Bab 8

Hari-hari setelahnya Chu Yao hanya mengurung diri didalam kamar. Membaca berbagai macam buku bersama Mo Yan dan belajar beberapa tatakrama penting pada bibi Hui. Sesekali ia pun belajar ilmu medis dasar kepada paman Tong.

Rutinitas baru nya ini cukup membuat energinya terkuras. Sering kali Mo Yan mendapati sang nona tertidur di tempat-tempat tak terduga.

Satu kali di gazebo taman. Dilain waktu di bawah pohon dipinggir kolam teratai. Bahkan terakhir kali tertidur di atas meja yang masih penuh dengan makanan.

"Mungkin bibi terdengar lancang namun ada baiknya nona tidak terlalu memaksakan diri. Belajar itu memang penting namun lebih penting lagi kesehatan nona." Bibi Hui angkat bicara. Ia memberanikan diri menasehati gadis yang sudah dianggap seperti putrinya sendiri.

Seringai lebar menghiasi bibir Chu Yao. Baginya semua kegiatan itu merupakan kegemaran baru yang menyenangkan. Bahkan bisa dikatakan membuatnya ketagihan.

"Tenang saja, bi. Aku tidak memaksakan diri. Aku hanya terlalu menikmati."

Meski masih ragu namun bibi Hui tetap berusaha menahan diri untuk tidak mendebat sang majikan. Sejujurnya mereka di sana sangat menyukai perubahannya. Tak ada lagi nona pertama yang bodoh, malas dan tak berguna.

"Tuan besar pasti akan terkejut dengan perubahan nona sekarang." Ucap bibi Hui terharu dengan mata yang berkaca-kaca.

Chu Yao menggenggam tangannya yang gempal. Beliau menepuk-nepuk punggung tangan gadis itu. Rasa sayang mengalir hangat pada jemari tuanya. Sosok seorang ibu yang telah lama hilang selalu diisi oleh perempuan tua ini.

Sebenarnya Chu Yao tidak pernah kekurangan kasih sayang. Hanya saja ia baru menyadari jika selama ini ia kurang bersyukur. Ia kurang memperhatikan orang-orang yang yang sejak dulu selalu tulus menyayanginya.

Tibalah hari dimana pesta besar digelar di kediaman bangsawan Cheng.

Sejak dini hari sudah terdengar hiruk pikuk di Paviliun musim panas. Chu Yao sangat mengenal karakter saudari tirinya. Di momen seperti ini sudah pasti Chu Ling akan tampil semenarik mungkin. Dia pasti akan mengenakan pakaian dan perhiasan terbaik yang dia miliki.

Mungkin dulu Chu Yao akan minder dengan penampilan nya yang beda jauh dengan saudari tirinya. Tapi sekarang Chu Yao tidak perduli. Fokusnya bukan untuk menarik para lelakian yang berkeliaran diluar sana.

Ditengah kemewahan yang ditonjolkan Chu Ling lewat gaun merah muda yang bersulam emas pada setiap rendanya, Chu Yao hanya memakai gaun putih polos dengan sedikit pola akar kecil dan kelopak bunga berwarna ungu di ujungnya lengan dan roknya. Rambutnya pun ditata dengan model rambut sederhana. Hanya terdapat satu jepit rambut giok berwarna putih. Itupun warisan dari ibunya.

Meski sederhana justru penampilan itulah yang membuat orang-orang yang melihat nya merasa terkesima.

Diluar mansion sudah tersedia tiga kereta kuda. Kereta pertama merupakan kereta yang membawa nyonya Xun, Chu Ling dan bibi Wen. Kereta kedua membawa Chu Yao dan Xier. Sedangkan kereta terakhir diisi berbagai hadiah dan beberapa orang pelayan.

"Kenapa pengawal Mo tidak ikut bersama kita?" Xier bertanya sambil menatap Chu Yao ketika mereka berada dalam perjalanan menuju kediaman Cheng. Ia berpikir tidak biasanya kedua orang ini terpisah. Semua orang di mansion pun tau dimana ada nona pertama disitu pasti ada pengawal Mo.

"Dia bersama kita. Kau saja yang tidak melihatnya." Jawaban Chu Yao bias nampaknya tidak dimengerti oleh sang pelayan.

Xier melihat sekeliling kereta namun tak menemukan sosok Mo Yan. Tentu saja. Chu Yao sengaja memerintahkan Mo Yan untuk melindungi nya secara diam-diam. Ia ingin melonggarkan kewaspadaan musuh-musuhnya. Dengan begitu rencana mereka akan mudah terbaca.

Begitu sampai di pintu gerbang kediaman bangsawan Cheng, mereka telah disambut dengan beberapa orang pelayan. Seorang pelayan menuntun mereka menuju ke pusat acara.

