Bab 10

Mo Yan membawa Chu Yao menjauhi ibu kota. Ia menuju suatu tempat di tengah hutan yang memiliki tebing. Dipinggir tebing itu terdapat sebuah gua yang sekilas tidak terlihat karena tertutup tanaman yang merambat. Tempat itu merupakan tempat pribadinya. Yang tidak yang pernah diketahui siapapun selain dirinya.

Mo Yan sengaja melakukannya. Akan sangat berbahaya jika mereka kembali dengan kondisi Chu Yao saat ini. Dalam perhitungan Mo Yan, pasti Nyonya Xun akan memeriksa paviliun dingin. Jika mereka menemukan Chu Yao dengan kondisi seperti ini, akan dengan mudah mereka melempar fitnah.

Chu Yao melenguh kecil.  Kedua alisnya berkerut menahan sakit. Rasa panas ditubuhnya membuat dadanya turun naik tak terkendali.

Mo Yan tau Chu Yao telah diracun. Meski racun tersebut tidak mematikan namun jika terlambat ditangani bisa menimbulkan rasa sakit berkepanjangan. Selain racun, Chu Yao juga telah diberi afrodisiak dalam dosis yang cukup besar. Itulah mengapa perempuan itu merasakan rasa panas terus menerus ditubuhnya.

Mo Yan membaringkan Chu Yao dengan hati-hati. Ia mengeluarkan sebuah botol berisikan beberapa pil obat yang tersimpan di balik bajunya. Ia pun segera meminumkan obat tersebut kepada Chu Yao.

Tak berapa lama mata Chu Yao terbuka. Ia melihat sosok yang selalu diandalkannya nampak begitu was-was. Wajah pria itu sedikit memucat. Manik matanya yang gelap seakan ingin mengatakan banyak hal. Namun pemuda itu malah memilih untuk mengatupkan bibir rapat-rapat.

"Mo Yan.. " Ucap Chu Yao masih dengan kondisi yang lemah.

"Maaf membuatmu cemas..." Chu Yao berusaha meraih wajah Mo Yan dengan jemarinya yang bergetar. Kelembutan kulit yang saling bersentuhan itu tetap tidak bisa meredam rasa khawatir pria berhidung mancung tersebut. Ia tau bahwa efek racun yang bercampur afrodisiak itu masih akan muncul beberapa waktu lagi.

"Bagaimana perasaan nona saat ini?" tanya Mo Yan dengan penguasaan diri yang baik.

"Aku baik-baik saja." jawab Chu Yao lemah.

Ia mencoba duduk dengan sisa energi yang ada namun kedua tangannya begitu tidak stabil hingga mengakibatkan tubuhnya ambruk membentur dada Mo Yan yang bidang.

Mo Yan yang memiliki refleks terbaik dengan sigap menangkap tubuh lunglai itu dalam dekapannya. Ia kembali mengatur tempat yang nyaman untuk Chu Yao beristirahat.

"Beristirahatlah. Efek racun masih belum sepenuhnya hilang ditubuh nona."

"Racun?"

Mo Yan mengangguk, "ada bubuk racun yang ditaburkan di kertas surat yang nona baca di taman waktu itu. "

"Benarkah?" Chu Yao terkejut. Napasnya masih tersengal," Kenapa aku tidak merasakannya saat itu?"

"Racunnya tidak bereaksi dengan cepat kecuali jika diminum bersama zat tertentu." Jelas Mo Yan.

"Apa efek racun itu membuat penderitanya merasa pusing dan haus secara tidak wajar?"

Mo Yan kembali menganggukkan kepala. Pantas saja dirinya merasa seperti terbakar. Ternyata untuk menjebaknya, orang-orang itu memang sudah mempersiapkan semua dengan sangat matang. Jangan-jangan air di teko yang diminum nya itu lah pemicu ketidaksadaran nya.

"Sebaiknya nona beristirahat sekarang." Sebab ada racun yang lebih berbahaya yang akan bergejolak di tubuh Chu Yao dan itu sangat dikhawatirkan oleh Mo Yan.

Chu Yao tidak membantah ketika Mo Yan menasehatinya. Alih-alih marah justru ia terlihat menikmatinya. Ini kali pertama Mo Yan berbicara begitu banyak kata didepannya.

"Bagaimana caramu menemukanku?" Chu Yao kembali teringat saat-saat genting di ruangan itu bersama si gila Shu Xian.

