Bab 12

Satu persatu jarum akupuntur menancap tepat di titik syaraf pusat rasa sakit yang diderita Chu Yao. Meski situasi saat itu sangat hening namun gejolak batin yang mereka rasakan melebihi riuhnya gemuruh pasukan yang sedang berperang.

Paman Tong menggores telapak tangan Chu Yao kemudian melakukan hal yang sama terhadap Mo Yan. Darah mereka menyatu dalam beningnya air. Ketika jarum akupuntur terakhir menancap tepat di ubun-ubun, Mo Yan segera mengatur tenaga internalnya dan seketika menyalurkan energinya pada kedua tangan yang tadi telah menyatu.

Semua orang di sana mundur menghindari lonjakan air yang semakin lama semakin bergolak naik layaknya ombak yang sedang pasang. Perlahan tapi pasti luapan air itu menutupi tubuh dua orang yang sejak tadi berada didalamnya.

Tak berapa lama cairan merah meliputi dinding air yang sejak tadi telah menggunung tinggi. Mereka mundur sekali lagi begitu merasakan lonjakan energi yang kuat. Perpaduan darah dan air yang seakan membentuk dinding tipis itu telah menyedot ketakjuban mereka.

Meski Mo Yan memiliki keahlian beladiri yang hebat namun tak seorangpun yang ada di sana menyadari bahwa energi internal pemuda itu begitu kuat. Tidak setelah melihat kejadian ini.

Perlahan luapan air itu makin merendah dan akhirnya hanya membuat riak kecil di dalam bak. Ada rasa takut dan cemas ketika mereka melihat dua orang itu tidak membuat gerakan.

Paman Tong menghalangi langkah Xier ketika hendak mendekat. Seakan sedang menunggu sesuatu, pria tua itu bergegas mencabut jarum akupuntur yang sudah tertancap dan dalam gerakan kilat Mo Yan memutar tubuh Chu Yao membelakangi nya.

Mo Yan menotok beberapa bagian tubuh Chu Yao dan kembali menyalurkan energi internalnya hingga ia memuntahkan darah segar berkali-kali.

Begitu selesai tubuh Chu Yao kembali lunglai dalam pelukan Mo Yan. Pria pendiam itu dengan cekatan meraihnya. Ia menghapus sisa darah yang mengalir diujung bibirnya. Wajahnya sangat pucat. Napasnya terputus-putus. Ia memejamkan mata sejenak dan mengatur ritme jantungnya.

"Terima kasih paman. Biar sisanya saya selesaikan sendiri." Ucap Mo Yan ketika sudah merasa lebih baik.

Ia mengangkat tubuh Chu Yao dan membawanya kembali ke kamar, meletakkan perempuan itu dengan lembut ditempat tidur dan meninggalkannya bersama Xier dan bibi Hui.

Mo Yan berjalan tertatih-tatih melewati koridor menuju kamarnya sendiri. Ia hampir terjatuh dan tiba-tiba tubuhnya ditopang oleh seseorang. Beliau adalah paman Tong. Paman Tong memapah dan membantunya berjalan hingga masuk kedalam kamar.

"Tidak perlu paman. Aku bisa sendiri. " Mo Yan mencegah paman Tong membantunya berganti pakaian.

Pria tua itu hanya mengangguk dan keluar kamar tanpa pamit. Beberapa saat kemudian ia pun kembali membawa secawan tonik dan sepiring makanan.

"Makan dulu. Kemudian minum ini." Ia meletakkan dua benda tersebut dimeja samping tempat tidur.

Mo Yan meraih sepiring makanan itu dan menyantapnya dengan tangan gemetar. Tanpa menunda, ia pun meneguk tonik hingga cawan itu kosong melompong.

"Sebaiknya tiga hari ini kau tidak kemana-mana. Kau harus istirahat total. Aku akan memberitahu jika nona telah sadar." Jelas paman Tong.

"Terima kasih paman. Tolong rahasiakan ini dari nona." Pinta Mo Yan.

"... " Pria tua itu menepuk pundak Mo Yan dengan lembut, "anak bodoh. Perasaanmu itu bisa membunuhmu kelak."

