Bab 16

"Pangeran bungsu? Bukankah dia sudah meninggal. "

Setau Chu Yao pangeran bungsu Alorra sudah lama tewas. Setidaknya begitulah kabar yang sudah beredar lebih dari usia nya saat ini. Jika memang masih hidup, mengapa baru sekarang pencarian dilakukan?

"Fakta sejarah memang mengatakan demikian. Tapi, akhir-akhir ini ada rumor yang mengatakan bahwa penerus takhta kerajaan Alorra itu masih hidup." Jelas Ye Zuan. Suaranya menjadi lebih tenang dan bersahabat.

Posisi mereka kini telah mengitari api unggun. Masing-masing mengambil jatah makan dan menyantapnya tanpa indikasi akan menyerang satu sama lain.

Mo Yan menyodorkan seekor ikan yang telah dipanggang nya dengan sukarela kepada Chu Yao. Perempuan cantik itu mengambilnya dengan senyuman.

"Apakah tidak berbahaya jika informasi seperti ini anda bagikan dengan orang asing seperti kami?" Celetuk Mo Yan diiringi dengan lirikan curiga.

"Berbahaya atau tidaknya tergantung tindakan kalian. Jika sampai informasi ini bocor ke lain orang berarti kalianlah tersangka utamanya. " Senyum Ye Zuan penuh kelicikan.

Haha..

Sudah ku duga! Bedebah sialan ini ternyata menjebak kami! Begitulah batin Chu Yao berteriak. Merespon senyum lebar Ye Zuan yang terpampang seakan tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Sekali lagi sang pangeran licik itu memamerkan deretan giginya yang putih bersih. Ia tersenyum lebar menanggapi wajah masam Chu Yao," Tenanglah.. Lagipula informasi itu juga belum valid." Tambahnya dengan hembusan napas panjang.

Jika memang pangeran bungsu masih hidup, kira-kira dimana dia sekarang?

Chu Yao memijat kecil keningnya. Tak seharusnya ia ikut memikirkan masalah yang tidak ada kaitan dengan dirinya. Ia seharusnya fokus pada permasalahannya sendiri.

Mo Yan yang sejak tadi melihat ketertarikan Chu Yao terhadap masalah itu, dengan bijak menghentikannya.

"Sudah larut malam, sebaiknya kita beristirahat sekarang." Mo Yan mengambil mantel tebal dan menyelimutkannya ditubuh sang majikan.

Chu Yao menguap hingga sudut matanya sedikit berair. Tanpa mengakhiri pembicaraan, Mo Yan membimbing Chu Yao untuk tidur di sampingnya.

"Hei, agaknya tidak sopan meninggalkan pembicaraan seperti ini, kan?" Ucap Ye Zuan dengan nada sedikit jengkel.

"Sebaiknya pangeran juga segera tidur. Pembicaraan tadi, anggap saja kami tidak pernah mendengarnya. Kami tidak memiliki kepentingan terhadap masalah itu." Perkataan Mo Yan menciutkan kecerewetan Ye Zuan.

Pangeran ke delapan itu merengut dengan gumaman pelan, "kalian itu memang cocok. Satunya bermulut pedas, yang satu lagi bermulut tajam. Dasar manusia-manusia berhati dingin."

"Yun yi, Lu Jin! Kalian jangan mau diperbudak cinta, ya! Nanti otak kalian tidak akan berfungsi dengan normal." Singgung Ye Zuan dengan suara yang sengaja dinyaring-nyaringkan.

Mo Yan pura-pura tidak mendengar luapan kekesalan sang pangeran. Ia tetap memejamkan mata. Sedangkan Chu Yao sudah terbaring nyaman di kaki Mo Yan dan tertidur dengan lelap.

***

Satu hari perjalanan mereka lalui tanpa hambatan. Meski masih ada rasa curiga terhadap satu sama lain namun tak menjadikan sebab pertengkaran antara dua kubu tersebut.

Proses masuk kota Nian pun tergolong mudah berkat plakat Kekaisaran milik pangeran Ye Zuan. Sebenarnya tanpa bantuan sang pangeran pun mereka bisa saja memasuki kota. Hanya saja penjagaan gerbang kota kali ini memang lebih diperketat dari sebelumnya.