"Nona ingat surat itu?" Tanya Mo Yan diikuti anggukan pelan Chu Yao, "saya menyadari ada yang tidak beres ketika tidak sengaja mencium kertas surat tersebut. "

"Ada serbuk racun yang tersisa di sana." Chu Yao diam mendengarkan penjelasan Mo Yan. Suara pria bermata tajam itu terdengar berat. Pandangannya sesekali beralih. Seakan sedang ingin menyampaikan informasi lain.

"Hanya itu?" Tanya nya ketika raut wajah Mo Yan terlihat ragu sejenak. Dalam beberapa kali interaksi, Chu Yao sudah bisa memahami beberapa perubahan di wajah kaku itu.

"Um... Juga mendengar percakapan dua orang pelayan yang melayani nyonya."

Chu Yao tertawa sinis. Tentu saja ia tau bahwa semua jebakan itu sudah pasti di rencanakan oleh ibu tirinya. Tidak mungkin orang dengan status lebih rendah seperti tuan muda Shu bisa dengan mudahnya berbuat hal-hal diluar batas kesopanan dikediaman bangsawan Cheng.

Dengan karakter tuan besar Cheng yang arogan, tidak mungkin pula ia membiarkan tuan muda Shu yang memiliki reputasi buruk seperti itu datang di pesta ulang tahun putri kesayangannya. Kecuali jika ia pun turut punya andil dalam rencana.

"Setelah situasi sedikit tenang, saya akan membawa nona pulang dan meminta paman Tong mengobati nona." Jelas Mo Yan.

"Hmm.."

Butir keringat mengalir di pelipis Chu Yao. Perempuan bermata coklat terang itu nampak gerah. Sesekali ia mengusap lehernya yang basah karena keringat dengan ujung lengan baju nya.

"Panas sekali disini.. " Ucap Chu Yao.

Panas? Mo Yan sama sekali tidak merasakan panas ditempat ini. Justru udara disini mulai terasa dingin akibat hujan yang sejak tadi turun dengan deras.

Jangan-jangan racun itu kembali bereaksi? Pikir Mo Yan.

"Aku ingin minum.." Suara Chu Yao lirih. Rasa haus di tenggorokan nya semakin terasa.

Mo Yan bangkit dari tempat duduknya. Ia kemudian meminta sang majikan menunggu sejenak dan menghilang seketika. Ia menuju ke sebuah sumber mata air yang tidak jauh dari gua.

Sumber mata air itu tidaklah besar. Diameternya tidak lebih dari satu langkah kaki orang dewasa. Meski demikian, air yang dihasilkannya begitu jernih dan segar.

Mo Yan mengambil air tersebut dan menampungnya di sebuah  tempat khusus yang terbuat dari bambu. Ketika merasa sudah cukup, ia pun segera kembali kedalam gua.

Begitu tiba, pupil mata Mo Yan melebar tatkala melihat Chu Yao menarik-narik pakaiannya sendiri. Perempuan itu bersikeras ingin melepaskan semua benda yang menempel ditubuhnya.

Dengan cekatan, Mo Yan menghentikan tindakan Chu Yao.

"Mo Yan.. Lepas..." Rengeknya. Kesadarannya mulai melayang.

Mo Yan menyadari efek obat yang tadi diberikan sudah habis. Ia menggenggam lengan Chu Yao dengan satu tangan. Tangan lainnya merobek ujung bajunya dan menyeka keringat Chu Yao yang bercucuran di wajah dan lehernya.

Ia mengambil tempat air minum dan memberikannya pada gadis itu. Seketika air tersebut habis dalam beberapa kali teguk. Tempat air minum itu terlempar. Seakan tak memuaskan dahaga. Rasa panas semakin tak terbendung dalam diri Chu Yao.

"Nona!" Panggil Mo Yan ketika Chu Yao menarik tubuhnya.

Chu Yao tak menggubris. Ia semakin gencar menarik Mo Yan dalam pelukannya. Mo Yan menelan ludah. Kebingungan nampak nyata terukir diwajahnya.

Mo Yan tiba-tiba tersungkur ketanah. Tertindih tubuh ramping diatasnya. Wajahnya seketika memerah tatkala jemari lentik meraba lehernya. Kemudian berpindah ke dadanya.

"No, nona... Sadarlah!"

Mo Yan mengunci kedua tangan Chu Yao dalam dekapannya. Chu Yao yang sudah tidak sadar sepenuhnya melawan dengan sekuat tenaga. Mo Yan melompat, menjauhi keberadaan gadis itu. Namun sayangnya justru semakin membuat situasi semakin diluar kendali.

