Bab 9

Beberapa alat musik mahal berkualitas sudah berjajar rapi di atas meja. Mulai guzheng, erhu hingga harpa yang notabene alat musik dari negara luar. Nona Cheng benar-benar ingin memamerkan kekayaan yang dimiliki keluarganya.

Dari sekian banyaknya alat musik yang ditawarkan, Chu Yao justru meminta seorang pelayan untuk mengambilkannya sebuah dizi. Meski terlihat kebingungan namun sang pelayan tetap memberikan apa yang Chu Yao inginkan.

Tak berapa lama terdengar alunan musik keluar dari seruling yang ditiup Chu Yao. Begitu lembut dan merdu. Membuat orang-orang yang mendengarnya merasa terbuai. Terhanyut dalam ritme. Membentuk gumpalan imajinasi beragam di masing-masing rasa.

Tak ada yang tau jika selama ini nona pertama Chu memiliki keahlian musik yang begitu hebat. Tentu saja. Keahliannya itu didapatkannya ditengah perjuangan mempertahankan hidup di masa lalu. Di kesendirian nya menunggu kematian ditempat entah berantah. Seorang diri.

Rasa kehilangan, ketidakbergunaan, dan kehampaan itu telah melahirkan emosi kuat dalam dirinya dan mengakibatkan permainan seruling yang sebelumnya halus menjadi penuh emosional.

"Berhentilah."

Pergelangan tangan Chu Yao disentuh lembut oleh sebuah tangan kasar yang dikenalnya. Permainan seruling itu otomatis terhenti.

"Mo Yan."

Chu Yao kembali tersadar. Ia menyadari jika permainannya sudah diluar kontrol.

Untunglah Mo Yan segera menghentikannya. Jika tidak, efek suara seruling bambu itu akan membuat kerusakan pada panca indra orang-orang disekitarnya.

Chu Yao menyerahkan seruling tersebut kembali ke tempatnya. Napasnya memburu. Ia berusaha menstabilkan diri.

Tepuk tangan mulai terdengar memenuhi aula. Rasa penasaran orang-orang telah terpuaskan. Sudah saatnya untuk mengakhiri drama-drama konyol ini, pikir Chu Yao.

"Kakak Yao. Permainan seruling mu sungguh hebat. Aku baru pertama kali ini mendengar dizi yang dimainkan dengan penuh emosi seperti itu." Seru Zhao Lin Lin dengan penuh kekaguman.

"Benar. Permainan nona Chu benar-benar membius kami disini." Tambah Zhao Ming De dengan tatapan penuh arti.

Pemuda kharismatik itu tak bisa menahan rasa ketertarikannya. Tanpa sadar dirinya semakin ingin mendekat.

Mo Yan maju selangkah. Ia menghalangi pandangan Zhao Ming De yang sejak tadi seakan tak berkedip kearah Chu Yao. Wajah tanpa ekspresinya menjadi gelap.

Zhao Lin Lin yang antusias melihat Mo Yan dengan berani maju menyapa, "Hai pengawal tampan! Kita bertemu lagi."

Ekspresi Mo Yan tetap datar.

Zhao Ming De berdehem kearah sang adik. Zhao Lin Lin yang semula ingin kembali menggoda Mo Yan seketika mengurungkan niatnya.

"Mohon pengawal Mo memaklumi perilaku adik saya yang masih kecil ini." Ucap Zhao Ming De tanpa mengurangi rasa hormat terhadap Mo Yan.

Pria berambut panjang terikat dengan poni tak teratur itu hanya mengangguk.

Padahal Zhao Ming De berusaha mengakrabkan diri dengan pria didepannya namun respon Mo Yan tetap sama. Diam seribu bahasa.

"Chu Ling, kau tau siapa dia?" Tanya seorang perempuan disebelah Chu Ling penasaran.

"Dia pengawal pribadi Chu Yao. Namanya Mo Yan." Jawab Chu Ling.

"Ternyata pengawal Mo. Dia begitu tampan."

"Benar, tak kalah dengan tuan muda Zhao."

"Nona pertama Chu beruntung, aku jadi ingin memiliki pengawal sepertinya."

Ucap beberapa perempuan dengan wajah memerah. Pujian itu tidaklah berlebihan. Chu Yao pun menyadari nilai plus yang dimiliki Mo Yan tidak hanya sekedar wajah yang tampan. Meski selalu terbalut pakaian hitam, tubuhnya yang terlatih tetap terlihat berbeda dibandingkan beberapa laki-laki yang ada disini.

"Nona Chu. Hamba diminta menyerahkan ini pada anda."