Beberapa orang tamu yang sudah datang lebih awal saling berbisik melihat kehadiran mereka. Tatapan penasaran mengikuti setiap langkah mereka. Chu Yao tak terusik, mungkin saja orang-orang itu begitu kagum dengan penampilan mewah adik tirinya hari ini.

Seorang pria seusia jendral Chu menghampiri nyonya Xun. Pria itu tak lain adalah pemilik kediaman, Tuan besar Cheng. Disisi kanannya berdiri seorang wanita seumuran nyonya Xun. Disusul seorang gadis seusia Chu Ling dan seorang pria seusia Chu Zhan.

"Mereka adalah Tuan besar Cheng dan nyonya Cheng. Nona muda itu adalah nona Cheng Mei. Kalau disamping nya itu tuan muda Cheng Lan." Xier berbisik kecil ke telinga Chu Yao.

Sebenarnya Chu Yao sudah mengetahui siapa mereka. Beberapa hari terakhir Mo Yan memberitahu nya berbagai informasi tentang kediaman Cheng dan beberapa bangsawan yang berpengaruh di kota ini.

"Akhirnya kalian datang. Masuklah! Masuklah!" Sapa Tuan besar Cheng kepada Nyonya Xun. Wajah bulatnya sedikit memerah.

Nyonya Xun memberi salam dan berkata,"Terima kasih atas undangan nya, pesta ini sangat megah. Sayang sekali kami hanya bisa membawa sedikit hadiah untuk kakak dan keluarga. Semoga kakak dan kakak ipar sudi memaafkan. "

Chu Yao berteriak dalam hati. Sedikit katanya? Itu hadiah satu gerbong kereta. Hadiah tidak sembarang hadiah. Cuma katanya?

"Adik ipar tidak perlu sungkan. Bukankah kita adalah keluarga."

"Benar. Benar."

Ketiga orang tua itu saling tertawa. Tak lama tuan besar Cheng menyapa Chu Ling. Seperti biasa, pujian demi pujian meluncur tanpa hambatan dari pria gemuk itu.

"Ini.. " Tebak tuan besar Cheng ragu-ragu.

"Ini adalah Chu Yao, putri pertama jendral dari selir terdahulu." Jelas nyonya Xun dengan penuh penekanan. Sekilas mengedipkan mata kepada sang kakak.

Chu yao memberi hormat. Ia sama sekali tak terpengaruh dengan perkataan nyonya Xun yang terkesan mengejeknya.

Ia tau maksud perkataan nyonya Xun yang secara tidak langsung mengatakan bahwa putri jendral yang bodoh, lugu dan suka menyendiri itu sekarang sudah hadir ditengah mereka.

Bisikan para tamu semakin terdengar. Seorang perempuan berusia tiga puluh tahunan yang berdiri tidak jauh dari mereka berkata, "sungguh dia adalah nona pertama Chu? Dia tampak sangat cantik dan anggun."

"Benar, jika bukan karena ucapan nyonya Xun, kami tidak mungkin percaya jika dia adalah nona yang dirumorkan.."

"Sstt!!!"

Seorang pria paruh baya menyikut seorang pria tua berjenggot disamping nya. Nyonya Xun tertawa kecil. Ada sedikit rasa kesal dihatinya ketika orang-orang malah mengomentari kecantikan anak tirinya.

"Memang, dialah putri tiri saya. Dia gadis yang pendiam dan pemalu. Jadi sering tidak mau pergi keluar mansion untuk bertemu orang-orang."

Chu Yao menahan Xier yang nampak ingin maju mendebat ibu tirinya.

"Benar kata ibu, saya adalah putri sah dari selir resmi jendral Chu. Saya memang lebih suka menghabiskan waktu di rumah. Meski saya hanya didalam rumah namun saya mengetahui beberapa informasi diluar."

Chu Yao memberi hormat kepada laki-laki berjenggot tersebut, "Saya sangat mengagumi sifat Tuan Besar Ye yang begitu berani menjunjung keadilan. Tindakan tuan besar Ye yang tidak segan menghukum keluarga bangsawan yang terlibat kasus penggelapan dana di daerah Zinh semoga bisa dicontoh oleh semua orang yang ada disini. "

Chu Yao kembali memberi salam kepada seorang laki-laki paruh baya disamping tuan besar Ye, "Saya pun menjadikan tuan Besar Jiang sebagai suri tauladan karena sifat heroiknya membela orang-orang yang tertindas akibat kekejaman seorang pejabat pemerintah di daerah Yuanzen. Semoga kedua tuan besar sudi menerima salam dari Chu Yao."

Semua orang yang tadinya skeptis kini memandang takjub atas pengetahuan dan kesopanan yang dimilik putri pertama jendral Chu. Mereka pun kini bisa menilai bahwa rumor yang beredar itu tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

"Gadis yang sopan juga cerdas." Puji tuan besar Ye.

