Episode 6.

Sesampainya di rumah, David langsung mencecar pertanyaan pada Langit perihal yang dia lakukan di villa itu.

"Kenapa kau lakukan itu?"

"Pa, aku enggak mau dia bicara yang enggak-enggak tentang kasus kematian Mama, dan membuat rumor yang beredar semakin membesar," dalih Langit.

"Iya, tapi bagaimana kalau sampai ada yang tahu itu kau, akan ada gosip baru lagi nanti."

"Papa tenang saja, enggak ada yang tahu kalau itu aku."

"Lalu apa kau sudah memberikan pelajaran pada gadis itu karena sudah menyebar berita kematian Mamamu?" tanya David.

"Sepertinya bukan dia yang menyebar berita kematian Mama, Pa," sanggah Langit.

David mengernyit, "Apa maksud kamu?"

"Kalau dia yang menyebarnya, dia enggak mungkin mengatakan jika Cakra selingkuh dengan Mama, dia pasti enggak mau orang-orang semakin menyudutkan kakaknya itu," terang Langit.

"Tapi bisa saja ini cuma triknya."

"Aku rasa enggak, Pa. Pasti ada orang lain yang sengaja menyebar berita ini untuk mempermalukan keluarga kita," tebak Langit.

"Tapi siapa? Enggak ada yang tahu penyebab kematian mama kamu selain keluarga kita dan gadis itu."

"Entahlah, Pa. Tapi aku akan cari tahu."

"Selamat sore."

Langit dan David sontak menoleh ke arah pintu masuk, keduanya terkesiap saat melihat sosok cantik nan seksi sedang berdiri menatap mereka.

"Keysha?" gumam Langit.

"Hai, Keysha. Silakan masuk!" pinta David yang memang sudah mengenal mantan kekasih putranya itu.

Keysha tersenyum sembari melangkah mendekati ayah dan anak tersebut.

"Aku turut berdukacita atas meninggalnya Tante Rani," ucap Keysha.

"Terima kasih, Key," balas David, sedang Langit hanya mendengus kesal seraya memalingkan wajahnya yang masam.

"Sama-sama, Om."

"Kapan kamu pulang dari Australia?" tanya David.

"Tadi pagi aku sampai, Om. Aku langsung pulang saat mendengar kabar duka ini," terang Keysha sambil melirik Langit yang tampak cuek dengan kehadirannya.

"Jadi kamu bela-belain pulang ke Indonesia hanya karena itu?" David mematikan.

Keysha mengangguk dan tersenyum.

"Seharusnya kamu enggak perlu sampai seperti ini! Iya, kan, Lang?" David menatap Langit yang sejak tadi diam membisu.

"Hem." Langit hanya berdeham tanpa sedikitpun memandang Keysha yang berdiri di hadapannya.

"Ya sudah, kalau begitu Om tinggal dulu. Kalian mengobrol lah!" David bergegas meninggalkan Keysha dan Langit, dia tahu dua insan itu perlu bicara setelah sekian lama tak bertemu.

Setelah David pergi, Keysha menatap Langit lalu berjalan mendekati mantan kekasihnya itu, "Kamu apa kabar?"

"Mau ngapain lagi kau ke sini?" cecar Langit tanpa memperdulikan pertanyaan Keysha.

"Aku hanya ingin menyampaikan ucapan duka cita," jawab Keysha.

"Bukankah kau sudah mengucapkannya melalui pesan?"

"Tapi kau enggak membalasnya, makanya aku datang."

Langit memutar kepalanya menatap Keysha, "Kau berharap aku membalas apa? Mengucapkan terima kasih? Baiklah, terima kasih! Dan sekarang kau boleh pergi!"

Keysha tercengang sebab Langit mengusirnya terang-terangan, "Langit! Kamu kok gitu, sih? Kamu enggak menghargai kedatangan aku?"

"Aku sedang berduka dan lelah, aku enggak mau diganggu!" Langit berlalu dari hadapan sang mantan.

"Langit!" panggil Keysa, tapi Langit tak mempedulikannya.

"Ih, keterlaluan!" gerutu Keysha, dia pun meninggalkan kediaman Aryawiranata dengan perasaan kesal, namun di teras dia bertemu dengan Bastian.

"Hai, Key," sapa Bastian, "mau ke mana?"

"Pulang!" sahut Keysha ketus.

"Sudah ketemu dengan Langit?" tanya Bastian.

"Sudah dan dia mengusir aku," jawab Keysha dengan air mata berlinang.

