Episode 18.

Langit mengantarkan Senja sampai ke rumah, dia memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah gadis itu.

"Terima kasih, ya," ucap Senja.

"Sebaiknya untuk beberapa hari ini kau jangan masuk dulu, beristirahat lah!" ujar Langit.

"Iya."

"Aku rasa ini ada hubungannya dengan tamu VIP tadi, jadi aku harap kau lebih berhati-hati. Jangan keluar rumah sendirian dan jangan berpakaian seperti ini lagi!" lanjut Langit.

"Iya-iya," jawab Senja sedikit kesal.

"Ya sudah, masuk sana! Obati lukamu agar enggak infeksi!"

Senja mengangguk, "Aku masuk dulu. Nanti aku kembalikan kemeja mu setelah dicuci."

"Hem." Langit hanya berdeham.

Senja pun keluar dari mobil Langit dan berjalan terpincang-pincang menuju pintu masuk. Dia menelepon Mimi agar membukakan pintu untuknya, tak berapa lama pintu bercat coklat itu pun dibuka oleh Mimi.

Setelah memastikan Senja aman, Langit pun segera tancap gas meninggalkan rumah gadis itu.

"Senja? Ada apa?" Mimi heran melihat sahabatnya itu pincang.

"Nanti aku ceritakan, sekarang tolong ambilkan air hangat, handuk kecil dan kotak P3K!" pinta Senja.

"Iya-iya." Mimi buru-buru berlari ke dapur.

Senja melangkah perlahan menuju sofa lalu menjatuhkan dirinya sembari meringis kesakitan.

Tak berapa lama Mimi kembali membawakan semua yang Senja pesan tadi. Dengan penuh perhatian Mimi berjongkok di depan Senja dan membersihkan luka di lutut sahabatnya itu dengan handuk bersih yang sudah dibasahi dengan air hangat.

Senja kembali meringis saat handuk basah nan hangat itu menyentuh lukanya. Apalagi saat Mimi mengoleskan obat di luka itu, Senja sampai menutupi wajahnya dan nyaris menangis.

"Sudah." Mimi menyimpan obat yang dia gunakan tadi ke dalam kotak P3K.

"Rasanya perih sekali," keluh Senja sambil memperhatikan luka di lututnya.

"Sebenarnya ada apa, Ja? Kenapa kamu bisa terluka seperti ini?" cecar Mimi penasaran bercampur cemas.

"Tadi ada yang berusaha menculik ku."

Mimi tercengang, "Apa? Menculik kamu?"

Senja mengangguk dua kali.

"Kalau begitu coba ceritakan kronologisnya seperti apa!" pinta Mimi.

"Tadi saat aku menunggu taksi yang aku pesan, tiba-tiba ada dua orang pria keluar dari mobil dan langsung menarik ku, salah satu dari mereka bahkan mengancam dengan pistol. Saat itu Langit keluar dan langsung menghajar mereka. Tapi mereka ingin menembak Langit, makanya aku mendorongnya hingga kami terjatuh dan kakiku terluka seperti ini," terang Senja.

"Ya Tuhan! Untung saja ada Mas Langit, kalau enggak entah apa yang terjadi padamu sekarang."

"Iya, hari ini aku berhutang budi padanya."

"Lalu ke mana para penculik itu?"

"Mereka kabur gitu aja."

"Kira-kira siapa mereka? Kenapa mereka ingin menculik mu?"

"Aku curiga mereka orang-orang suruhan tuyul raksasa itu," tebak Senja.

Mimi mengernyit, "Tuyul raksasa? Siapa itu?"

Senja pun akhirnya menceritakan apa yang ia alami saat berada di ruangan VIP tadi dan jelas Mimi langsung menyalahkannya.

"Itukan, aku bilang juga apa! Ini yang aku takutkan kalau kamu berpakaian terlalu seksi seperti ini, pria-pria hidung belang di sana pasti mengincar mu. Tapi kamu ngeyel dibilangin!" Mimi mengomel dengan kesal.

Wajah Senja berubah masam, "Iya-iya, aku minta maaf karena enggak mendengarkan mu. Aku hanya berharap kakak datang kalau aku melakukan apa yang dia larang."

"Kamu hampir celaka dan sampai sekarang Kak Cakra juga enggak datang," kesal Mimi.

Senja tertunduk sedih, dia pikir Cakra akan langsung datang untuk memarahinya jika dia ke bar dengan pakaian super seksi seperti ini, tapi ternyata tidak. Apakah kakaknya itu tidak tahu, atau justru tidak peduli lagi padanya?