Sepertinya informasi yang diberikan pria narsis itu benar adanya.

"Karena setelah ini tujuan kita sudah berbeda, ada baiknya kami berpamitan dengan sopan." Ucap Chu Yao ketika mereka telah benar-benar masuk kedalam kota.

"Terima kasih banyak atas bantuan pangeran selama ini." Tambah Chu Yao seraya membungkuk memberi hormat.

Ye Zuan menghentikan sikap Chu Yao yang terlalu formal. Ia seperti orang yang gelagapan melihat sekeliling, "ssttt!! hentikan sikapmu yang seperti itu. Aku kesini dengan identitas tuan muda Lei. Jadi panggil aku dengan sebutan A-Zuan saja."

Chu Yao sedikit geli melihat sikap panik sang pangeran, "baiklah, kalau begitu tuan muda Lei, semoga perjalanan tuan muda aman dan lancar."

Ye Zuan berdecak. Raut wajahnya yang masam tertutupi dengan hentakan kipas, "kau ini benar-benar keras kepala, sudah kubilang panggil saja A-Zuan."

"Ah sudahlah! Kurasa jodoh kita masih panjang. Kelak jika kita bertemu kembali, kau harus memanggilku dengan sebutan A-Zuan." Perintah Ye Zuan yang kembali menaiki kuda dan melanjutkan perjalanannya.

Sang pangeran melambaikan tangan. Setelah siluet Chu Yao dan Mo Yan menghilang, ia kembali memasang wajah dinginnya. Yun Yi yang sejak awal hanya diam kini membuka suara.

"Apakah tidak masalah jika mereka tau tentang informasi pangeran bungsu Alorra?"

"Benar Tuan. Identitas mereka belum sepenuhnya kita ketahui. Takutnya mereka itu salah satu musuh yang selama ini mengincar keamanan, tuan." Tambah Lu Jin dengan penuh kekhawatiran.

Ye Zuan dengan tenang menjawab, "tidak perlu takut. Mereka bukan dari pihak permaisuri. Aku tau siapa gadis itu. Dia adalah putri pertama jendral Chu dan pengawal pribadinya."

Kedua pengawalnya tersentak kaget. Mereka saling melempar pandang. Mereka tak menyangka sang pangeran dengan lugas menyebutkan nama permaisuri dalam perjalan mereka hari ini.

Bukankah agak riskan menyebut identitas musuh dengan lantang seperti itu. Tapi sudahlah, selama sang tuan merasa nyaman maka mereka akan dengan senang hati menerimanya.

"Ampuni ketidaktahuan kami, tuan." Ucap Yun Yi menyesali pertanyaannya.

"Benar, kami sama sekali tidak tau jika nona Yao adalah nona pertama Chu." Timpal Lu Jin dengan pandangan tunduk penuh hormat.

"Lupakan! Wajar saja kalian tidak tau." Balas Ye Zuan santai.

Pangeran ke delapan itu menarik napas. Pikiran nya kembali memintal beberapa peristiwa yang terjadi ketika mereka melakukan perjalanan bersama-sama.

Ia mengingat bagaimana ia bisa menyadari identitas perempuan itu dengan penuh keyakinan.

Sepengetahuannya, Giok naga memeluk bola kehidupan itu hanya terdapat dua pasang. Ayahanda kaisar hanya memberikan sepasang Giok itu pada dirinya dan Jendral Chu  yang merupakan orang kepercayaan beliau.

Hanya jendral Chu dan keturunannya sajalah yang bisa mengenali Giok tersebut dan dia bukan putri kedua jendral yang terkenal glamor dan feminin.

Sudah bisa dipastikan dia merupakan putri pertama jendral yang terkenal membuat ulah akhir-akhir ini.

Ditempat lain, Chu Yao mengikuti langkah kaki Mo Yan. Mereka menuju beberapa blok jalan yang sepi dan sempit.

Sesekali Mo Yan menggendong Chu Yao dan melompati beberapa atap rumah penduduk.

Tak berapa lama, mereka tiba disuatu jalan yang penuh dengan pertokoan. Situasi jalan itu sangat berbeda dengan jalan-jalan sebelumnya yang cenderung sepi dari manusia.

