Bab 17

Seketika darah menyembur keluar dari kerongkongan Ah Zheng. Pria itu ambruk tanpa gerakan signifikan.

Lu Ming membungkuk, memeriksa denyut nadi di leher dan pernapasannya. Pemilik toko itu memberi isyarat bahwa Ah Zheng telah tewas ditempat.

"Efek racun telah meledakkan pembuluh darahnya." Jelas Lu Ming dengan ekspresi penyesalan.

"Tidak! Dia tidak boleh mati!" Chu Yao mendesis. Rahangnya mengeras dan bola matanya memerah.

Ia menarik tubuh yang telah tak bernyawa itu dan mengguncang-guncangkannya, "Bangun bedebah!" Teriak Chu Yao frustasi.

Ia masih belum puas mendengar. Masih banyak pertanyaan yang belum ada jawabannya. Ah Zheng tidak boleh mati!

"Bangun! Kau harus menjelaskan padaku! Bangun!!! Sialaaaan!!!!"

Mo Yan menarik tubuh Chu Yao dan mendekapnya dari belakang. Napas gadis itu turun naik tak terkendali. Mata merahnya seakan menegaskan emosi yang tengah ia rasakan saat ini.

Giginya gemeletuk menahan marah. Meninggalkan rasa sakit pada gusi yang berderet rapi di mulutnya.

"Permaisuri..." Eja Chu Yao dengan perasaan yang tak bisa dilukiskan.

Perempuan yang tidak pernah muncul dalam perhitungannya tiba-tiba muncul memporak-porandakan semua ekspektasinya.

Sebuah realita diluar nalar jika perempuan itu adalah ibu tirinya selama ini. Tidak mungkin jendral Chu berselingkuh dengan permaisuri. Tidak ada riwayat seperti itu, baik di kehidupan lalu maupun saat ini.

Kenapa permaisuri bersusah diri menghilangkan nyawa ibunya, bukankah ibunya tidak mempunyai kepentingan pribadi maupun politik yang berkaitan dengan Kekaisaran dan pemerintahan.

Apa ini hanya sebuah konspirasi untuk mengecohnya menemukan tersangka sebenarnya?

Batin Chu Yao memberontak. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Ia harus menemukan jawabannya. Segera!

***

Istana permaisuri...

Kasim Han berjalan terburu-buru, sesekali pupil matanya beralih cepat seakan sedang mengamati keadaan sekitar.

Kasim Han merupakan salah satu orang kepercayaan permaisuri. Ia sejak dulu sudah berada disisi wanita nomor satu di Airland, bahkan sebelum wanita itu diangkat menjadi putri Mahkota oleh Kaisar sebelum nya.

Meski menjabat sebagai kasim, namun postur tubuh pria itu tidak seperti kasim pada umumnya.

Dengan mata awam pun akan terlihat dengan jelas bahwa kasim Han memiliki bentuk tubuh terlatih layaknya pria dengan kemampuan beladiri yang cukup memadai.

Ya, kasim Han tidak hanya berperan sebagai kasim, namun diam-diam menjadi pengawal pribadi permaisuri yang bergerak tanpa sepengetahuan kaisar saat ini.

Langkah kasim Han terhenti di koridor terakhir. Ia mengatur napas dalam-dalam dan berjalan pelan sebagaimana mestinya.

Sesampainya di ujung koridor, nampak beberapa pelayan dan pengawal berjejer menundukkan pandangan. Mereka mengelilingi sebuah taman yang luas dengan gazebo yang cukup besar.

Gazebo itu dihias dengan ornamen phoniex merah di setiap tiang penyangganya. Tak lupa kain warna warni tipis melengkapi kemewahannya tergerai melambai-lambai tertiup angin.

"Ada apa?" Tanya seorang wanita cantik yang nampak anggun dan berwibawa ketika kasim Han datang.

"Kasim Han memberi hormat pada wanita nomor satu di Airland." Kasim Han bersujud hormat pada wanita didepannya yang tak lain adalah permaisuri kerajaan.

Permaisuri melambaikan tangan mulusnya, "sudah! Ada berita apa yang kau bawa?"

"Hamba melaporkan bahwa orang-orang kita tidak berhasil menangkap Rong Li.. " Ucap kasim Han masih dengan sikap penuh hormat. Meski sudah berdiri namun pandangannya tetap tak berani mengarah langsung pada wajah permaisuri.

Permaisuri masih tak berkomentar. Ia tetap menyantap kudapan yang tersedia di atas meja dengan santai.

"... Tapi yang mulia bisa tenang, pelacur itu sudah tewas sebelum orang-orang kita menghabisi nya." Sambung kasim Han.

