Namun yang pasti, Jungkook tahu gadis itu tidak terlihat baik-baik saja. Maka tanpa keraguan sedikitpun, Jungkook mengarahkan langkahnya menuju gadis tersebut.
Di sisi lain, Hara menyadari kehadiran Jungkook yang berdiri di hadapannya. Dengan perlahan, gadis itu sontak mendongak guna mencari tahu siapa sosok di hadapannya. Hara mengerjap beberapa kali mencoba mengenali rupa sang pria di bawah sinar bulan purnama. Gadis itu bahkan tidak menampakkan rasa takut sedikitpun, mengingat orang asing yang entah datang dari mana tiba-tiba saja mendekatinya. Bisa saja ada hal buruk yang akan menimpanya saat itu juga. Namun Hara percaya pada pria tersebut akan menjadi penolongnya.
Pun di waktu yang bersamaan, Jungkook yakin telah terjadi sesuatu pada gadis itu. Penampilan Hara terlihat sangat berantakan. Mata sembab, hidung merah, dan sisa air mata yang masih berjejak di pipinya. Entah sudah berapa lama gadis itu menangis. Hara bahkan tidak memikirkan untuk mengenakan jaket atau baju tebal, mengingat dinginnya hembusan angin malam. Gadis itu hanya dibalut kaos lengan pendek dan celana jeans selutut ala pakaian rumahan. Jungkook mengerti, tidak peduli akan penampilan yang tengah dikenakan, gadis itu hanyalah memikirkan cara untuk bisa kabur.
"Kau siapa?" suara serak Hara memecah keheningan di antara mereka.
Namun tanpa menjawab, tiba-tiba saja Jungkook mencondongkan tubuhnya pada Hara. Memberi pelukan hangat di sana. Meski tidak tahu apa yang terjadi pada Hara. Meski tidak perlu menunggu penjelasan yang keluar dari mulut gadis itu, Jungkook mengulurkan tangannya secara sukarela.
Jungkook seakan merasakan luka yang ada pada Hara saat ini. Bagaimana rasa sakit mencekik yang menimbulkan luka menganga, hingga menyesakkan dada.
Jungkook pun seakan mengingatkan dirinya sendiri pada gadis itu. Berada dalam kesendirian memeluk kehampaan. Hanya ditemani bayangan yang akan menghilang ditelan gelapnya malam. Bersembunyi di balik remang sinar bulan. Duduk tersudut memeluk lutut di ujung ruang. Berharap seseorang akan datang mengeluarkannya dari penderitaan.
Hara yang mendapat perlakuan tersebut dari orang asing tidak lantas marah atau menepis pelukan dari sang pria. Ia justru menemukan rasa aman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Perasaan hangat dan nyaman, turut mengisi kekosongannya. Lantas tanpa sadar, Hara melingkarkan kedua tangannya pada tubuh berotot Jungkook, sembari meremat jari-jarinya pada jaket pria itu.
Hara pun menumpahkan kesedihannya tanpa permisi. Derasnya air mata yang mengalir menandakan besarnya rasa sakit yang ia tahan selama ini. Sesekali Hara terisak, hingga membuat dadanya terasa sesak.
Terkadang, seseorang tidak perlu menjelaskan kenapa untuk membuatnya baik-baik saja. Ataupun dijejal nasihat mengandung motivasi yang belum tentu bisa meringankan beban penderitaannya. Cukup tanpa bertanya, dan memberikan pelukan yang nyaman, sudah membantu meluruhkan sebagian besar perasaan sakit tak tertahan.
Jungkook melonggarkan pelukannya begitu menyadari Hara telah berhenti menangis. Dilihatnya gadis itu tengah mengusap air matanya dengan kaos yang dipakainya. Jungkook pun masih belum berkata sepatah kata. Ia lantas duduk di sebelahnya Hara sembari menunggu gadis itu sudah siap untuk bicara.
"Maaf, sudah lancang. Padahal aku tidak mengenalmu."
Jungkook menoleh. "Aku yang lancang, karena memelukmu begitu saja."