Kali ini jalan yang mereka lewati penuh akan aktifitas jual beli. Mereka berjalan melewati beberapa toko dan akhirnya memasuki sebuah toko yang lumayan besar dengan pelanggan yang cukup ramai.

Toko tersebut menjual berbagai kain dan aksesoris khusus perempuan.

"Selamat datang. Tuan dan nona ingin mencari kain atau aksesoris seperti apa? Kami menjual dengan berbagai jenis dan juga motif yang beragam." Ucap seorang pelayan yang menyambut kedatangan Mo Yan dan Chu Yao.

"Jepit rambut patah, bunga persik." Balas Mo Yan.

Pelayan tadi membungkuk mendengar kode rahasia yang Mo Yan sebutkan. Ia segera memimpin jalan. Mereka menaiki undakan  tangga dan terhenti di sebuah kamar.

Sang pelayan meminta mereka menunggu didalam dan pamit undur diri. Tak lama seorang pria dewasa dengan setelan pedagang masuk menyusul mereka.

"Silakan ikuti saya." Ucapnya dengan sikap penuh hormat kepada Mo Yan dan Chu Yao.

Pria tersebut memegang sebuah guci kecil di etalase kamar dan memutar nya. Seketika dinding didepan mereka terbuka dan nampak sebuah anak tangga menuju ke ruang bawah tanah yang gelap.

Sang pemilik toko menuruni tangga dan menyalakan sebuah obor untuk menerangi jalan yang mereka lalui. Ada beberapa kali belokan yang membentuk lorong-lorong kecil harus mereka lewati hingga berakhir pada satu ruangan besar dengan penerangan yang lumayan banyak disekelilingnya.

"Kalian boleh pergi." Perintah Mo Yan kepada beberapa penjaga.

Semua yang tadi bersiaga di sana langsung menghilang dari pandangan. Hanya tertinggal sang pemilik toko dan seorang pria dengan tubuh lunglai terbaring di sudut ruangan.

Chu Yao berjalan perlahan mendekati pria lemah itu. Matanya menangkap sisa-sisa ingatan yang tak utuh. Seakan potongan-potongan puzzle yang mulai tersusun, wajah tua itu telah mengabadikan satu memori yang tak pernah bisa ia lupakan seumur hidup.

Kematian sang ibu.

Ah Zheng, pria itu sudah nampak tua dibanding terakhir kali dilihatnya. Entah mengapa sosok lelaki ini terlihat tidak sesuai dengan usianya saat ini. Bahkan di pantulan cahaya, rambutnya yang sedikit memutih itu seakan tidak pernah menegaskan lelaki cakap dan cekatan yang melekat dengan karakteristik nya dahulu.

Chu Yao menelan ludah. Tangannya terkepal dan salah satu lututnya menyentuh tanah, menumpu berat badannya dengan keseimbangan penuh.

"Ah Zheng, kau ingat aku?" Suara Chu Yao yang pelan memantul, membuat gema didalam ruangan.

Ah Zheng tak bergeming. Matanya tetap dalam kekosongan.

"Mengapa dia jadi seperti ini?" Tanya Mo Yan pada sang pemilik toko yang tak lain merupakan salah satu rekannya. Lu Ming.

Lu Ming menampakkan ketidaktahuannya. Dengan sopan ia menjelaskan, "keadaannya berubah drastis ketika kami membawa dan menahannya disini."

"Sepertinya ia telah lama diracun dan rutin meminum penawarnya. Namun semenjak berada disini, dia tidak lagi mengkonsumsinya. " Tambah Lu Ming.

"Apa dia mengatakan siapa yang telah meracuni nya?"

Lu Ming menggelengkan kepala, "Dia sama sekali tidak berbicara sejak tiba disini. Meski dengan tekanan yang sudah anda instruksikan."

Chu Yao berpikir sejenak. Ia lebih mendekatkan tubuhnya. Mencoba meluruskan pandangan Ah Zheng tepat kewajahnya.

"Ah Zheng... " Panggil Chu Yao dengan sedikit penekanan, ".. Aku Chu Yao, putri selir Meng. Apa kau masih ingat?"

Ada sedikit gerakan di bola mata pria itu. Seakan mendapat respon baik, Chu Yao kembali melanjutkan, " Apakah kau masih ingat selir Meng? Apa kau tau penyebab ibu bunuh diri?"

