Kami sibuk!"
(Sabar Ilona, sabar. Demi gerobakmu tetap aman, jaga emosi. Oke?)
"Bungkuskan mainan paling mahal yang dijual di toko kalian. Untuk anak laki-laki," ucap Ilona dengan sengaja memesan mainan yang paling mahal. Supaya cepat beres dan dia bisa segera pergi dari sana. Berpura-pura menjadi orang sabar itu tidak enak lho. Membuat dada sesak.
"Cihh, hasil dari menjual diri saja sombong. Awas ya kalau uangmu sampai tak cukup untuk membayar. Aku akan langsung melaporkanmu pada polisi!"
"Jangan banyak bicara kau. Dari tadi aku sudah diam. Jadi jangan memancingku untuk membuat kekacauan di sini ya. Mengerti!"
Si karyawan berdecih sinis kemudian masuk ke dalam toko. Sedangkan Ilona, dia memilih untuk duduk saja. Perut lapar, ditambah harus menghadapi hinaan dari banyak orang, membuat hidup Ilona terasa semakin miris.
"Ayah, Ibu. Sebenarnya apa tujuan kalian melahirkan aku ke dunia ini kalau hanya untuk ditinggalkan? Aku lelah, aku muak selalu menjadi bahan cemoohan orang-orang. Memang aku miskin dan tidak punya apa-apa, tapi pantaskah aku dihinakan? Kalau saja bisa memilih, aku juga tidak ingin terlahir seperti ini. Tapi bagaimana lagi. Tuhan beserta kalian berdua memberiku takdir yang begitu pahit. Adakah cara untuk keluar dari kehinaan ini?" ratap Ilona sambil menahan tangis. Rasanya ingin sekali menyerah, tapi percuma. Karena sebanyak apapun Ilona mencoba mengakhiri hidup, Tuhan tak pernah mengizinkannya untuk mati.
(Seandainya ada pria kaya yang mau menikahiku, aku bersumpah akan kembali lagi ke toko ini dan melemparkan gepokan uang ke wajah para karyawan itu. Hatiku sakit sekali, Tuhan. Teganya mereka merendahkanku yang miskin ini.)
Brukkkk
Ilona terlonjak kaget saat sebuah bungkusan besar terjatuh tepat di atas pangkuannya. Segera saja dia menatap garang pada karyawan yang tengah berdiri angkuh di hadapannya.
"Apa-apaan kau!"
"Cepat pergi dari sini. Orang-orang mulai tak nyaman dengan bau yang kau bawa. Sana pergi!" usir si karyawan dengan kejamnya. Setelah itu dia melemparkan kartu ke wajah si pemulung yang tengah memelototkan mata padanya. "Lain kali kau jangan datang ke sini lagi. Ada banyak toko mainan di tempat lain. Datang ke sana saja!"
"Nona, mulutmu benar-benar sangat keterlaluan. Ingat, suatu hari nanti aku pasti akan datang kembali ke toko ini lalu menyumpalkan banyak uang untuk membungkam mulutmu yang angkuh itu!" geram Ilona sambil menahan sesak di dada. Karyawan ini sungguh sangat keterlaluan sekali. Kata-katanya begitu menusuk hati.
"Jangan bermimpi terlalu tinggi. Orang miskin sepertimu mana mungkin mampu menyumpal mulutku dengan uang. Aku akan bersujud dan mencium kedua kakimu jika kau bisa membuktikan ucapan sampahmu itu. Tahu!"
"Baiklah. Kau tunggu saja nanti. Saat ini aku memang berada di bawah, tapi masa depan orang siapa yang bisa menebak. Aku harap kau tidak akan melupakan janjimu yang akan bersujud dan mencium kedua kakiku jika ucapanku benar menjadi kenyataan!"
"Tentu saja tidak. Aku ini orang berpendidikan. Tidak sepertimu yang mungkin membaca saja tidak bisa. Haha. Pergi sana. Muak aku bicara terlalu lama denganmu. Pergi!"
Dengan perasaan yang tercabik-cabik Ilona akhirnya pergi dari sana. Secara perlahan air mata mulai turun membasahi wajah, hingga membuatnya berhenti melangkah kemudian berbalik menatap ke arah toko mainan.
(Tak ada yang bisa memainkan waktu selain Tuhan. Jika memiliki kesempatan, tolong izinkan aku untuk menagih janji dari orang yang telah menghinaku dengan begitu kejam. Sekali ini saja. Bisakah?)
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Fahmi Ardiansyah
oh rasanya ikut sakit bacanya.klu entar kmu benar2 jadi org KY.kasih pelajaran para karyawan itu biar gak elaguk Ilona
2024-10-27
0
reza indrayana
Tdk kuat baca cerita klonalirnya bikin sedih banGeetTt....😭😭😭
2024-02-29
0
Susanty
bisa Ilona,,, ku beri 3 permintaan 🤣🤣🤣
2024-01-04
0