Episode 19.

Siang yang terik ini Langit mendatangi kantor milik Tuan Agra, dia mendapatkan informasi tentang pengusaha itu dari Kevin.

"Saya ingin bertemu dengan Tuan Agra," ujar Langit.

"Maaf, Bos sedang enggak bisa diganggu," sahut seorang wanita yang tak lain adalah sekretaris Tuan Agra.

"Katakan padanya, pemilik Maharaja Klub ingin bertemu," pinta Langit.

Wanita cantik nan seksi itu buru-buru masuk ke dalam ruangan Tuan Agra, meninggalkan Langit yang masih terpaku di tempatnya berdiri.

Tak berapa lama, wanita itu keluar lagi, "Silakan masuk, Mas!"

Langit pun bergegas masuk ke dalam ruang kerja Tuan Agra yang mewah dan besar, di seberang meja kayu berwarna cokelat, seorang pria botak yang lain adalah Tuan Agra sedang menatapnya dengan sinis.

"Mau apa kau ke sini?" tanya Tuan Agra.

"Jangan coba-coba mengganggu karyawan ku lagi! Atau aku akan membuatmu menyesal!" ancam Langit, dia mengabaikan pertanyaan Tuan Agra.

"Hei, berani sekali kau mengancam ku?"

"Jangan kan mengancam, menghabisi mu pun aku berani kalau kau sampai menculik apalagi menyakiti karyawan ku lagi," kecam Langit.

Tuan Agra mengernyit heran, "Apa maksudmu? Kapan aku menculik dan menyakiti karyawan mu, ha?"

"Jangan pura-pura bodoh, aku tahu semua ini ulah mu, kan? Kau yang mengirimkan orang-orang itu untuk menculik karyawan ku tadi pagi."

"Kau jangan sembarang menuduh! Aku sama sekali enggak melakukan itu! Sepulang dari bar tadi malam, aku langsung ke rumah sakit untuk mengobati kepalaku yang terluka karena perbuatan karyawan mu. Setelah itu aku pulang ke rumah untuk istirahat dan tadi pagi aku langsung ke sini," terang Tuan Agra.

"Iya, kau memang enggak turun langsung, tapi kau pasti mengutus anak buahmu, kan?" tuduh Langit lagi.

"Sudah kubilang, aku enggak melakukan apa yang kau tuduhkan!" bentak Tuan Agra marah.

Langit terhenyak dan terdiam.

"Aku enggak akan menculik siapa pun, aku punya cara sendiri untuk membalas perbuatan karyawan mu yang sudah membuat aku terluka seperti ini." Tuan Agra menyentuh perban di kepalanya.

"Aku peringatkan, jangan coba-coba menyakitinya!"

Tuan Agra tertawa kemudian beranjak dari duduknya dan melangkah mendekati Langit.

"Karena kau sudah sampai di sini, bagaimana kalau kita buat kesepakatan? Kau serahkan karyawanmu itu dan aku akan memberi mu imbalan. Kau boleh minta berapapun dariku."

"Kesepakatan yang menarik, tapi sayangnya aku enggak tertarik! Sebagai pemilik bar, aku harus melindungi semua karyawanku. Jadi sekali lagi aku peringatkan, jangan coba-coba mengganggu mereka! Atau kau akan menyesali semuanya!" Langit bergegas pergi dari hadapan Tuan Agra.

"Sombong sekali dia! Lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan," sungut Tuan Agra geram.

Langit pun meninggalkan gedung bertingkat milik pengusaha berkepala plontos itu dan memutuskan untuk menemui seorang detektif yang akan dia sewa untuk menyelidiki keberadaan Cakra dan kematian sang mama.

***

Senja dan Mimi baru saja selesai makan siang, keduanya memutuskan untuk bersantai di ruang tengah sambil bercengkerama.

"Ja, apa enggak sebaiknya kamu berhenti kerja aja dari bar? Bagaimana kalau orang-orang jahat itu datang lagi?"

"Kamu tenang aja! Kali ini aku akan lebih berhati-hati dari sebelumnya."

"Iya, tapi tetap saja aku khawatir. Kita pulang jam dua pagi, jalanan sudah sepi dan orang-orang itu bisa dengan leluasa melakukan apa pun padamu, termasuk menculik mu lagi."

"Sudah, jangan khawatir! Aku jamin semua akan baik-baik saja. Percaya padaku!"

Mimi mengembuskan napas berat, "Terserah kamu, deh!"

Tring.

Perhatian dua gadis itu sontak teralihkan ke ponsel Senja yang berbunyi di atas meja. Buru-buru Senja meraih benda pipih itu dan membuka sebuah pesan dari nomor Cakra.

