Chapter 11

"Yeji, nanti kau sendiri yang menyerahkan laporannya ke tuan Jungkook, ya." ujar ketua Ahn, meneruskan pesan yang ia terima dari Jimin melalui telepon sebelumnya.

"Aku?!"

Sebagai karyawan biasa, tentu saja hal tersebut sangat mengejutkan untuk Yeji. Lantaran tidak sembarang orang dapat menemui CEO secara langsung. Terlebih hanya untuk sebuah laporan mingguan.

"Aku tidak salah dengar, kan?" Yeji khawatir atasannya itu mengerjainya, lantaran terlambat mengumpulkan laporan.

"Aku sendiri juga heran." balas ketua Ahn, lantas keluar ruangan.

Yeji pun beralih pada Hara yang turut mendengarkan perbincangan tadi. "Kau dengar sendiri, kan?" seakan tidak puas jika bertanya pada satu orang, ia turut bertanya pada teman di sebelahnya.

"Iya. Aneh juga regulasi perusahaan ini semenjak CEO-nya diganti. Memangnya struktur operasional perusahaan sudah tidak belaku lagi?" terang Hara.

"Entah,"

"Pun, kalau memang harus diserahkan ke jabatan teratas, bukankah seharusnya kau menemui sekretarisnya?" tambah Hara lagi, kelewat kritis

Namun temannya itu tidak peduli. Yeji justru dilanda kegirangan. "Masa bodoh soal itu. Aku akan ke ruangan CEO! Aku bertatap muka langsung dengannya!"

"Outfit apa yang harus aku pakai hari ini? Oh, sial. Aku belum mandi, bagaimana ini! Aku harus membersihkan diri dulu!" lanjut Yeji dengan hebohnya, hingga setiap suara yang keluar dari mulutnya sangat memekakkan telinga.

Detik berikutnya, gadis itu seketika hilang entah ke mana. Sementara Hara hanya menggelengkan kepala dengan kelakuan Yeji. Yah, setidaknya temannya itu melupakan masa sulit setelah dikejar-kejar membuat laporan. Anggap saja hadiah karena telah berusaha keras.

...***...

Sudah berpuluh-puluh menit berlalu sejak istirahat makan siang berakhir, Jungkook duduk termenung di ruang kerjanya sembari memandangi paper bag berisi menu makan siang dengan tatapan kosong. Niatnya, bingkisan tersebut ingin ia berikan pada Hara untuk disantap bersamanya.

Pikirnya, Hara akan kembali ke rooftop seperti hari kemarin. Namun beribu sayang, gadis itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya, kendati Jungkook telah menunggu seorang diri hampir satu jam lamanya.

Kini, Jungkook kian gelisah memikirkan apakah Hara membencinya karena sikapnya kemarin? Ataukah gadis itu sengaja menghindar?

Pikiran-pikiran tersebut terus bergelayut memenuhi kepala Jungkook. Ia bahkan belum sempat makan apapun sejak tadi. Padahal biasanya ia selalu memprioritaskan perutnya terlebih dahulu dan mengesampingkan hal lain.

Ditambah lagi tidak ada Jimin di sana, lantaran sekretarisnya itu harus menemui vendor untuk melakukan kerjasama dengan perusahaannya.

Tak lama, terdengar suara ketukan pada pintu. Sontak saja Jungkook terperanjat, mengira Hara akan muncul dari ambang pintu. Namun angannya harus ia telan bulat-bulat sebab yang datang adalah Yeji.

"Permisi, Tuan Jungkook." sapa Yeji malu-malu.

"Ada perlu apa ke sini?" Jungkook memposisikan duduknya menjadi tegap, supaya kewibawaannya sebagai seorang CEO muncul kembali. Lantaran ia tidak akan menunjukkan kegalauannya pada orang lain. Terlebih pada bawahannya sendiri.

"Bukankah kau yang memintaku datang langsung menyerahkan laporan mingguan ini?" tanya Yeji berhati-hati. Ia mulai takut kalau ketua Ahn benar-benar mengerjainya.

