Keesokan harinya.
Setelah selesai melakukan ritual paginya, Lea pun segera berjalan menuju ruang makan, di mana pelayan sudah mempersiapkan sarapan untuknya. Sesampainya di ruangan itu, sang pelayan segera menyambut kedatangannya sambil senyuman hangat.
"Selamat pagi, Non Lea." Wanita paruh baya itu menarik sebuah kursi untuk Lea duduki.
"Pagi, Bi. Terima kasih," jawab Lea lalu duduk di kursi tersebut.
Lea memperhatikan meja makan, di mana sudah tersaji nasi goreng kesukaannya. Lea mengendus aroma wangi yang keluar dari nasi goreng tersebut. Aroma yang berhasil menggugah selera makannya.
"Hmmm ... seperti biasa, nasi goreng Bibi memang paling juara," ucap Lea sembari meraih piring yang sudah berisi nasi goreng buatan pelayannya itu. Nasi goreng lengkap dengan suwiran ayam serta telur mata sapi kesukaan Lea.
"Ah, Non bisa aja. Ya, " Pelayan itu tersenyum semringah. Merasa senang karena majikan kesayangannya memuji.
Lea memulai sarapan sambil sesekali melirik ponsel miliknya yang terletak di samping piring. Ia melihat-lihat berita terbaru melalui benda pipih tersebut hingga ia berhasil menemukan satu judul berita yang begitu mencuri perhatiannya.
"Seorang pengacara dan kekasih gelapnya mengalami kecelakaan tragis di jalan X," gumam Lea sambil menautkan kedua alisnya heran.
Ia mulai membaca berita itu dengan seksama dan setelah mengetahui siapa sebenarnya yang menjadi korban pada kecelakaan itu, Lea pun membulatkan matanya dengan sempurna.
"Ya Tuhan, Pak Andi!" pekiknya. "Serius, ini Pak Andi?"
Karena masih tidak mempercayai kebenaran tentang berita itu, Lea pun mulai mencari berita lainnya yang berkaitan dengan kecelakaan tersebut dan ternyata berita itu benar adanya.
"Ternyata benar, orang itu adalah pak Andi dan wanita itu, dia adalah wanita cantik yang kemarin bersama pak Andi," gumam Lea.
Lea terdiam sejenak sambil menatap dinding dengan tatapan kosong menerawang. Tiba-tiba ia teringat bagaimana sikap pak Andi kepadanya sebelum terjadi kejadian naas tersebut. Orang yang seharusnya membantu serta membela dirinya, kini malah berpaling dan meminta untuk melupakan kasus itu.
"Aku harap Anda baik-baik saja, Pak Andi. Semoga kejadian ini dapat membuka mata dan hati Anda," ucap Lea.
"Ada apa, Non? Apa nasi gorengnya tidak enak?" tanya pelayan, sebab ia melihat Lea yang hanya diam dan tak lagi menyentuh nasi gorengnya.
"Ehmm, tidak, Bi. Nasi gorengnya enak, kok." Lea tersentak kaget. Ia tersenyum lalu kembali melanjutkan sarapannya.
***
"Mari, Non, saya bantu," ucap Pak Sopir yang selama ini bekerja bersama Lea. Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangannya lalu membantu Lea keluar dari dalam mobil.
"Terima kasih, Pak. Oh ya, hari ini jemput saya seperti biasa, ya."
"Baik, Non."
Setelah Lea masuk ke dalam butiknya, pak sopir itu pun kembali melajukan perjalanan menuju kediaman Lea.
Tidak berselang lama setelah Lea tiba di butiknya, Amanda pun juga tiba di sana.
"Selamat pagi," sapa Amanda sembari masuk ke dalam ruangan, di mana Lea sedang duduk di meja kerjanya sambil memperhatikan laptop.
"Manda? Pagi." Lea tersenyum lebar. Ia segera bangkit dari posisinya lalu berjalan menghampiri Amanda.
"Bagaimana kondisimu, Manda? Apa kamu sudah baikan?" tanya Lea sembari memperhatikan wajah Amanda yang masih tampak pucat pasi.
Amanda tersenyum. "Aku baik-baik saja, kok."
"Tapi, wajahmu masih pucat, Amanda. Sebaiknya kamu istirahat saja dan soal pekerjaan kita, kamu tenang saja. Kita masih banyak punya banyak waktu untuk menyelesaikannya," tutur Lea dengan wajah cemas menatap Amanda.
"Tidak, Lea. Aku baik-baik saja, serius!" Amanda mencoba meyakinkan.