" Bagaimana dengan pencarian Ah Zheng?" Tanya permaisuri.

Kasim Han semakin membungkukkan badan, ada sedikit ketakutan melanda dirinya. Tak ada satu perkataan pun terucap di bibirnya yang kaku.

Sudut mata permaisuri menatap kasim Han dengan dingin, "jadi, sampai saat ini kalian masih belum berhasil menemukan nya?!"

"Ampuni hamba, yang Mulia!" Ucap kasim Han. Ia kembali bersujud.

"Kalian tak berguna! Menangkap pelayan rendahan yang sudah hampir mati saja tidak becus!" Permaisuri mengebrak meja.

Para pelayan dan pengawal yang ada di sana seketika bersujud atas kemarahan sang permaisuri.

"Tolong redakan amarahmu wahai permaisuri," Bujuk kasim Han, "Ah Zheng takkan bisa bertahan lama tanpa penawar racun yang teratur kita berikan. Dia akan mati dalam beberapa hari ke depan."

Permaisuri mendongakkan wajah arogannya. Ia sampai menggertakkan gigi menahan luapan emosi yang bergolak di hatinya.

'Benar! Pelayan itu bukan suatu ancaman untukku. Dia takkan berani membuka mulutnya. Tidak akan pernah! Meskipun terjadi, ia tak memiliki bukti apapun. Dia bahkan sudah ke alam baka sebelum hal itu terjadi.' begitulah yang dipikirkan permaisuri.

"Lupakan!" Permaisuri kembali tenang. Ia menyeruput teh yang telah dituangkan oleh seorang pelayan perempuan di sampingnya.

Tanpa menoleh sedikitpun, permaisuri melanjutkan pertanyaan, " Bagaimana pangeran kedelapan?"

"Pangeran masih berada di istananya. Menurut informasi yang disampaikan mata-mata, beberapa hari ini dia bahkan tidak keluar dari kamar."

"Kau yakin yang di sana adalah dia?" Selidik permaisuri. Ia sedikit mencurigai kelicikan anak tirinya itu.

Meskipun pangeran termuda itu terlihat sering berada di kediamannya, namun permaisuri beberapa kali memperoleh informasi jika Long Ye Zuan justru berada di luar istana.

Menilik keanehan tersebut, bisa jadi yang berada di dalam kediamannya adalah orang pengganti yang sudah mereka siapkan sedemikian rupa untuk mengecoh para penghuni istana.

"Yakin, yang mulia. Informasi itu akurat." Jawab kasim Han tanpa ragu sedikitpun.

Permaisuri menarik napas dan memainkan jarinya, "Apa kau ada mendengar hal baru tentang pergerakan Kaisar?"

"Tidak, yang mulia."

Permaisuri berdiri dan berjalan ke tepi gazebo. Ia mengulurkan tangan dan seorang pelayan menyodorkan sebuah mangkuk berisi makanan ikan.

Ia mengambil mangkuk tersebut dan melemparkan nya kedalam kolam. Seketika ikan-ikan di sana berkerubung melahap makanan yang perempuan itu berikan.

"Lihatlah ikan-ikan itu. Dia sibuk memakan makanannya tapi dia tidak perduli dengan mangkuk yang ku lemparkan. Padahal mangkuk itu bisa membeli banyak makanan untuk mereka. Betapa bodohnya. " Permaisuri terkekeh pelan.

"Aku dengar, akhir-akhir ini kediaman Chu begitu ramai. Saking ramainya sampai satu kota membicarakan nya.." Permaisuri tersenyum memandang kasim Han yang masih menunduk, "... Apa benar gadis itu yang menyebabkannya?"

Kasim Han mengiyakan dengan penuh rasa hormat.

"Bukankah Chu Yao adalah gadis yang terkenal bodoh dan pemalu? Bagaimana mungkin dalam sekejap bisa menimbulkan masalah?"

"Benar, yang Mulia. Memang sebelumnya gadis itu tak pernah terdengar miliki masalah di kediaman jendral. Tapi, setelah sadar dari koma, dia seperti menjadi orang yang berbeda.. "

Kasim Han melanjutkan, ".. Dia beberapa kali berselisih dengan nyonya Xun dan putrinya. Terdengar rumor yang mengatakan jika gadis itu sempat membuat tuan muda Shu babak belur di pesta nona Cheng. Ia juga menolak lamaran keluarga Shu.. "

"Lamaran?" Alis permaisuri sedikit naik mendengar penjelasan kasim Han. Ia merasa mulai tertarik dengan obrolan yang ada.

"Benar. Kabarnya tuan muda Shu dan gadis itu sempat ingin berbuat hal yang tidak senonoh dikediaman Cheng." Jawab kasim Han membenarkan.