Butuh lima detik bagi Jungkook untuk membuat kesadarannya kembali. Ia lantas baru teringat, bahwa kehadiran Yeji di ruangannya sebab atas perintahnya sendiri.

"Oh, iya. Benar. Mana laporannya?"

Sontak Yeji menyerahkan berkas yang dibalut map kulit dari genggamannya. Sebenarnya bukan itu alasan Jungkook memanggil Yeji ke ruangannya. Sudah bisa ditebak bukan tujuannya apa?

Jungkook pun menerima map tersebut tanpa berniat membukanya. Hanya ia letakkan di atas meja kerja begitu saja sesudahnya.

"Begini, apa kau dekat dengan Hara?"

Gadis di hadapannya sempat terdiam penuh tanya sebelum menjawab iya.

Jungkook lantas kembali melanjutkan pertanyaan kedua. "Apa saat ini dia sudah punya pacar?"

Kali ini Yeji menautkan kedua alisnya heran. "Kenapa kau tidak tanya sendiri padanya?"

"Ah, soal itu ...,"

Sudah. Tapi Hara menolak menjawab.

Seakan masih kurang, pertanyaan selanjutnya pun kembali Jungkook lontarkan. "Kau tahu di mana dia tinggal?"

"Hm ... aku belum pernah ke rumahnya, sih. Dia selalu menolak setiap aku ingin mampir." Yeji memberi jeda sebelum melanjutkan ucapannya kembali. "Bukankah perusahaan memiliki data lengkap Hara? Kenapa tidak mencari saja di sana?"

Jungkook dibuat kikuk. Tidak heran Yeji dan Hara berteman akrab. Lihat saja sifat mereka yang terlihat mirip.

"Oh, iya. Apakah kau memanggilku kemari hanya untuk menanyakan Hara?"

Jungkook stagnan. Rupanya sifat Jimin turut dimiliki pada gadis di hadapannya. Sebagai pribadi yang peka dan pandai membaca situasi.

"Yah ... kau bisa bantu merahasiakannya, kan?"

Yeji mengangguk ringan. Untunglah gadis itu bisa diajak bekerjasama. Semoga saja.

"Kalau begitu aku bisa pergi?" pinta Yeji kemudian.

"Oh, tunggu. Apa Hara makan siang hari ini? Aku tidak melihatnya."

"Iya, dia makan siang di kantin bersamaku." seakan sudah paham maksud tersirat Jungkook, Yeji lantas menambahkan, "Biasanya dia makan di rooftop kalau tidak ada teman."

Kekhawatiran Jungkook selama beberapa puluh menit terakhir akhirnya luruh seketika. Syukurlah ia hanya salah mengira tentang penilaiannya pada Hara.

Sementara Yeji pamit meninggalkan ruangan disertai keheranan. Memikirkan mengapa sang CEO begitu tertarik dengan Hara. Namun sebagai teman dekat, Yeji akan mendukung penuh jika Hara akan menjalin hubungan dengan Jungkook nantinya. Meski rasanya terdengar mustahil.

...***...

Sore ini, bus yang ditumpangi Hara menuju lingkungan rumahnya, sudah tiba di tempat. Pun seperti biasa, ia hanya pulang ke rumah seorang diri tanpa pernah mengajak Yeji untuk mampir meski temannya itu merengek memaksa. Ataupun mengiyakan ajakan Soobin untuk mengantarnya pulang. Hara takut akan dibenci jika orang lain mengetahui tentang keluarganya yang hancur berantakan.

Usai menyusuri jalan dengan berjalan kaki dari halte, tanpa terasa tinggal sepuluh langkah lagi Hara tiba di depan pagar rumahnya. Entah mengapa jalan pulang selalu lebih cepat dibanding saat berangkat kerja.

"Hara sudah pulang?" sapa bibi Mijin---tetangga Hara yang kediamannya terletak persis di samping rumah gadis itu.

Hara lantas berhenti sejenak untuk balas menyapa. "Oh, Bibi Mijin. Iya,"

"Aku tidak menyangka kau masih betah tinggal di rumah itu,"

"Iya, Bi. Mau bagaimana lagi, aku belum punya tabungan untuk membeli rumah sendiri." jelas Hara disertai tawa kecil.