"Terus ini punya siapa?" Mimi menunjuk kemeja hitam yang membalut bagian paha Senja.

"Ini kemeja Langit, karena rok aku robek, dia menutupinya dengan ini," sahut Senja.

"So sweet banget, sih! Sudah dua kali dia menyelamatkan dan menjaga kamu. Aku jadi curiga, jangan-jangan sebenarnya dia ada rasa sama kamu."

"Apaan, sih? Biasa aja tahu! Ini semua hanya kebetulan doang, kok!" sanggah Senja.

"Hei, pria lain belum tentu mau melakukan apa yang Mas Langit lakukan ke kamu, apalagi sampai mempertaruhkan keselamatannya sendiri. Aku yakin dia pasti ada rasa ke kamu!"

"Jangan ngaco, deh! Sudah jelas-jelas sejak kecil dia membenciku, ditambah lagi dia mengira jika Kak Cakra yang membunuh mamanya, pasti sekarang dia makin membenciku."

"Kalau dia benci, dia enggak akan menjaga dan menyelamatkan mu seperti ini."

"Sudah, ah! Lama-lama kamu bicaranya makin ngawur!" Senja beranjak dengan hati-hati.

"Kamu mau ke mana, Ja?"

"Mau istirahat!" Senja berjalan dengan pincang menuju kamarnya.

Di dalam kamar, Senja meraba kemeja hitam milik Langit yang masih membalut rok mininya. Dia teringat saat tadi Langit mengikatkan kemeja itu di pinggangnya, entah mengapa jantungnya tiba-tiba berdebar kencang. Langit yang selama ini bersikap dingin dan kasar padanya ternyata begitu perhatian. Tanpa sadar bibir Senja tertarik membentuk lengkungan.

Sementara itu Langit yang masih mengendarai mobilnya terus memikirkan kejadian tadi, dia bisa menebak jika ini pasti ulah Tuan Agra.

Tring.

Sebuah pesan dari nomor Cakra kembali masuk, Langit menepikan mobilnya dan buru-buru membaca pesan singkat itu.

"KENAPA KAU MASIH BELUM MEMECAT ADIKKU DARI BAR?"

Langit termangu, "Dia tahu. Ternyata benar dugaanku, dia memantau aku dan Senja."

Kali ini Langit tak mau menelepon nomor tersebut, karena dia tahu itu percuma, teleponnya tidak akan dijawab. Dia lantas membalas pesan itu.

"KENAPA KAU ENGGAK MENYURUH ADIKMU MENGUNDURKAN DIRI SAJA? KENAPA KAU TERUS MEMAKSAKU MEMECATNYA?"

Tak lama kemudian pesan itu pun mendapatkan balasannya.

"JANGAN BANYAK TANYA, KEPARAT! PECAT SAJA DIA! ATAU KAU AKAN MENYESALI SEMUANYA!"

Tak mau kalah, Langit kembali membalasnya.

"AKU ENGGAK AKAN MEMECATNYA, DAN ASAL KAU TAHU, AKU AKAN MENDEKATINYA DAN MENGHANCURKAN DIA SEPERTI KAU MENGHANCURKAN KELUARGA KU. KALAU KAU BISA, SELAMATKAN DIA!"

Pesan dari Langit tadi kembali mendapatkan balasan.

"COBA SAJA KALAU KAU BERANI!"

Langit merasa tertantang, dia lagi-lagi membalas pesan dari nomor Cakra itu.

"BAIKLAH, KAU LIHAT SAJA NANTI APA YANG AKAN AKU LAKUKAN PADA ADIKMU YANG TERSAYANG ITU. KAU PASTI AKAN MENYESALI SEMUANYA."

Langit menyeringai setelah pesan itu terkirim, dan kali ini tak ada balasan lagi.

"Kau pasti menyesal, Cakra," ujar Langit sinis, dia kembali menyalakan mesin mobilnya dan melesat pergi.

Di tempat berbeda, seseorang sedang tertawa puas setelah mendengarkan orang-orang suruhan nya menyampaikan apa yang terjadi di depan bar tadi.

"Kerja yang bagus! Sekarang dia pasti ketakutan dan berhenti dari bar itu," ujarnya lalu menenggak anggur merah di tangannya.

Seorang pemuda kemudian melangkah mendekati orang misterius itu sambil menyodorkan ponsel yang baru saja dia gunakan untuk mengirim pesan pada Langit.

"Simpan lagi ponsel ini!" pinta pemuda itu.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!