"Informasi terakhir yang kami dapatkan, Chu Yao melukai nyonya Xun didepan banyak orang dan kini pergi ke gunung mencari herbal. Sepertinya gadis itu sudah mulai membuka diri. Ia bahkan belajar dengan tekun akhir-akhir ini."

Kasim Han sedikit menegakkan wajah dan dengan pelan berkata, "sepertinya kalau dibiarkan keberadaan gadis itu akan membuat masalah untuk kita ke depannya. Apa perlu hamba lenyapkan dia seperti ibunya dulu?"

Permaisuri diam menyimak informasi yang masuk ke otaknya, "apa dia sudah mulai mencari tau?"

"Hamba belum yakin." Jawab kasim Han dengan pelan dan santun.

Alis permaisuri berkerut, bibirnya bergumam dengan nada yang mengesalkan, "anak dan ibu sama saja! Selalu membuat masalah!"

"Pantau saja gerakan gadis tengil itu! Aku harap dia akan tetap menjadi gadis dungu selamanya. Jika tidak, jangan salahkan jika aku tidak akan mengampuni nyawanya." Perintah permaisuri dengan rasa geram .

Kasim Han menerima perintah tanpa bantahan sedikitpun. Ia tak ingin semakin menyulut minyak kedalam api. Siapa yang tidak tau perangai permaisuri di istana ini. Salah sedikit bisa menyebabkan hilangnya nyawa seorang manusia.

Dan dia tidak ingin hidupnya melayang dengan percuma karena tindakan bodohnya.

"Oh iya, Bagaimana kabar jendral Chu?" Tanya perempuan dengan mahkota phoniex di atas kepalanya itu.

"Jendral masih berada diperbatasan. Belum ada informasi kapan jendral akan kembali." Jawab kasim Han. Intonasi suaranya tetap stabil dan cenderung lebih berhati-hati.

"Bagus! Kita bisa mengesampingkan jendral untuk sementara ini. Sebelum dia kembali, kau harus menempatkan mata-mata kita dikediamannya. Aku ingin semua informasi tentang mereka terlapor dengan teratur kepadaku!" Perintah permaisuri mengakhiri pembicaraan.

Perempuan anggun itu bangkit dari tempat duduk nya semula. Ia berjalan meninggalkan kasim Han yang masih menunduk hormat dan kembali ke kamarnya.

***

Kota Nian, sebuah rumah kecil di atas bukit yang terpencil...

Semilir angin meniup lembut pepohonan di kegelapan malam. Memberi efek menusuk pada kulit putih Chu Yao yang hanya mengenakan pakaian tipis. Tanpa bergidik, perempuan dengan rambut panjang tergerai itu tetap berdiri tanpa suara sedikitpun.

Ia hanya memejamkan mata. Menikmati alunan merdu serangga-serangga yang saling beradu seakan sedang menyenandungkan sebuah irama.

Kerlap kerlip cahaya kunang-kunang yang menari disekitarnya semakin menegaskan tiap lekuk tubuh yang sedang mengalami perkembangan.

Pikirannya melayang jauh. Membuat berbagai asumsi dan berakhir dengan ******* napas yang panjang.

Bola matanya bergulir ketika sebuah mantel terpasang rapi ditubuhnya.

"Kau belum tidur?" Chu Yao berbalik dan mendapati Mo Yan dibelakangnya.

Laki-laki itu mengenakan pakaian santai berwarna hitam dengan sedikit aksen putih dibeberapa bagian. Membuatnya nampak semakin tampan dan lebih bersahabat.

"Nona juga belum tidur." Jawab Mo Yan sambil memperbaiki ikatan mantel sang majikan dengan santun.

Chu Yao kembali diam memandang gelapnya malam, "aku belum mengantuk." Dalihnya menghindari tatapan curiga sang pengawal pribadi.

Mo Yan pun membisu. Meski tau apa yang dipikirkan gadis cantik di depannya, ia tetap mematung. Menemani tanpa membuat Chu Yao merasa tidak nyaman.

"Apa kau tau kapan ayah akan kembali?" Tanya Chu Yao datar.

Mo Yan menjawab ringan, "tidak. belum ada kabar pasti kapan beliau kembali."

Pandangan Mo Yan tertuju pada punggung kecil berlapis mantel tebal itu. Ada setitik dugaan berdesir di hatinya. Apa kah gadis itu akan bertanya langsung pada jendral?

Chu Yao tersenyum kecil, "pandangan tajam mu seakan menembus tubuhku. Apa kau pikir aku akan bertanya pada ayah tentang informasi yang Ah Zheng berikan?"

Chu Yao terkekeh pelan ketika raut wajah Mo Yan memerah. Ia mendekat beberapa langkah dan berhenti tepat di depan pria tampan itu.