"Benar. Kecerdasan jendral Chu menurun padanya." Tambah tuan besar Jiang.

Nyonya Xun yang tadi berusaha menjatuhkan citra Chu Yao tiba-tiba menggigit bibir menahan rasa malu atas ucapannya.

Chu Ling yang awalnya berusaha menjadi pusat perhatian kini menelan kecewa atas ekspektasi nya yang berlebihan.

Tuan besar Cheng yang sempat yakin ingin membantu rencana adiknya kini mulai goyah. Gadis yang mereka hadapi ini tak nampak bodoh. Malah sebaliknya.

Tak ingin acara besarnya rusak karena kebodohan adiknya, ia pun berusaha mencairkan suasana.

"Baiklah. Baiklah. Silahkan menikmati hidangan yang telah disediakan. Bagi para nona dan tuan muda, silakan langsung ke aula keindahan. Pelayan kami akan menuntun jalan."

Chu Yao membungkukkan badan dan berlalu mengikuti salah seorang pelayan. Senyum kecil terbentuk disudut bibirnya. Tak sia-sia selama ini dia belajar selama berhari-hari. Ia merasa cukup puas bisa membalas ibu tirinya hari ini.

Terdapat dua taman di aula keindahan. Masing-masing taman dipisahkan oleh sebuah kolam teratai yang sedang mekar. Di  taman kanan khusus untuk para laki-laki dan taman kiri khusus untuk perempuan. Di setiap taman memiliki beberapa gazebo. nampak penuh dengan orang-orang yang tidak dikenal.

Chu Yao sengaja memilih duduk di sudut gazebo yang bersebelahan dengan sebuah pohon osmanthus. Kali ini ia tak ingin keberadaannya disadari oleh orang-orang. Ia bukan tipe yang suka menjadi pusat perhatian.

Pada awalnya semua berjalan sesuai keinginan, namun selang beberapa waktu para perempuan di sana mulai mencuri-curi pandang padanya. Mereka berbisik-bisik satu sama lain.

"Nona, mereka lagi-lagi melihat ke arahmu." Bisik Xier untuk kesekian kalinya.

"Biarkan saja." Chu Yao tidak perduli.

Chu Yao tau mereka hanya ingin memenuhi rasa penasaran mereka selama ini. Ia kembali menikmati teh dan sesekali menyantap kudapan yang terhidang di atas mejanya.

Di seberang gazebo terlihat sekumpulan pria muda baru berdatangan. Dari antusiasme para nona muda yang ingin mendekat atau sekedar ingin melihat bisa dipastikan merekalah bintang pesta yang sejak tadi ditunggu-tunggu.

"Siapa mereka?" Tanya Chu Yao kepada Xier yang kembali menuangkan secawan teh untuknya.

"Entahlah, saya tidak begitu melihat dengan jelas. Tapi, nona Cheng dan nona kedua sudah menyapa mereka." Jawab Xier.

Pasti salah satu dari mereka adalah tuan muda Zhao. Tidak mungkin Chu Ling begitu agresif mendekat jika bukan target yang di incar nya.

Posisi kursi bergeser. Chu Yao bangkit dan mengajak Xier untuk pulang lebih awal. Mumpung pusat perhatian orang-orang tertuju pada para pemuda itu, Chu Yao ingin segera pergi meninggalkan pesta yang membosankan ini. Baginya lebih menyenangkan melakukan aktifitas biasa bersama Mo Yan dari pada harus melihat tingkah konyol para perempuan-perempuan didepannya.

"Tunggu!"

Suara seorang perempuan menghentikan langkah kakinya. Chu Yao membalikkan badan dan mendapati seorang nona muda usia lima belas tahunan sudah berlari kearahnya.

"Kau nona yang waktu itu, kan?"

Senyum kebingungan terpasang dibibir Chu Yao. Nampaknya antusiasme perempuan bergaun coral itu tidak terpengaruh sama sekali dengan respon Chu Yao. Ia tetap berbicara dengan tubuh yang terus bergerak. Semburat merah di pipinya yang bulat membuat Chu Yao merasa gemas.

"Iya! Aku yakin kau nona yang waktu itu! Tunggu sebentar ya!"

Perempuan itu berlari riang menuju gazebo laki-laki. Ia berbicara dengan salah satu tuan muda yang tadi baru datang. Tangan nya melambai kearah Chu Yao kemudian menarik ujung lengan baju pria muda itu. Pupil mata Chu Yao melebar. Ia baru menyadari jika nona tersebut adalah putri dari kediaman Zhou.

Dan laki-laki yang bersamanya itu adalah tuan muda Zhou. Chu Yao menelan ludah. Niatnya untuk meninggalkan pesta ini pupus sudah. Tatapan orang-orang di sana sudah tertuju padanya. Ia mendelik ketika Xier mundur beberapa langkah ke belakangnya. Ia merasa seakan sudah terjebak.