Seorang pelayan tiba-tiba datang dan menyerahkan sebuah kertas kepada Chu Yao. Ia membuka kertas tersebut, membacanya secara perlahan dan membiarkan sang pelayan kembali dengan sebuah anggukkan.

"Sepertinya nona pertama Chu benar-benar sibuk." Ejek Cheng Mei.

Chu Yao tak menggubris. Baginya lebih cepat meninggalkan situasi toxic ini maka semakin lebih baik.

"Nona Cheng benar. Saya sangat sibuk. Jadi, saya akan undur diri." Ia berusaha berpamitan sesantun mungkin dengan nada sedikit sarkastik.

"Baiklah... Terima kasih sudah hadir di pesta saya. Hati-hati dijalan. " Dan semoga kita tidak bertemu lagi, tambah Cheng Mei dalam hati.

"Kakak Yao sudah mau pergi? Bukankah pesta nya belum selesai." Zhao Lin Lin menggerutu sambil menarik lengan baju Chu Yao dengan manja.

"Lin Lin..." Zhao Ming De menarik adiknya dengan sedikit rasa malu.

"Apakah kami boleh suatu saat mengundang kakak Yao makan bersama?" Tambah Zhao Lin Lin yang semakin nampak tidak ingin berpisah.

Chu Ling melihat kearah tuan muda Zhao kemudian menjawab dengan ramah, "tentu saja. "

Semburat harapan seakan terlukis di wajah tuan muda Zhao. Dia dan sang adik mengantar kepergian Chu Yao dengan hati gembira.

Sayangnya perasaan gembira tersebut berbanding terbalik dengan perasaan Chu Ling saat ini. Rasa sakit semakin merajalela di hati perempuan itu.

Ia menahan marah dan tanpa sadar menggigit bibirnya hingga berdarah. Baginya tindakan Chu Yao hari ini tidak lebih dari seorang pelacur murahan yang suka menggoda pasangan perempuan lain.

Ia akan membalas perbuatan saudari tirinya itu. Lihat saja nanti!

Setibanya didepan pintu gerbang, langkah luwes Chu Yao terhenti. Xier yang sejak tadi menunggu majikannya untuk naik kedalam kereta pun menatap dengan bingung.

"Xier, kau pulanglah lebih dulu. Aku akan pulang nanti bersama Mo Yan." Perintah Chu Yao disertai anggukkan patuh Xier.

Chu Yao berbalik dan berkata, "Mo Yan, ikuti aku". Ia kemudian berjalan diiringi sosok tegap sang pengawal pribadi dibelakangnya.

Mereka melewati sisi lain di kediaman Cheng. Tak ada seorang pun yang nampak di sana selain mereka berdua. Mo Yan ingin bertanya namun seketika urung mengingat statusnya. Kembali ia mengikuti dalam diam.

"Tunggulah disini dan simpan kertas ini. Jika selama dua puluh menit aku tidak kembali, segera cari aku." Ucap Chu Yao begitu sampai diujung jalan. Ia menyerahkan selembar kertas yang tadi diberikan pelayan di aula keindahan kepada Mo Yan.

Tanpa menunggu persetujuan, Chu Yao pun melanjutkan langkah dan menghilang disebuah tikungan. Tak jauh nampak sebuah ruangan kecil di ujung nya. Ruangan itu seperti lama tidak terurus.

Ada terbersit sedikit kecurigaan di hatinya. Mungkinkah ini sebuah perangkap yang dipasang untuknya?

Siapakah orang yang sangat ingin bertemu dengannya hingga berani mengancam ingin membocorkan rahasianya?

Rahasia seperti apa yang sudah diketahui olehnya?

Pertanyaan demi pertanyaan muncul secara bergantian di otak Chu Yao. Rasa penasaran mengalahkan kecurigaan nya. Dengan berani ia berjalan memasuki ruangan tersebut.

Hening. Bola matanya yang bening secara bergantian mengamati situasi. Semakin dalam ia memasuki ruangan itu semakin besar pula kewaspadaannya.

Klak!

Bunyi pintu terkunci dengan tiba-tiba. Dengan refleks Chu Yao membalikkan badan dan mendapati seorang pemuda berdiri dibalik pintu seraya tersenyum.

"Siapa kau?" Tanya Chu Yao dengan suara tegas, "kau yang mengirimkan pesan itu, bukan?!"

Pemuda tersebut tersenyum dan berjalan mendekati Chu Yao. Pemuda itu duduk di kursi sambil meminum segelas air yang ada di atas meja.

"Nona Chu ternyata suka tidak sabaran. Duduklah bersamaku. Kita tidak perlu membicarakan rahasia itu dengan jarak sejauh ini, kan?"