"Ayah tak bodoh untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kuberikan. Terlebih untuk beberapa rahasia yang telah lama disimpannya." Jelas Chu Yao lembut sembari menyisir rambut yang tertiup angin dengan jemarinya.

"Wajar jika beliau membungkam mulut. Akan sangat berbahaya jika semua ini memang berkaitan dengan orang-orang kekaisaran."

"Nona bisa mengandalkan saya." Tegas Mo Yan. Ia tidak bergurau. Keseriusan dan kesetiaan terpancar jelas di mata elangnya yang tajam. Jika diperintahkan, ia akan melakukan apapun meski harus membobol pertahanan istana Kekaisaran.

Chu Yao sekali lagi terkekeh, "aku tau. selain kau, siapa lagi yang bisa ku andalkan?"

Pandangan Chu Yao melembut. Kedua tangan nya terulur memeluk badan tegap Mo Yan. Rasa terima kasih meluap dihatinya. Dari masa lalu hingga sekarang hanya pria ini yang selalu menemaninya.

"Terima kasih..." Ucap Chu Yao sedikit berbisik. Ia merebahkan kepalanya di dada Mo Yan yang bidang.

Pria itu tak bergeming. Tangannya tetap terkepal kaku dibelakang pinggangnya.

"Biarkan begini.." Ia semakin membenamkan wajahnya dengan suara yang bergetar.

"... Aku terlalu lelah untuk memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Jadi, biarkan malam ini kita seperti ini... Hanya untuk malam ini. "

Mo Yan mengendurkan otot-otot kakunya. Ia memberanikan diri menatap gadis yang tengah memeluknya dengan erat. Ia tau perasaan Chu Yao saat ini sangat tidak menentu.

Siapa yang tidak berpikir banyak jika berada diposisi gadis itu. Jangankan Chu Yao, dirinya pun cukup terkejut dengan penuturan Ah Zheng.

Sebelumnya ia memang memiliki kecurigaan terhadap beberapa perintah absurd jendral yang tidak memperbolehkannya memberitahukan beberapa hal kepada gadis itu. Namun ia tetap mematuhinya dan menutup mulut hingga saat ini.

Meski ia tidak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tua, namun Mo Yan sangat memahami ada perbedaan yang signifikan antara perlakuan jendral terhadap kedua putrinya.

Jendral memang melindungi kedua putrinya namun dengan treatment yang berbeda.

Jika Chu Ling diperlakukan bak putri kesayangan yang dijaga dengan kelembutan dan takut kehilangan, Chu Yao justru sebaliknya. Hanya orang-orang terdekat jendral yang bisa memahami jika laki-laki tua itu memperlakukan putri pertamanya seperti menjaga mahkota kristal yang rapuh. Seakan-akan bisa hancur seketika ketika jatuh terbentur benda yang keras.

Menilik beberapa tindakan tidak biasa itu, seakan terjalin benang merah samar yang menghubungkan satu sama lainnya.

Mo Yan menggelengkan kepala seakan menolak semua kemungkinan yang timbul dari perspektif pribadinya. Jika memang benar dugaannya, ia tak sanggup membayangkan betapa hancurnya hati gadis itu.

Mo Yan perlahan membalas pelukan erat Chu Yao. Ia melepaskan rasa acak yang berkumpul dalan hati dan pikirannya dengan mengecup lembut puncak kepala perempuan itu.

"Kau tidak sendiri, aku akan selalu bersamamu. "

Untuk kali pertama Chu Yao mendengar Mo Yan melepaskan formalitas diantara mereka. Chu Yao merasa penuh dan semakin mengeratkan pelukannya.

Mo Yan mengelus kepala gadis itu ketika merasa pakaian nya basah dengan air mata.

Tangis Chu Yao memang tak bersuara namun justru membuat Mo Yan mengerutkan alis tebal nya. Ia seakan merasakan rasa sakit yang sama.

Chu Yao meremas pakaian Mo Yan. Tubuhnya bergetar menahan gejolak emosi yang bergolak hebat di dadanya. Pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan. Ia seakan sedang terombang-ambing dalam lautan kebingungan.

"Sepertinya kau akan akan tersesat jika terus bersamaku." Celetuk Chu Yao dengan suara lirih dan miris. Ia sangat terhibur dengan perlakuan Mo Yan terhadapnya saat ini.

Tanpa melepaskan pelukan, Mo Yan membalas dengan penuh kelembutan, "aku tidak keberatan."

Terpopuler

Comments

Ayano

Ayano

Bagian terakhir bikin otakku panas wak 😳😳
Adegan yang bikin aku nyaris traveling

2023-09-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!