"LIHAT KAN, KAMU HAMPIR SAJA DICULIK. JADI SEBAIKNYA SEKARANG JUGA KAMU BERHENTI DARI BAR ITU."

"Pesan dari siapa, Ja? Kak Cakra lagi?" cecar Mimi penasaran.

Senja mengangguk, "Dia tahu aku hampir diculik dan meminta aku berhenti dari bar."

"Jadi Kak Cakra tahu? Apa jangan-jangan dia juga ada di sana pas kejadian? Tapi masa dia enggak berusaha menyelamatkan kamu, sih?"

Senja tertegun, apa yang Mimi katakan benar juga. Cakra begitu menyayanginya, mana mungkin kakaknya itu diam saja saat melihat dia dalam bahaya. Apa mungkin selama ini Cakra enggak mengawasinya secara langsung melainkan mendapatkan informasi tentang dirinya dari orang lain, tapi siapa orang yang menjadi mata-mata sang kakak?

Seketika Senja menyadari sesuatu, Cakra tak marah atau sekedar memprotes ketika dirinya mengenakan pakaian super seksi semalam. Ini menguatkan dugaan bahwa sebenarnya Cakra memang enggak memantau dan mengawasinya dengan mata kepala sendiri. Senja semakin yakin ada orang yang menyampaikan semuanya pada Cakra dan orang tersebut pasti berada di sekitar dirinya.

"Ada apa, Ja? Kenapa kamu melamun?" tanya Mimi.

"Sepertinya selama ini kita sudah salah paham, Mi."

Mimi mengernyit, "Salah paham?"

"Iya, aku mengira kakak sedang mengawasi aku, makanya aku bertahan di bar dan sengaja memakai pakaian seksi agar dia marah dan mau menemui aku. Tapi sepertinya aku salah, kayaknya kakak enggak memantau aku secara langsung, dia hanya mendapatkan informasi tentang aku dari seseorang."

"Maksud kamu, Kak Cakra mengutus seseorang untuk mengawasi kamu?"

"Sepertinya begitu, dan orang suruhannya itu hanya menyampaikan hal-hal penting saja. Makanya kakak enggak marah saat aku pakai baju seksi, karena mungkin mata-matanya enggak bilang apa-apa."

"Masuk akal juga, sih! Tapi kira-kira siapa orang itu?"

"Aku juga enggak tahu, tapi yang pasti selama ini dia ada di sekitar aku," jawab Senja yakin.

"Berarti mulai sekarang kita harus waspada dan memperhatikan siapa yang terlihat mencurigakan."

Senja mengangguk, "Iya, kamu benar. Kalau begitu aku balas pesan kakak dulu."

"AKU ENGGAK AKAN BERHENTI DARI BAR KALAU KAKAK GAK DATANG MENEMUI AKU!"

Pesan itu Senja kirim ke nomor Cakra, namun tak ada balasan sama sekali.

Sementara itu di kediaman megah milik keluarga Aryawiranata, Langit yang baru sampai segera turun dari mobil dan hendak masuk ke dalam rumah, tapi suara seseorang menghentikan langkahnya.

"Langit tunggu!"

Langit menoleh ke arah sumber suara, tampak Keysha sedang berdiri menatapnya dengan sendu.

"Mau apa lagi kau ke sini?" tanya Langit ketus.

Keysha mengayunkan langkahnya ke arah Langit, "Lang, aku ingin bicara denganmu."

"Enggak ada yang perlu kita bicarakan lagi, sebaiknya kau pergi."

"Aku mohon dengarkan aku dulu! Beri aku kesempatan sekali lagi, Lang! Maafkan aku!" Keysha memohon dengan mata berkaca-kaca.

"Key, cukup! Kita sudah selesai dan jangan ganggu aku lagi!" sungut Langit yang mulai kesal dengan sikap memaksa dan keras kepala mantan kekasihnya itu.

"Apa kau seperti ini karena pelayan bar itu? Sadar, Lang! Dia itu adik dari orang yang telah membunuh mamamu dan menghancurkan keluargamu."

Langit terkesiap mendengar kata-kata Keysha, dia tahu siapa yang mantannya itu maksud.

"Aku sudah tahu siapa dia, Lang! Dia enggak pantas untukmu! Keluargamu pasti enggak akan setuju kau berhubungan dengannya!" lanjut Keysha.

"Sudah bicaranya? Kalau sudah, silakan angkat kaki dari sini dan jangan pernah ganggu aku lagi!" Langit bergegas pergi dari hadapan Keysha dan masuk ke dalam rumah.

Keysha hanya mematung memandangi Langit dengan perasaan kesal bercampur sedih, dia kecewa dengan sikap mantan kekasihnya itu. Tapi dia tak akan menyerah begitu saja.

"Aku pasti akan mendapatkan mu lagi, kita lihat aja nanti!"

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!