"Tidak perlu bertele-tele. Kita tidak saling mengenal, untuk apa berpura-pura akrab?"

Pemuda itu tertawa, "mungkin nona Chu tidak mengenal saya, tapi saya sudah mengenal nona."

"Saya mengagumi semua hal yang ada pada diri nona. Kecantikan nona, sifat acuh dan keahlian musik nona barusan sungguh membuat saya berdebar."

"... "

"Saya tertarik dengan nona. Saya ingin menjalin hubungan lebih dalam bersama nona."

Chu Yao kembali mundur ketika pemuda tersebut berjalan maju menghampiri nya.

"Tuan muda, sebaiknya tuan tidak membuat kesabaran saya habis. Katakan saja apa yang tuan muda inginkan!" Suara Chu Yao semakin tegas. Ia harus segera meninggalkan tempat ini.

Chu Yao merasa apes. Kemanapun dia pergi, biasanya dia selalu membawa belati yang dia simpan di lengan bajunya. Tapi entah kenapa hari ini benda keramat itu malah tertinggal di atas meja riasnya.

"Ahahaa.. Tak ada rahasia apapun. Itu hanya alasanku untuk bertemu denganmu ditempat ini." Ucap pemuda itu dengan tawa sumringah.

"Kau!" Kekesalan muncul di wajah Chu Yao. Kepalanya berdenyut. Rasa sakit pun muncul.

Tiba-tiba udara disekitarnya terasa panas. Keringat menetes secara bergantian di dahinya. Napasnya menjadi sesak.

"Jangan mendekat!" Bentak Chu Yao ketika pemuda tersebut semakin dekat kearahnya.

"Namaku Shu Xian. Panggil saja aku kakak Xian. Bukankah adik Yao Yao sudah lama ingin bertemu denganku? Kudengar kau sudah lama mengagumi ku."

Dasar sialan! Ternyata dia si genit yang terkenal itu.

"Siapa.. Yang mengagumimu...dasar bodoh.. " Ejek Chu Yao dengan kesadaran yang menurun. Ia melirik teko air dan bergegas meraihnya.

Rasa panas dalam tubuhnya semakin hebat. Tanpa ragu ia meminum semua air yang ada di teko tersebut dan melemparkan nya ke wajah tuan muda Shu. Namun sayangnya lemparan itu meleset.

"Ayolah Yao Yao. Jangan menolak ku seperti ini."

"... " Suara Chu Yao seketika menghilang. Tubuhnya terduduk lemas.

Si bajingan Shu telah berdiri didepannya. Meski samar tercium aroma alkohol dari tubuhnya.

Mo Yan. Tolong aku, batin Chu Yao.

Pandangannya menjadi kabur. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi. Tubuhnya sudah teracuni oleh orang tercela ini.

"Gadis baik yang cantik harus menurut. Ayo, akan kuobati tubuhmu."

Meski telah berusaha bergerak dengan sekuat tenaga namun tubuhnya tetap tak menuruti perintah. Ketakutan mulai menyelimuti perasaannya. Pikiran-pikiran negatif mulai bermunculan di otaknya. Haruskah perjalanan hidupnya kali ini berakhir seperti ini?

BRUUUAKKKK!!! Pintu hancur seketika.

Dengan sisa kesadaran yang ada, Chu Yao melihat siluet pria menendang Shu Xian hingga terpental keluar ruangan. Ia kemudian kembali menghajar pria hidung belang itu sampai tidak bersuara.

Pria itu berlari kearahnya. Beberapa kali memanggil namanya dengan suara yang sangat akrab di telinganya.

Mo Yan!

Pria itu meraih tubuh Chu Yao yang sudah tak sadarkan diri ke pelukannya dan segera membawanya pergi meninggalkan tempat itu.

Tidak berapa lama rombongan orang-orang tiba di sana. Mereka mendapati Shu Xian terkapar tak sadarkan diri dengan pakaian terbuka dan tubuh yang penuh dengan luka memar.

Nyonya Xun yang semula sangat yakin kalau jebakannya kali ini pasti berhasil seketika menelan ludah.

Wajahnya memucat ketika tak menemukan sosok anak tirinya di sana. Rencananya telah gagal. Semuanya telah gagal total!

Disisi lain, tuan besar Cheng geram. Tubuhnya gemetar menahan marah. Pemandangan yang dilihatnya sungguh merusak reputasinya.

"Cari pelakunya! Cepat!" Raungnya kepada para pelayan.

Seketika kejadian itu menjadi pusat perhatian para tamu yang semakin berdatangan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!