"Tapi pelukanmu membuatku nyaman." detik berikutnya Hara lantas memalingkan wajahnya. Ia terlalu malu dengan ucapannya sendiri yang refleks terucap. Pun, pria di sebelahnya pasti tengah menertawakannya saat ini.
"Sudah merasa lebih baik?"
Hara terperanjat. Entah mengapa, hal-hal sederhana yang Jungkook berikan padanya adalah pertama kali bagi gadis itu.
"Berkat dirimu ... terima kasih." Hara memberanikan menatap pria di sebelahnya, membuat pandangan mereka saling bertemu.
Mereka saling bertukar tatap tanpa suara untuk beberapa saat. Jungkook sebagai pribadi yang terlalu peka, menyadari ada segelintir pertanyaan yang ingin diajukan gadis itu. "Ada yang ingin kau tanyakan?"
Kedua bola mata Hara membesar bak orang gelagapan. Sungguh, Jungkook seakan tahu segalanya apa yang gadis itu inginkan.
Hara tertunduk menatap tanah. "Yah ... biasanya orang lain akan bertanya aku kenapa, meminta untuk bercerita, lalu pada akhirnya aku mendapat nasihat yang sulit untuk kuterima." Hara kembali menautkan pandangannya pada Jungkook. "Tapi kau berbeda. Kau tahu apa yang kuinginkan tanpa harus bicara panjang lebar. Bagaimana kau menjelaskan ini?"
Jungkook mengedikkan bahu. "Takdir? Anggap saja kehadiranku sebagai takdir untukmu."
Oh, sungguh. Pria di sebelahnya ini memang terlalu frontal atau bagaimana, sih? Ada saja hal-hal tak terduga membuat jantung Hara siap meledak, lantaran debaran yang bertalu hebat.
Seakan tidak merasa ada yang salah, Jungkook kembali melanjutkan afirmasinya. "Aku hanya merasa kita sangat mirip."
Perlahan, degup jantung Hara mulai berdetak normal. "Maksudmu?" desaknya tak sabar mendengar kalimat selanjutnya.
"Aku seakan memahami penderitaanmu saat ini. Sakitmu, aku merasakan hal yang sama. Dan lukamu, aku turut memilikinya. Aku seperti berkaca, melihat diriku dalam dirimu. Atau bisa kukatakan, kau adalah aku."
Hara tidak mengerti. Sulit baginya mencerna pernyataan yang diberikan pria itu. "Kau bahkan tidak tahu penyebab aku ada di sini," Hara meragukan penilaian Jungkook tentang apa yang ia alami. Baginya itu hanyalah kebetulan semata.
"Masalah keluarga." seakan panah yang menancap tepat sasaran, Hara kembali dibuat terdiam.
Sekali lagi, Hara menganggap ucapan benar Jungkook adalah kebetulan. Namun seketika keraguannya dipatahkan, kala Jungkook melanjutkan ucapannya.
"Untuk apa kau memilih tempat ini, jika memiliki rumah untuk berpulang?"
Hara diam membeku.
"Karena kau tidak bisa menjadikan tempat itu sebagai rumah, bukan? Melihatmu seperti ini, yang kau pikirkan hanyalah bisa kabur, walau tanpa persiapan. Kau hanya ingin lari dari tempat itu." jelas Jungkook lagi, membungkam keraguan Hara.
"Bisakah kita bertemu lagi?" Hara seakan mendapatkan kenyamanan. Ia tidak ingin kehilangan pria ini.
"Tentu. Di tempat dan jam yang sama." sama halnya dengan Jungkook, ia pun menginginkan hal serupa.
Di hari esoknya, keduanya benar-benar menepati janji. Mereka bertemu dengan membawa luka baru, lalu saling menyembuhkan setelahnya. Hingga tak terasa pertemuan mereka sudah 1 minggu.
Pada pertemuan ke 7, Jungkook hadir dengan kondisi tidak biasa pada wajahnya. Terdapat luka gores pada pipi kiri Jungkook, disertai sudut bibirnya terluka dan masih tersisa darah segar di sana.