Ia pun menutup pintu dan menghilang dari pandangan. Mo Yan berbaring. Belum beranjak untuk mengetuk dunia mimpi. Sekentara itukah perasaannya selama ini?

Mo Yan tersenyum miris. Kebodohan memang telah menjangkiti perasaannya. Merusak sistem berpikirnya. Hanya tinggal menunggu waktu untuknya berakhir bersama hubungan semu yang dimiliki olehnya.

Meski ia tak pernah berharap akan balasan, namun perlakuan Chu Yao akhir-akhir seakan bom waktu yang telah meledakkan rasa yang telah lama tersimpan dalam kotak pandora.

"Aku sudah tidak rasional jika menyangkut tentang dirinya. "

***

Sinar matahari telah di atas kepala ketika Chu Yao membuka mata. Ia memandang ke sekeliling. Tak ada perubahan. Ia berjalan keluar kamar dan mendapati Xier membawa sebuah nampan berisi makanan dan tonik.

"Nona sudah sadar?" Tanya gadis mungil itu dengan girang. Saking girangnya hampir saja nampan ikut melompat bersama dengan rasa bahagianya.

"Hmm.. Aku cuma tertidur kenapa ucapanmu seakan aku baru melewati kematian?" Tanya Chu Yao kebingungan.

Xier memilih untuk bungkam. Ia kembali melayani aktifitas sang majikan seperti hari-hari biasa. Chu Yao pun seakan tak perduli. Ia membasuh wajah dan bersiap. Ia menyantap sarapan yang sudah masuk jam makan siang dengan pelan.

Xier memandang perempuan yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri itu dengan tatapan kosong. Pikirannya kembali mengolah pesan yang sudah di tandai olehnya sebagai informasi penting. Yang tidak boleh dibocorkan sama sekali terutama pada sang nona.

'Sesuai prediksi paman Tong, nona Chu Yao akan mengalami amnesia untuk beberapa peristiwa setelah ia terkontaminasi racun.'

'Ia tidak boleh tau tentang peristiwa tadi malam.'

"Apa yang kau pikirkan?"  Pertanyaan Chu Yao membuyarkan lamunannya.

"Tidak ada nona. Hanya ingin memastikan kesehatan nona." Jawab Xier sambil tersenyum. Ia segera membereskan semua tempat ketika Chu Yao telah selesai makan.

"Aku baik-baik saja. Bukankah paman sudah mengobati racunku." Seingat Chu Yao, paman Tong sudah mengobatinya ketika dia dan Mo Yan sampai di paviliun dingin.

"Oh ya dimana Mo Yan?" Chu Yao baru menyadari jika Mo Yan tidak makan bersamanya hari ini.

Belum sempat Xier menjawab, seorang pelayan telah muncul didepan mereka. Ia menyampaikan pesan nyonya Xun untuk segera menghadap ke aula utama. Chu Yao berbalik, ia membuka laci meja rias dan menyimpan belati andalannya di balik lengan baju. Tanpa menunda, Chu Yao pun mengikuti langkah sang pelayan menuju tempat yang di sebutkan. Seorang diri.

Pintu aula utama terbuka dengan lebar. Dari jauh mereka sudah mendengar riuh rendah suara beberapa orang yang memenuhi ruangan. Nampaknya kediaman Chu telah menerima tamu.

Begitu tiba, Chu Yao telah disambut oleh senyum seorang wanita paruh baya. Tidak jauh dari usia ibu tirinya. Perempuan itu bersanggul sederhana. Tak juga nampak pakaian mewah dikenakan. Namun bukan juga pakaian murah layaknya pakaian orang biasa.

"Saya dengar ibu memanggil saya." Ucap Chu Yao tanpa basa basi setelah memberi salam.

Meski menatap dengan tatapan sinis, nyonya Xun tetap berusaha untuk menjaga sudut bibirnya tersenyum dengan penuh keramahan, "beliau adalah nyonya Shu. Beliau memiliki niat baik melamar mu untuk putranya."

Chu Yao tertegun kemudian menatap wajah perempuan yang dimaksud ibu tirinya. Ia membungkuk, memberi hormat dan salam sesuai etika. Kemudian memikirkan kembali maksud dari perkataan 'melamar' yang telah ibu tirinya sebutkan barusan.