Lea menghembuskan napas berat. "Baiklah kalau begitu. Oh ya, kamu kemarin jadi ke dokter, 'kan? Trus, apa yang dokter katakan?"
"Ehm, ya ...." Amanda mengelus tengkuknya perlahan sambil tersenyum kecut. "Kata dokter, aku hanya kelelahan. Tekanan darahku terlalu rendah, itu lah sebabnya kenapa aku bisa sampai jatuh pingsan," lanjutnya.
"Tuh, 'kan! Sebaiknya kamu istirahat saja," bujuk Lea lagi dengan raut wajah bersalah.
"Sudahlah, Lea. Aku baik-baik saja. Lagi pula aku sudah tidak pusing-pusing lagi, kok. Hanya wajahku saja yang masih terlihat memucat," jawab Amanda.
"Ok, baiklah kalau begitu. Tapi jangan lupa istirahat jika kamu sudah mulai merasa lelah."
"Ya, tentu saja."
Lea kembali melanjutkan pekerjaannya. Sementara Amanda baru bersiap-siap. Ia merapikan barang bawaannya ke atas meja. Namun, tiba-tiba kepalanya kembali pusing dan perutnya pun ikutan mual.
Hoek! Amanda ingin muntah, tetapi ia tahan dan segera berlari menuju toilet.
"Amanda, kamu kenapa?"
Melihat Amanda yang berlari menuju kamar kecil, Lea pun segera menyusul karena mencemaskan kondisi sahabatnya itu.
"Amanda, kamu baik-baik saja?" Lea berdiri di ambang pintu kamar kecil yang terbuka. Ia menyaksikan Amanda yang tengah memuntahkan isi perutnya di toilet yang ada di hadapannya.
Hoeekkk! Hoeekkk!
Perlahan Lea menghampiri wanita itu lalu berdiri di sampingnya.
"Tuh 'kan, aku bilang juga apa. Sebaiknya kamu istirahat saja dan tidak usah memikirkan pekerjaan dulu. Sebaiknya kamu fokus pada kesehatanmu saja," ucap Lea sembari mengelus lembut punggung Amanda.
"Ya Tuhan, kepalaku sakit sekali," keluh Amanda sambil memegang kepalanya yang sakit.
"Sini, biar aku bantu pijitin kamu," ucap Lea sembari meraih minyak kayu putih yang ada di dalam kotak obat, yang berada tak jauh dari posisinya berdiri.
Amanda terdiam dengan tatapan yang terus tertuju pada Lea. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia merasa kasihan kepada Lea karena sudah berkhianat di belakangnya. Namun, keadaan memaksanya untuk melakukan itu. Ia sudah terlanjur nyaman berada di sisi Rangga dan tak ingin melepaskannya lagi.
"Maafkan aku, Lea. Semoga kamu tidak marah padaku jika suatu saat nanti kamu mengetahui hubungan kami yang sebenarnya," gumam Amanda dalam hati.
Tak terasa sore pun menjelang, Lea pun bersiap-siap untuk pulang. Ia tidak ingin sopir pribadinya menunggu terlalu lama di depan butik. Namun, sebelum ia keluar dari butiknya itu, Lea ingin ke kamar kecil terlebih dahulu.
Setibanya di tempat itu, samar-samar terdengar suara Amanda yang tengah berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon di dalam ruangan sempit tersebut.
Lea yang ingin menerobos masuk, akhirnya mengurungkan niatnya dan berdiri di sana untuk beberapa saat sambil mendengarkan percakapan sahabatnya itu.
"Sudah dulu ya, Sayang. Aku tunggu di depan," ucapnya sambil terkekeh manja.
"Menunggu di depan? Itu artinya Amanda dijemput oleh kekasih misteriusnya. Bukankah kata Amanda, kekasihnya itu tidak pernah menginjakkan kakinya di kota ini. Trus, itu siapa dan kenapa Amanda harus berbohong kepadaku?" gumam Lea dalam hati.
"Sepertinya ada sesuatu yang ditutup-tutupi oleh Amanda dariku. Aku harus cari tahu, harus!" lanjutnya lalu segera bersembunyi di balik dinding, di mana Amanda tidak bisa melihat keberadaannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
we
sebaik baiknya nyimpan bangkai pasti akan tercium tunggu aja karma u Amanda dan Rangga
2023-03-18
1
Mey-mey89
semangat thorrr.
2023-03-16
2
Rini Musrini
nah gitu lea kamu harus curiga jangan terlalu percaya sm sahabatmu sendiri . rata² sahabat akan menikung kekasih sahabatnya sendiri .
2023-03-16
2