Chu Yao melompat kearahnya dan mereka kembali terjerembab ketanah yang keras. Chu Yao memeluk leher Mo Yan dengan sangat erat. Cuping hidungnya mengendus aroma pria tampan itu berkali-kali. Bibirnya mencari-cari dan akhirnya menempel di leher Mo Yan yang dingin.

Mo Yan membatu, jantungnya seakan melompat keluar ketika sebuah kecupan mendarat di lehernya. Ketika Chu Yao berusaha mendekat kan bibirnya ke bibir Mo Yan, dengan gesit Mo Yan menahan. Merekapun berguling di rerumputan kering yang ada didalam gua tersebut.

Mo Yan kembali mengunci gerakan Chu Yao. Chu Yao yang tak bisa bergerak dengan agresif menggigit lengan kiri Mo Yan hingga berdarah. Pria itu mengernyitkan alis, namun tetap membiarkan sang gadis melakukannya.

Tak berapa lama gigitan itu terlepas. Chu Yao  memuntahkan darah koagulasi. Tubuhnya lunglai tak berdaya. Ia pun pingsan dalam pelukan Mo Yan.

***

"Dimana Chu Yao?!"

Nyonya Xun yang baru kembali dari acara pesta ulang tahun Cheng Mei langsung masuk berteriak-teriak mencari Chu Yao. Ia tak segan mengobrak-abrik paviliun dingin dan menginterogasi semua orang di sana.

"Ka, kami tidak tau nyonya. Sungguh!" Jawab Xier terbata-bata ketakutan.

Nyonya Xun melempar sebuah pot bunga hingga pecah kearah Xier yang sedang berlutut. Kilatan di manik matanya menunjukkan luapan emosi yang sudah terbendung sejak lama.

Xier meringkuk ketakutan. Ia seketika meraih tubuh bibi Hui dan saling berpelukan.

"Tidak mungkin kau tidak tau! Bukankah kau pelayan yang melayaninya selama ini?" Timpal Chu Ling.

"Be, betul nona. Hamba benar-benar tidak mengetahui dimana keberadaan nona pertama sekarang... " Jelas Xier.

"... Nona saat itu cuma menyuruh saya pulang lebih dulu. Dia akan menyusul bersama pengawal Mo jika urusannya selesai. Begitu sampai, hamba terus menunggu di paviliun bersama bibi Hui..." Xier melihat kearah bibi Hui seakan sedang meminta pertolongan.

"Benar nyonya, nona. Xier tidak berbohong. Semenjak tadi kami menunggu kepulangan nona pertama tapi sampai saat ini nona belum kunjung datang." Ucap bibi Hui membenarkan.

"Gadis licik itu, berani-beraninya menghilang." Geram Nyonya Xun.

"Tenanglah ibu. Jangan membuang energi ibu untuk perempuan hina seperti itu. Dia pasti sangat malu sudah berbuat zina dengan tuan muda Shu makanya tidak berani pulang ke rumah."  Cibir Chu Ling jijik.

"Nona pertama tidak mungkin berbuat seperti itu." Bantah Xier.

Meski rumor perzinahan Chu Yao sudah menyebar dikediaman Chu namun para penghuni paviliun dingin tidak mempercayainya. Mereka sangat mengenal sifat majikan mereka. Tidak mungkin nona pertama Chu begitu bodoh memilih laki-laki untuk tidur bersamanya. Apa lagi laki-laki itu seperti tuan muda Shu yang terkenal suka bermain di tempat pelacuran.

"Dasar bodoh! Jika dia tidak bersalah kenapa dia harus menghilang seperti ini?" Ejek Chu Ling, "dia sudah ternoda makanya dia sangat malu untuk pulang."

Bibi Hui menarik Xier ketika Xier ingin membantah untuk kedua kalinya. Xier mengatupkan bibirnya dengan erat. Ia berusaha meredam kekesalannya. Ia kembali menundukkan kepala. Memang benar, tak ada gunanya berdebat dengan nona kedua. Perempuan itu memang sudah biasa bersikap arogan.

Nyonya Xun mengibaskan tangannya dan meninggalkan paviliun dingin bersama Chu Ling dan beberapa pelayan dalam keadaan geram. Keadaan paviliun sudah seperti kapal pecah. Bibi Hui dan Xier bangkit dan berusaha merapikan kembali barang-barang yang sudah tidak berada pada tempatnya.

Terpopuler

Comments

Ayano

Ayano

Emang dimana-mana ibu tiri selalu bikin masalah

2023-05-05

0

Ayano

Ayano

😏😏😏😏

2023-05-05

0

Ayano

Ayano

Untung dia selamat. Semoga sisa racunnya ilang

2023-05-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!