"Wajahmu kenapa? Kemarin tidak ada."
"Biasa, pria." Jungkook tidak ingin mengatakan yang sebenarnya, bahwa luka itu baru saja didapatkan dari ayahnya satu jam yang lalu.
Di sisi lain, Hara tidak ingin bertanya lebih lanjut. Ia memilih mempercayai ucapan bohong Jungkook. Bukan karena tidak peduli, baginya, memang benar hal tersebut biasa terjadi pada pria.
"Sepertinya ini akan menjadi pertemuan yang terakhir." tanpa basa-basi, Jungkook membuat pernyataan.
"Kenapa?"
"Aku akan tinggal di Amerika. Tidak tahu kapan kembali."
Hara kalut. Perasaan sedih, kecewa, marah, takut, serta segelintir pertanyaan yang memenuhi kepalanya bercampur menjadi satu. Ia tidak tahu harus menunjukkan sikap yang mana. Mengingat dirinya bukanlah siapa-siapa, teman pun rasanya bukan. Bahkan, hingga detik ini, mereka masih belum mengetahui nama masing-masing.
"Ah, begitu. Memang pada akhirnya, hanya diri sendirilah yang bisa aku andalkan." Hara tersenyum getir. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia ingin mencegah Jungkook pergi. Namun apa haknya bersikap demikian.
"Bisakah kita bertemu untuk terakhir kalinya ... sebelum kau benar-benar pergi?" lanjutnya.
Jungkook memberi anggukan. "Besok di jam 6 pagi, kita bertemu di sini."
Hari berikutnya benar-benar menjadi pertemuan terakhir mereka. Hara menyerahkan sebuah paper bag, dan meminta Jungkook untuk tidak membukanya sekarang. Sementara Jungkook menerimanya dengan tidak enak hati. Jika tahu Hara akan memberikannya bingkisan, ia akan melakukan hal yang sama. Namun apa daya, desakan sang ayah membuat Jungkook tidak sempat mempersiapkan apapun untuk Hara.
"Anggap saja hadiah terima kasih."
"Baiklah, terima kasih. Maaf, aku tidak membawakan apa-apa."
Hara cepat-cepat menggelengkan kepala. "Tidak masalah, selama ini kau membantu banyak."
Jungkook mengangguk-angguk, sembari dilihatnya arloji pada pergelangan tangan kirinya---mencari tahu berapa lama lagi waktu yang ia miliki untuk Hara. Di saat yang bersamaan, Jungkook baru menyadari kaca arloji kesayangannya retak. Entah kapan retaknya, mungkin saat bertengkar dengan Jiwook.
"Maaf, aku harus pergi,"
"Baiklah. Selamat tinggal, jaga kesehatanmu."
"Kau juga, harus bahagia."
Mereka tidak saling berkata 'sampai bertemu lagi' lantaran tidak tahu kapan akan bertemu kembali. Bahkan keduanya tidak saling bertukar nomor telepon untuk tetap berkomunikasi. Takdir mereka seakan hanya pertemuan sesaat, yang akan dilupakan kapan saja. Mereka bertemu dan berpisah di tempat yang sama.
Selagi menunggu pesawat take off, Jungkook terdorong rasa penasaran untuk segera membuka isi paper bag pemberian Hara. Ia mendapati sebuah kotak berisi jam tangan. Sejujurnya gadis itu sudah menyadari arloji Jungkook retak pada pertemuan mereka kemarin, sebab itulah arloji menjadi hadiah terima kasih dari Hara.
Selain jam tangan, Jungkook turut mendapati sebuah surat dengan tulisan tangan, yang isinya:
Hei, terima kasih karena tidak bertanya.
Namun memberikan bahumu untuk kubersandar di sana.
Mengizinkanku meluapkan segala emosi yang dirasa.
Mengisi kedamaian sepanjang purnama.
Untukmu, yang membaca pesan ini tanpa suara.
Shin Hara - 2 Januari 2021
...To be continued.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments