Langit memarkirkan mobilnya di depan rumah sederhana milik Senja dan Cakra, dia memang tahu rumah kakak beradik itu karena mereka sudah kenal lama.
Dia bergegas turun, dan dengan langkah yang lebar, dia berjalan masuk ke dalam pekarangan yang cukup rimbun itu.
"Hei, buka pintunya!" teriak Langit sembari menggedor pintu rumah Senja dengan keras, tapi tak ada yang menyahut apalagi membukakan pintu.
"Kita harus bicara, cepat buka pintunya!" teriak Langit lagi, tapi tetap tak ada respon apa-apa.
"Ck, apa dia enggak di rumah?" Langit menerka-nerka sambil celingukan, dia mengamati sekeliling rumah yang tampak sepi itu, tak ada satupun orang yang bisa dia tanyai.
Tak ingin membuang waktu, Langit pun buru-buru meninggalkan kediaman Senja. Dia harus ke villa untuk melihat sendiri kondisi di sana seperti apa.
***
Senja akhirnya tiba di villa keluarga Aryawiranata, dulu sewaktu kecil, Rani sering mengajak dirinya dan sang kakak ke villa ini untuk liburan bersama. Karena tak mempunyai kendaraan, gadis cantik itu terpaksa harus naik taksi online untuk sampai ke sini. Dia juga mengenakan masker untuk menutupi separuh wajahnya agar tidak terlihat oleh orang-orang, sebab dia tak ingin dikejar-kejar wartawan nantinya.
Dari kejauhan dia melihat kerumunan wartawan sedang menunggu di depan pintu gerbang villa, dan dihadapan mereka dua orang polisi tengah berjaga. Dengan berani, Senja melangkahkan kakinya mendekati kumpulan pencarian berita itu.
"Pak, gimana kronologi kejadiannya? Apa benar yang membunuh korban itu selingkuhannya?" tanya seorang wartawan.
"Maaf, kami belum bisa memberikan keterangan. Sebaiknya kalian pergi dari sini! Jangan mengganggu penyelidikan kami!" ujar seorang polisi yang mulai kesal dengan pertanyaan-pertanyaan para wartawan itu.
"Pak tolong kasih informasi, Pak!"
"Iya, Pak. Benar atau enggak korban itu selingkuh dengan manajernya sendiri?"
"Itu enggak benar!" sela Senja tiba-tiba.
Perhatian semua orang kini beralih ke wanita bertubuh mungil itu. Para wartawan langsung mengerumuninya.
"Maaf, kalau boleh tahu Mbak ini siapa? Kenapa bisa mengklaim bahwa itu enggak benar?"
"Apa Mbak tahu kronologi kejadiannya? Tolong katakan, Mbak!"
"Iya, Mbak. Tolong kasih informasi!"
"Aku adik manajer bar milik korban, dan kakak ku enggak mungkin membunuhnya. Ini pasti ada kesalahpahaman," sahut Senja.
"Lalu bagaimana dengan isu perselingkuhan korban dengan kakak anda, apa itu benar?"
"Enggak, itu enggak benar! Kakak ku pemuda baik, dia enggak mungkin melakukan hal seperti itu! Aku berani jamin!" bantah Senja.
"Terus bagaimana mobil kakak anda bisa ada di sini? Berarti kakak anda dan mendiang Bu Maharani berada di villa ini semalam."
"Kalau itu, aku enggak tahu!"
"Lalu ke mana kakak anda sekarang? Apa benar dia melarikan diri?"
Senja terdiam, dia bingung harus menjawab apa, sebab sampai detik ini dia sendiri tak tahu keberadaan sang kakak.
"Mbak, kenapa diam? Apa anda tahu di mana kakak anda sekarang?"
"A-ada, dia ada dan sedang menenangkan diri," jawab Senja gugup karena dia berbohong.
"Lalu kenapa dia enggak datang ke pemakaman mendiang Bu Maharani?"
"Iya, kalau dia enggak bersalah, seharusnya dia berani menunjukkan dirinya."
Senja semakin bingung menjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan itu, untung saja seorang pria memakai topi dan masker datang lalu menariknya pergi dari sana.