Tangan Ah Zheng mengepal. Tanpa ada yang menghentikan, Chu kembali merangsang memori pria itu, "mengapa kau menghilang setelah kematian ibu? Apakah kau yang membuat ibuku seperti itu?"

Tuduhan Chu Yao seakan memberi lecutan emosi pada Ah Zheng. Pria itu meraung ketakutan dan bergerak maju menyerang Chu Yao. Chu Yao terkaget dan tanpa sadar mundur dengan posisi tubuh bersandar pada badan tegap Mo Yan.

Sang pengawal dengan gesit menahan gerakan Ah Zheng. Lu Ming seketika berdiri dibelakang Ah Zheng dan memberi tendangan tipis hingga pria itu terjatuh berlutut di atas tanah.

"Bukan aku! Itu semua bukan salahku!" Ah Zheng meneriaki Chu Yao dengan sekuat tenaga, "Mereka yang menyuruhku memasukkan racun Tanpa Harapan. Mereka telah mengancam ku!!"

"Racun tanpa harapan?" Ulang Chu Yao. Racun dengan halusinasi dan delusi tingkat tinggi ternyata diberikan kepada ibunya sejak lama.

Ah Zheng meronta dalam ikatan Lu Ming. Gerakan begitu intens dengan sorot mata penuh kebencian.

"Siapa yang mengancam mu? Siapa juga yang telah meracuni mu?" Detak jantung Chu Yao semakin membalap isi kepalanya. Ia menjadi tidak sabaran.

"Aku akan menyelamatkan mu. Jika kau memberitahu semuanya kepadaku. Aku berjanji, aku akan menyelamatkan hidupmu!" Ucap Chu Yao tanpa memperdulikan tangan Mo Yan yang mengunci tubuhnya. Ia tak sadar semakin mendekat kearah pria liar itu.

Laki-laki itu meludah. Seakan jijik mendengar janji yang Chu Yao berikan. Ia tertawa dengan keras hingga menggelegar di seluruh ruangan bawah tanah.

"Persetan dengan ucapan mu! Kau sama saja dengan mereka! Oh tentu saja, kau memang salah satu dari mereka, manusia-manusia kejam yang berkuasa!"

"Mereka dulu juga berjanji akan menawarkan racun yang mereka beri di tubuhku jika aku menuruti apa yang mereka perintahkan. Namun nyatanya? Sampai saat ini aku masih hidup dalam tekanan mereka!!"

Napas Chu Yao naik turun, ia masih berusaha mengontrol nada bicaranya, "siapa mereka?"

Ah Zheng terkekeh mengejek pertanyaan yang terlontar dari bibir gadis itu, "pertanyaan klise.. "

"Jika kukatakan kalau iblis itu ibu tirimu dan antek-antek nya, apa kau akan percaya?" Seringai Ah Zheng nampak sedikit mengerikan.

"Ibu tiri? Nyonya Xun?!" Tebak Chu Yao.

Ah Zheng semakin tergelak, "ahahahaaaa.... Nyonya Xun katamu? Wanita dungu itu sama bodohnya denganku. Dia hanya bidak. Kecemburuan telah membuatnya mudah dimanfaatkan... "

Chu Yao yang sudah merasa menemukan titik terang kini kembali dalam lubang gelap kebingungan. Nyonya Xun adalah ibu tirinya. Jika bukan dia, siapa lagi?

Setelah puas tertawa, Ah Zheng kembali melotot dan berteriak liar kearah Chu Yao.

"Dasar bodoh! Setelah sekian lama kau belum juga tau jika pusat bencana ini adalah rencana jahat ibu tirimu!" Raung Ah Zheng.

Dengan gerakan semakin liar ia kembali meneriakkan suatu fakta yang membuat semua orang tak bisa berkata-kata.

"Dia adalah permaisuri! Iblis itu adalah permaisuri!! Ibu tirimu, bangs*t!!!!"

Terpopuler

Comments

Ayano

Ayano

Hmm... haruskah aku mengiyakan dirimu?
Dengerin ampe puas aja dulu

2023-09-29

0

Ayano

Ayano

Pengen ditonjok ampe ompong jiiir 😑

2023-09-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!