"Akhirnya kita bertemu lagi. Ijinkan saya, Zhao Ming De dan adik saya Zhao Lin Lin, berterimakasih dengan benar kali ini. " Tuan muda Zhao membungkuk diikuti sapaan ramah sang adik.

"Tuan muda Zhao terlalu membesar-besarkan. Itu murni sebuah kebetulan." Balas Chu Yao dengan hormat.

Ia tidak bisa mundur lagi. Mau tidak mau ia harus mengikuti alur.

"Jika diperkenankan, saya ingin tau siapa nama nona?"

Belum sempat Chu Yao menjawab, suara arogan Cheng Mei telah lebih dulu mengambil alih.

"Dia adalah kakak dari sepupu saya. Benar kan, Chu Ling?"

Chu Ling muncul bersama Cheng Mei tidak jauh dari kumpulan orang-orang yang penasaran. Dia memasang senyum lembut namun tidak bisa menyembunyikan rasa cemburunya.

"Benar. Dia adalah kakak saya. Putri pertama dari kediaman Chu."  Jawab Chu Ling dengan sedikit Keengganan.

Keterkejutan kembali terjadi. Beragam komentar terlontar diantara orang-orang yang mengelilingi mereka. Riuh rendah tawa sinis dan meremehkan mulai terdengar di telinga Chu Yao.

"Ternyata nona pertama Chu. Mohon maafkan saya yang tidak bisa mengenali." Zhao Ming De maju selangkah.

"Bukan salah tuan muda Zhao, kakakku memang tidak suka tampil dimuka umum sejak dulu." Sela Chu Ling tetap dengan dramanya.

"Kakak dari dulu lebih suka bermain di paviliun nya. Sifat pemalu kakak ini lah yang membuat kami menyayanginya."

Perut Chu Yao bergejolak. Rasa ingin muntah mendengar perkataan adik tirinya.

"Nampaknya adik begitu mengenalku sehingga sangat mengerti rutinitas ku sehari-hari. Aku merasa posisi Xier sebagai pelayan sudah tidak berguna lagi."

"Apa perlu adik menggantikan posisi Xier untuk melayani ku di paviliun dingin?" Tambahnya dengan sedikit nyaring hingga didengar oleh seluruh orang di aula keindahan.

Wajah Chu Ling memerah. Saputangannya tergenggam kuat dijari-jari tangannya. Chu Yao begitu merendahkan posisinya. Semua orang tertawa karenanya. Ucapan Chu Yao ini seakan-akan mengatakan jika selama ini kerjaannya hanya mengurusi urusan sang kakak.

Zhao Lin Lin menggenggam tangan Chu Yao. Mata bulatnya nampak tidak terpengaruh dengan situasi sindir menyindir barusan.

"Aku mendengar rumor kau itu bodoh tapi sekarang aku semakin yakin bahwa yang menyebarkan rumor itulah yang bodoh."

"Lin Lin, bersikaplah yang sopan." Tegur Zhao Ming De. Sang adik seketika merapatkan bibir.

"Tak perlu sungkan. Aku tidak terpengaruh dengan rumor yang sudah tersebar diluar. Aku menyukai sifat nona muda Zhou yang berani berterus terang."

Senyum lebar Zhao Lin Lin kembali merekah, "tak kusangka selain cantik dan cerdas, ternyata kau orang yang berlapang dada. Aku menyukaimu. Mulai sekarang kita teman ya! Panggil aku Lin Lin."

Zhao Ming De tersenyum lembut. Pemandangan tersebut membuat aliran darah Chu Ling tersumbat. Amarah mulai menguasai titik syaraf di otaknya.

Cheng Mei yang menyadari kecemburuan sepupunya itu berusaha membalikkan situasi. Ia menantang Chu Yao untuk menunjukkan beberapa keahlian.

"Bukankah nona pertama Chu begitu percaya diri. Biar kan kami melihat keahlian yang dimiliki nona Chu." Cheng Mei sangat yakin kali ini mereka akan membuat malu perempuan tengik didepannya.

Chu Yao menarik napas. Dia berusaha menghindari jebakan yang dipasang Cheng Mei, "saya tidak memiliki keahlian seperti nona Cheng dan nona-nona yang ada disini. Saya tidak begitu menyukai seni musik dari dulu."

Senyum congkak Cheng Mei semakin terukir jelas disudut bibirnya, "jadi kau takut jika kami disini akan mempermalukan mu?"

Tatapan Chu Yao seketika menjadi dingin, "takut? Apa aku sekarang terlihat takut?!"

"Bagus!" Balas Cheng Mei puas.

"Pelayan, siapkan beberapa alat musik! Kita akan menikmati keahlian musik dari nona pertama Chu." Perintahnya di iringi anggukan beberapa pelayan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!