"Kenapa tidak tinggal saja denganku,"

"Terima kasih untuk tawarannya, Bi. Tapi aku tidak ingin merepotkanmu."

"Baiklah," bibi Mijin tidak ingin memaksa pilihan Hara. "Ketuk pintu rumahku kalau kau berubah pikiran, ya." tambahnya, diiyakan dengan seulas senyum sumringah dari gadis itu.

Bibi Mijin pun mempersilahkan Hara tanpa berniat berbincang lebih lama. Seiring gadis itu menghilang dari pandangannya, bibi Mijin memberi tatapan khawatir. Ia sangat paham apa yang terjadi pada Hara selama ini. Dan juga mempertanyakan mengapa Hara tak memilih meninggalkan rumah itu setelah apa yang terjadi.

Begitu membuka pintu, bukan ucapan selamat datang yang menyambut Hara. Terlihat ibu dan ayahnya tengah bertengkar hebat di ruang tamu yang letaknya tidak jauh dari posisi Hara berdiri.

Teriakan, umpatan, serta barang-barang yang dibanting turut menghiasi perdebatan keduanya. Sementara dari arah tangga, Shin Hoseok yang merupakan kakak laki-laki Hara menghampiri dirinya yang masih berada di ambang pintu sembari menunduk. Diiringi detak jantung Hara berpacu cepat diselimuti rasa takut.

"Kau masih berani datang ke rumah ini?!" Hoseok berujar dengan sebuah majalah yang mulai digulung dalam genggamannya, lantas memukul-mukul kepala Hara beberapa kali.

"Berani sekali! Adik bodoh! Tidak tahu diri!"

Hara tak mampu melarikan diri. Kedua kakinya seakan tertahan tak bisa diajak berkompromi. Ia hanya pasrah menerima sakitnya pukulan hingga membuat kepalanya mulai berdenyut nyeri. Ia tetap tertunduk guna melindungi diri. Sebab melangkah mundur pun tiada arti. Pukulan yang diberikan sang kakak sulit dihindari. Kedua orangtuanya pun nampak tak peduli.

Air mata Hara tak mampu dibendung lagi. Pertengkaran ayah dan ibunya tak kunjung berhenti. Kepala Hara seakan ingin pecah menghadapi keributan yang terjadi. Pun, kewarasannya kian menipis akibat kegilaan yang diberikan keluarganya ini.

Hara lantas terjongkok dengan memejamkan matanya. Menutup rapat-rapat kedua telinga menggunakan tangannya sembari berteriak histeris.

"HENTIKAN!"

"BERISIK!!!"

"BUNUH SAJA AKU!"

"BIARKAN AKU MATI!"

Detik berikutnya, seseorang---yang ternyata adalah Jungkook menerobos masuk sebab teriakan Hara terdengar begitu keras begitu ia membuka pintu pagar yang tidak dikunci.

Jungkook lantas menghampiri Hara dan memposisikan dirinya di sebelah gadis itu dengan khawatir. Bertanya-tanya apa yang membuat Hara berteriak histeris? Apa yang membuat gadis itu gemetar ketakutan saat ini? Lantaran tidak ada seorang pun di dalam rumah tersebut. Apa yang terjadi padanya?

"Hara,"

"Hara, sadarlah!"

Gadis itu bahkan tidak menyadari kehadiran Jungkook yang terus memanggil namanya, sembari menepuk-nepuk punggungnya lembut. Hara tetap meringkuk dalam kegelisahan. Menerima kebisingan yang memenuhi kepalanya.

"Hara,"

Hingga panggilan ke tiga, suara Jungkook berhasil membangkitkan kesadaran Hara. Gadis itu sontak mengangkat kepalanya perlahan---memberanikan diri beradu tatap dengan pria yang entah bagaimana bisa berada di sana.

"Ju-- Jungkook?"

"Hara, kau baik-baik saja?"

"Apa kau akan membenciku?"

...To be continued.......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!