"Hei, lepaskan aku!" Senja memberontak, namun pria itu tetap menyeretnya.
"Mbak tunggu dulu!"
"Mbak belum jawab pertanyaan kami!"
Para wartawan itu mengejar mereka yang berlari menjauhi villa.
"Cepat masuk!" pinta pria itu yang sudah membukakan pintu mobilnya untuk Senja.
"Aku enggak mau!" tolak Senja.
"Masuk!" Pria itu memaksa senja masuk dengan mendorong kepala gadis tersebut.
Setelah Senja berada di dalam mobil, si pria bermasker pun bergegas masuk dan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi meninggalkan villa dan para wartawan yang kebingungan melihat mereka.
"Kau ini siapa? Kau mau menculik ku, ya?" tuduh Senja yang ketakutan dan bingung.
Pria itu melepas topi dan masker yang dia pakai. Senja tercengang saat tahu dia adalah Langit.
"Kau?" Senja langsung membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya, "bagaimana kau tahu aku di sini?"
"Apa yang kau lakukan di sana?" cecar Langit tanpa memedulikan pertanyaan Senja.
"Aku cuma mau klarifikasi, aku enggak terima kakak ku difitnah dan dituduh sebagai pembunuh," sahut Senja.
"Jadi begini caramu klarifikasi? Kau menyebarkan informasi kematian mamaku ke wartawan sehingga mereka datang, agar kau bisa membantah tuduhan terhadap kakakmu yang berengsek itu?" tebak Langit dengan nada menuduh.
"He, bicara apa kau ini? Siapa yang menyebarkan informasi kematian Tante Rani ke wartawan?"
"Jangan pura-pura bodoh!"
"Aku enggak pernah menyebarkan informasi apa pun kepada siapa pun, jadi jangan menuduhku sembarangan! Kalau memang aku yang menyebarnya, buat apa aku bilang kalau kakak ku berselingkuh dengan Tante Rani, itu sama saja seperti aku semakin memburukkan kakak ku sendiri!" sungut Senja.
Langit terdiam, yang dikatakan Senja ada benarnya juga, kalau memang dia ingin membantah tuduhan terhadap Cakra, mana mungkin dia menyebar rumor perselingkuhan tersebut. Yang ada itu malah semakin membuat nama sang kakak jelek. Lalu kalau bukan Senja, siapa orang yang telah memberikan informasi ini pada wartawan?
Melihat Langit terdiam, Senja pun kembali bersuara, "Sekarang sudah jelaskan? Jadi jangan menuduhku seenaknya!"
Langit tersentak, dia merasa kesal dan malu sendiri. Dia lantas menepikan mobilnya, membuat Senja kebingungan.
"Sekarang turun dari mobilku!" pinta Langit.
"Di sini?"
"Iya, di sini!"
Senja terkesiap dan sontak celingukan kesana-kemari. Sejauh mata memandang hanya ada pepohonan yang rimbun, tak ada satu pun rumah warga atau kendaraan yang lewat. Mana cuaca agak mendung karena sepertinya akan turun hujan.
"Kenapa diam? Cepat turun!" desak Langit.
"Aku ikut sampai kota, ya? Di sini mana ada kendaraan, mana mau hujan lagi," keluh Senja dengan tatapan memohon.
"Kau bisa sampai ke sini, berarti kau tahu caranya pulang. Sudah sana turun!"
Wajah Senja seketika masam, dia terlalu emosi tadi sampai tak memikirkan semua ini. Dia lupa kalau di daerah sini tak ada kendaraan umum, dan sinyal internet juga buruk, seharusnya dia menyuruh taksi online tadi menunggunya.
"Tunggu apa lagi? Cepat turun!"
"Iya-iya!" Senja pun bergegas turun lalu membanting pintu mobil Langit dengan keras.
Langit pun melesat meninggalkan Senja sendirian di tengah jalan yang sepi.
"Terus aku pulangnya gimana?" Senja celingukan, dia takut bercampur cemas, berharap ada yang lewat dan memberinya tumpangan.
Namun apes, rintik-rintik hujan mulai turun ke bumi, membuat gerimis yang cukup deras.
"Ya hujan," keluh Senja, dia bingung mencari tempat berteduh.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments