GKP 17

"Tenanglah, Lea. Kita bisa membicarakan semuanya dengan baik. Kumohon, jangan keras-keras, nanti kedengaran semua orang di sini," ucap Rangga sembari memelas, berharap Lea tidak bertingkah aneh-aneh di tempat itu dan mempermalukan dirinya bersama Amanda.

Lea tersenyum sinis. "Kenapa, Rangga? Apa kamu takut keburukanmu ketahuan oleh orang-orang yang ada di sini?"

Rangga menghembuskan napas berat. "Maafkan aku, Lea."

Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Rangga. Lelaki itu tertunduk dan tak sanggup menatap Lea secara langsung. Rasa bersalah yang begitu besar, membuat Rangga malu menatap tunangannya itu.

"Jadi, benar apa yang aku lihat ini?" tanya Lea. "Pantas saja kamu selalu menunda hari pernikahan kita, Rangga. Ternyata inilah alasan di balik semua itu."

"Aku juga ingin minta maaf sama kamu, Lea. Aku—"

Tiba-tiba Lea menyambar ucapan Amanda dan ia pun langsung terdiam dibuatnya.

"Stop! Aku tidak ingin mendengar penjelasan darimu," ucap Lea dengan tegas.

"Kau jahat, Amanda. Sebenarnya kurang apa aku padamu? Kamu bahkan sudah ku anggap seperti saudaraku sendiri. Tapi ... lihatlah balasanmu padaku," lanjutnya dengan wajah memerah.

"Dan kamu! Sekarang putuskan, mau pilih aku atau Amanda?" Lea menatap lekat Rangga yang masih tertunduk seperti orang linglung.

Rangga menghela napas berat lalu memberanikan diri menatap Lea. "Maafkan aku, Lea. Aku harus memilih Amanda karena sekarang ia tengah mengandung anakku," jawab Rangga dengan wajah sendu.

"Apa?!" pekik Lea dengan mata membulat sempurna. Kini tatapannya beralih ke Amanda yang tengah memasang wajah memelas kepadanya.

"Maafkan kami, Lea. Setidaknya ini demi kebaikan bayi ini," ucap Amanda dengan lirih.

"Ya, Tuhan!" Seluruh tubuh Lea bergetar dengan hebat dan ia pun tak mampu berkata-kata lagi. Napasnya seperti tercekat, sementara dadanya terasa begitu sesak.

"Kalian sungguh keterlaluan!"

Dengan tertatih-tatih, Lea melangkah pergi. Ia meninggalkan tempat itu sambil menitikkan air mata yang terus merembes di kedua belah pipinya.

Sepeninggal Lea.

Rangga menghela napas panjang. Ia kembali duduk di kursi sembari mengusap wajahnya dengan kasar. Amanda datang menghampiri lalu mengusap punggung lelaki itu dengan perlahan.

"Sudahlah, Mas. Mungkin ini sudah waktunya Lea tahu. Lagi pula aku sangat yakin bahwa dia pasti bisa melewati semua ini," ucap Amanda, mencoba menenangkan Rangga yang masih terlihat gusar.

"Setidaknya dengan begini, Mas tidak perlu susah-susah nyari alasan yang tepat untuk mengakhiri hubungan kalian,' kan?" lanjutnya.

"Tapi aku rasa ini terlalu cepat. Kasihan dia," jawab Rangga.

Amanda memutarkan bola matanya. "Jika Mas benar-benar merasa kasihan sama Lea, tidak mungkin Mas bermain api di belakangnya," sahut Amanda dengan wajah malas.

Rangga mengangkat kepalanya lalu menatap Amanda untuk beberapa saat. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir lelaki itu. Ia diam dan tak ingin menimpali apa yang diucapkan oleh Amanda barusan karena menurutnya apa yang dikatakan oleh wanita itu ada benarnya.

Sementara itu.

Lea berjalan gontai menelusuri jalan. Orang-orang melihat ke arahnya, tetapi Ia sudah tidak peduli walaupun mereka menatapnya dengan pandangan aneh.

Lea merasakan bahwa Dunia seakan runtuh. Orang yang sangat ia percayai, orang yang ia harap bisa menjadi sandaran, ternyata berkhianat dan menduakan dirinya.

Harapannya kini pupus sudah. Lelaki satu-satunya yang begitu ia harapkan, sudah memilih orang lain. Yang lebih mengerikan, orang lain itu adalah sahabatnya sendiri.

"Kamu sungguh keterlaluan, Manda. Entah apa salahku padamu, hingga kamu tega melakukan itu di belakangku," gumamnya.

"Kamu juga, Rangga! Kamu bahkan sudah tau bahwa Amanda itu sahabatku tapi kenapa kamu harus memilih dia? Kenapa bukan wanita lain, yang tidak pernah aku kenal," lanjutnya sambil meneteskan air mata.

Lea menghentikan langkahnya di sebuah halte bus. Ia duduk di sana lalu meminta sang sopir untuk menjemputnya di tempat tersebut. Tidak butuh waktu lama, Pak Rahman pun tiba. Ia bergegas keluar dari mobil lalu membukakan pintu untuk majikannya itu.

"Non Lea baik-baik saja?" tanya lelaki paruh baya itu ketika melihat mata sembab Lea. Ia tahu bahwa majikannya itu habis menangis. Bahkan buliran bening itu masih terlihat menggenang di matanya.

"Antar aku ke makam, Pak. Aku ingin mengunjungi makan adik dan kedua orang tuaku," ucapnya dengan bibir bergetar.

"Ba-baik, Non."

Setelah Lea masuk ke dalam mobil, Pak Rahman pun segera melajukan mobil itu ke sebuah pemakaman, di mana seluruh orang yang Lea sayangi dimakamkan di tempat itu.

Setibanya di sana, Lea segera berjalan menuju makam adik dan kedua orang tuanya dengan di temani oleh Pak Rahman.

"Pak, tolong tinggalkan aku di sini. Aku ingin sendiri," ucap Lea kepada Pak Rahman.

"Baik, Non."

Pak Rahman mengangguk lalu ia pun segera pergi dari tempat itu dan membiarkan Lea sendiri di sana. Walaupun begitu, Pak Rahman tetap mengawasinya dari kejauhan. Ia tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada majikannya tersebut.

Sepeninggal Pak Rahman.

"Ayah, ibu, lihatlah aku sekarang. Aku bukan lah Lea yang dulu, yang pernah menjadi putri tercantik kalian. Sekarang aku adalah Lea yang cacat. Lea si gadis berkaki palsu," ucapnya dengan bibir yang bergetar. Ia kembali terisak dengan air mata yang berderai.

"Aku tidak tahu untuk apa aku hidup setelah ini. Hidupku benar-benar hancur. Cobaan ini terlalu berat untukku. Pertama, Haris yang sudah pergi meninggalkan aku untuk selama-lamanya. Ke-dua, aku yang harus kehilangan kakiku dan menjadi cacat untuk seumur hidup. Ke-tiga, pengkhianatan yang dilakukan oleh Rangga dan Amanda di belakangku. Orang yang selama ini benar-benar aku percaya, ternyata menusukku dari belakang," lanjut Lea sembari menyeka air matanya.

"Ayah, ibu, Harris, aku ingin menyusul kalian. Aku sudah tidak sanggup hidup seperti ini. Maafkan aku!" ucap Lea dengan lirih.

"Aku tahu ini dosa besar. Namun, aku rasa lebih baik mati dari pada hidup seperti ini," lanjut Lea sembari menutup wajahnya dengan kedua tangan dan tubuhnya pun kembali bergetar hebat.

Cukup lama Lea menangis di tempat itu. Meratapi nasib buruknya yang datang silih berganti. Hingga ia pun menghentikan tangisannya setelah puas mengeluarkan semua unek-unek dan kekecewaannya di tempat itu.

Setelah membaca doa untuk ayah, ibu dan Harris, Lea pun memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Namun, bukan untuk kembali ke kediamannya.

Lea melirik Pak Rahman yang ternyata masih memperhatikan dirinya dari kejauhan. Ia melambaikan tangan ke arah lelaki paruh baya itu lalu berbicara dengan bahasa isyarat yang mengatakan bahwa dirinya ingin pergi ke toilet. Ia juga meminta Pak Rahman untuk menunggunya di tempat itu.

Pak Rahman pun mengangguk tanda mengerti. Lelaki paruh baya itu membiarkan Lea pergi dan menunggunya tanpa merasa curiga sedikit pun.

***

Terpopuler

Comments

Fera Kolut

Fera Kolut

kasian Lea

2023-06-30

0

Dien Elvina

Dien Elvina

Lea nasib mu miris sekali ,d tinggal adek, skrng d khianati tunangan dan sahabat sendiri..😭

2023-03-17

1

Dini Angraini

Dini Angraini

Lea semangat biarpun 1 clienmu kabur kan masih ada clien2 laennya yg bisa kamu tunggu kedatangannya dan pecat saja amanda dari butikmu.Semoga suatu saat nanti kamu menemukan kebahagiaanmu

2023-03-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!