Bastian terkesiap, "Ya sudah, sekarang ikut aku ke kafe, yuk! Aku temani biar enggak galau lagi."

"Boleh, deh! Yuk!"

Bastian dan Keysha pun pergi bersama. Mereka memang sudah kenal lama dan cukup dekat, bahkan Keysha selalu mendapatkan informasi tentang Langit dari pemuda itu.

Sementara itu di dalam sebuah kamar yang cukup besar dan mewah, Daniel tengah duduk di tepi ranjang sembari memandangi foto Rani, dia tak bisa menahan air matanya yang merembes keluar.

"Aku merindukanmu, Ran," ucap Daniel lirih.

Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka, Karina menyelonong masuk. Daniel yang kaget sontak menyembunyikan foto yang dia pegang lalu mengusap air matanya. Namun Karina sudah telanjur melihat semuanya dan dia tahu suaminya pasti habis menangisi iparnya itu.

"Mau kau menangis seumur hidup pun, dia enggak akan bangkit lagi, karena dia sudah ke neraka," ujar Karina sinis.

Daniel langsung menatap istrinya itu dengan tajam, "Jaga bicaramu! Tolong hargai orang yang sudah tiada!"

"Sudah cukup aku menghargai dia semasa hidup, tapi dia enggak pernah menghargai aku balik. Kalau bukan demi menjaga perasaan Bastian, aku pasti ...."

"Cukup! Jangan mulai lagi! Aku sedang enggak ingin bertengkar denganmu," potong Daniel cepat, lalu hendak beranjak pergi, tapi suara Karina menghentikan langkahnya.

"Kau selalu saja seperti ini! Kapan kau bisa menghargai aku, dan menganggap aku ada?" sungut Karina, air matanya seketika jatuh menetes.

Daniel hanya mematung dan terdiam membisu.

"Selama hampir dua puluh lima tahun kau selalu menyakiti aku! Kau menyiksaku dengan semua sikap dan perbuatan mu itu!" lanjut Karina seraya menyeka air matanya.

"Sudahlah, Karin! Aku benar-benar enggak ingin bertengkar denganmu." Daniel melanjutkan langkahnya meninggalkan Karina.

Melihat suaminya itu tetap bersikap tak acuh padanya, Karina sungguh emosi. Dia mengepalkan tangannya dengan kuat untuk menahan geram.

"Aku membencimu Maharani!" ucap Karina.

***

Malamnya, sahabat Senja yang bernama Mimi datang ke rumah gadis itu. Senja yang sedang sedih dan galau pun curhat ke Mimi perihal sang kakak yang menghilang serta rumor yang tengah viral.

"Di bar, semua orang sibuk membicarakan tentang kematian Bu Rani dan perselingkuhannya dengan Kak Cakra. Sebenarnya kami semua sempat menebak jika suaminya Bu Rani lah dalang dari pembunuhan ini, tapi katanya suami Bu Rani punya alibi yang kuat, malam itu dia sedang berada di rumah."

"Iya, kalau malam itu dia berada di rumah, bukan berarti dia enggak tahu apa-apa. Bisa saja dia mengirim seseorang, misalnya pembunuh bayaran untuk melenyapkan Tante Rani," sahut Senja.

"Iya, juga, sih! Tapi entah mengapa sepertinya polisi percaya jika dia enggak terlibat dalam kasus ini."

"Paling juga polisi-polisi itu sudah disogok pakai uang yang banyak, maklumlah namanya juga orang berduit dan berkuasa," tuduh Senja.

"Bisa jadi itu. Sebenarnya polisi sudah tahu siapa pelakunya tapi berusaha menutupi."

"Aku akan mencari tahu, aku enggak rela Kak Cakra dituduh macam-macam."

Mimi mengernyit, "Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan menyelidiki semuanya."

"Tapi bagaimana caranya?"

Senja tertunduk, "Entahlah, aku juga enggak tahu."

"Kalau aku boleh kasih saran, sebaiknya kau mendekati keluarga Bu Rani untuk mencari informasi."

"Gimana mau aku dekati, keluarga Tante Rani aja benci banget sama aku, terutama anaknya itu. Mereka menuduh Kak Cakra selingkuh dengan Tante Rani dan membunuhnya," keluh Senja.

"Yaaa, jadi gimana, dong?"

Senja bergeming, dia bingung harus melakukan apa agar bisa menyelediki kasus yang melibatkan nama kakaknya laki-lakinya itu dan mencari keberadaan sang kakak.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!