Melihat kebingungan di wajah Chu Yao, Nyonya Shu maju mendekatinya. Perempuan bertahilalat kecil di dagu itu meraih tangannya dan menggenggam dengan penuh kelembutan.

"Mengenai peristiwa kemarin dikediaman Cheng. Kami sepenuhnya akan bertanggungjawab. Nona Chu tidak perlu khawatir."

Ucapan nyonya Shu seakan membuka rekaman memori di otak Chu Yao. Perlahan ia kembali mengingat perlakuan Shu Xian terhadapnya. Bibir Chu Yao tiba-tiba mengatup. Rahangnya menjadi keras. Ia mulai menyadari alur yang dibuat oleh ibu tirinya.

"Sepertinya ada kesalahpahaman disini. " chu Yao membantah dengan senyuman anggun. Ia kembali menguasai dirinya, "tidak ada yang terjadi antara saya dan tuan muda Shu. Baik sejak dulu, kemarin hingga saat ini."

Nyonya Shu melempar pandang kearah nyonya Xun, ibu tiri Chu Yao itupun berkata, "jangan berpura-pura. Semua orang di kota pun tau apa yang terjadi dengan kalian kemarin."

"Sudah merupakan berkah jika pihak keluarga tuan muda Shu mau bertanggungjawab menikahi mu dengan hormat seperti ini. Jika kau menolak, tidak akan ada yang mau denganmu sampai kau mati. Kau sudah tidak suci lagi."

Alis Chu Yao mengernyit,"nyonya Xun begitu yakin jika sayalah yang berada di sana bersama tuan muda Shu. Apakah ada yang melihat tubuh saya di sana?"

Nyonya Xun mengepal saputangan nya. Penekanan kata 'tubuh' seakan-akan meyakinkan bahwa hanya ada satu orang yang tergeletak tak sadarkan diri di tempat itu. Tapi wanita itu tak menyerah. Ia kembali berusaha menyudutkan Chu Yao dengan argumentasi nya.

"Meski kau tidak ada di sana namun tuan muda Shu telah mengatakan kau lah yang bersamanya saat itu! Apa kau mau membantah lagi?!"

"Bukannya saya ingin membantah hanya saja saya bingung, bukankah perkataan seseorang yang bisa dipegang itu ketika dia dalam keadaan sehat dan waras.. " Chu Yao kembali tersenyum mengejek, ".. Setau saya tuan muda Shu sangat suka minum-minum. Dia juga telah lama menjadi pelanggan tetap di salah satu rumah bordil di kota ini. Dengan reputasi seperti itu apakah pernyataan sepihak dari tuan muda Shu bisa dijadikan sebagai bukti?"

"Apa maksud nona? Apakah nona ingin merendahkan martabat anak saya?" Nyonya Shu nampaknya sedikit tersinggung dengan ucapan Chu Yao namun gadis itu tetap melanjutkan tanpa perduli sedikitpun.

" Sebagai seorang ibu, nyonya pasti sangat mengenal karakter tuan muda, dengan sifat tuan muda Shu yang seperti itu apakah dia akan menyia-nyiakan kesempatan untuk minum anggur secara gratis. Terlebih di pesta besar seperti acara kemarin. Apa nyonya bisa menjamin bahwa perkataan yang keluar dari bibir tuan muda Shu tidak terpengaruh minuman beralkohol sedikitpun?"

Nyonya Shu terdiam dengan wajah merah seperti udang rebus. Ia tak menyangka ia akan mendapat hinaan seperti ini di kediaman Chu. Padahal nyonya Xun telah berjanji membuat semua menjadi lancar dan mudah.

"Jadi maksudmu tuan muda Shu hanya meracau dan kami disini telah diperdaya oleh halusinasi nya? Lancang sekali!" Raung nyonya Xun. Tangannya telah menggebrak meja hingga menimbulkan getaran pada teko air disampingnya.

"Tidak perlu berteriak! Kalian yang paling tau apa yang ku maksud! Aku tidak akan menikah dengan tuan muda Shu ataupun yang lain saat ini! Jika kalian tetap memaksa, aku tidak akan segan untuk melawan dengan kekerasan."

"Kau!" Gemuruh emosi telah membuat nyonya Xun naik pitam. Ia kembali menekankan perkataannya, "jika kau tidak menikah dengan tuan muda Shu maka aku akan berbicara pada ayahmu perilakumu yang diluar batas seperti ini. Suka atau tidak kediaman Chu tetap akan menerima lamaran keluarga Shu!"

"Ulangi!" Perintah Chu Yao dengan wajah yang dingin dan sorot mata yang tajam. Ia mengeluarkan belati yang sejak tadi disimpannya, "kubilang ulangi ancamanmu barusan!"

Nyonya Xun mundur dan terduduk lemas melihat kilatan belati yang tertuju padanya. Begitu pula Nyonya Shu, ia terpekik ketakutan. Lututnya gemetar. Ia sama sekali tidak menyangka jika temperamen nona pertama Chu ganas seperti ini.

Alih-alih ingin menjalin hubungan dengan keluarga Chu, wanita tua itu justru meminta ijin untuk menarik kembali lamaran yang telah di ajukan.

"Ka, kami tidak jadi melamar. Anggap saja peristiwa hari ini tidak pernah terjadi."

Nyonya Shu pergi tanpa hormat sedikitpun. Lebih baik anaknya membujang seumur hidup dari pada harus menikahi betina bar-bar seperti nona pertama Chu ini.

Kepergian nyonya Shu bertepatan dengan kedatangan Chu Ling dan bibi Wen. Kedua orang itu nampak kebingungan melihat gelagat sang tamu yang berwajah pucat dan terburu-buru.

"Chu Yao! Apa yang kau lakukan?!" Teriak Chu Ling ketika menyadari posisi sang ibu telah terancam dibawah sabetan belati sang saudara tiri. Bibi Wen pun ikut terpekik.

"Kalian telah menjebak ku. Kalian juga telah memberiku racun." Desis Chu Yao dengan geram.

"Kami tidak menjebak mu! Apa lagi meracun dirimu." Bantah Chu Ling gemetaran.

"Kau mungkin tidak tau, tapi ibumu sangat tau akan hal itu!" Ucap Chu Yao dengan intonasi yang lebih tinggi.

"Kau yang menyiapkan afrodisiak dan menyuruh Shu Xian berada di sana, kan?" Tuduh Chu Yao dengan belati yang semakin menempel di tubuh nyonya Xun.

Wanita itu hanya gemetar ketakutan. Ia sudah tak sanggup berkata-kata. Salah sedikit saja nyawanya pasti melayang dengan mudah.

Bibi Wen berteriak memanggil pelayan dan tak lama beberapa pelayan pria berdatangan mengelilingi Chu Yao. Posisi mereka seakan bersiap melawan jika ada pergerakan yang berbahaya pada dirinya.

"Maju selangkah bukan hanya dia yang tewas, kalian semua yang ada disini pun tak akan selamat. Aku bersumpah!" Ancaman Chu Yao bukan sekedar ancaman biasa. Semua orang pun tau jika ia berkehendak maka ia akan melakukannya.

"Kakak.. Jika kau melukai ibu, ayah pasti akan menghukum mu. Jika ayah sudah kembali, dia pasti tidak akan melepaskan mu. "

"Kau pikir aku perduli?"

Teriakan nyonya Xun menggema ketika ujung  belati Chu Yao yang tajam menggores lengan kirinya. Chu Yao sangat pintar, ia sengaja melukai bagian yang mengeluarkan  banyak darah. Padahal luka tersebut tidaklah dalam namun histeris ketakutan nyonya Xun cukup membuat geger aula utama.

Chu Ling menghampiri ibunya bersama bibi Wen. Perempuan muda itu berteriak menyuruh pelayan di sana memanggil tabib. Para pelayan lain yang tadi mengelilingi Chu Yao perlahan mundur menjaga jarak.

Mereka saling beradu pandang dan membiarkan sang nona lewat begitu saja.

Terpopuler

Comments

Ayano

Ayano

Sungguh alasan yang klise. Mana ada orang mo ngeracunin dirinya sendiri

2023-05-27

1

Ayano

Ayano

Aku boleh ketawa bayangi wajah marahnya dan malunya dia? 🤣
Ada kepuasan gitu lah

2023-05-27

1

Ayano

Ayano

Nampannya ikut bahagia 👏👏

2023-05-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!