GKP 13

Ting! Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Rangga. Lelaki itu bergegas meraih ponselnya lalu membaca pesan teks tersebut.

"Sepertinya aku harus pergi sekarang juga, Lea. Katanya penyakit ibu kambuh," ucap Rangga di tengah-tengah kegalauan Lea.

"Ibu sakit? Aku akan ikut denganmu," jawab Lea sembari menyeka air matanya.

"Tidak usah, Lea. Sebaiknya kamu pulang saja dan beristirahatlah," tolak Rangga.

"Tapi aku ingin menjenguk ibu, Rangga. Lagi pula sudah lama sekali kamu tidak mengajakku bertemu mereka," sahut Lea.

"Lain kali saja, ya! Aku berjanji akan mengajakmu bertemu mereka, tapi tidak sekarang." Rangga terlihat panik. Ia melabuhkan sebuah ciuman hangat di puncak kepala Lea lalu bersiap untuk pergi.

"Aku pergi dulu dan soal hari pernikahan kita, kita bisa membicarakannya nanti. Aku janji!" Setelah mengucapkan itu, Rangga pun berlari meninggalkan Lea yang masih duduk di taman itu sendirian.

"Ada apa denganmu, Rangga? Entah mengapa aku merasakan banyak sekali perubahan pada dirimu. Apalagi setelah kondisiku yang seperti ini," gumam Lea sembari menatap kaki palsunya.

Setelah menelpon sopirnya, Lea pun bersiap untuk pulang. Tidak butuh waktu lama, sang sopir tiba lalu membantu Lea masuk ke dalam mobil.

"Tadi saya ingin menjemput Non Lea, tapi Mas Rangga melarang. Katanya biar dia yang menjemput Non Lea," ucap Pak Sopir.

"Iya, tadi ia yang menjemputku sepulang dari butik," jawab Lea.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba Lea melihat sebuah mobil yang terparkir di pinggir jalan. Lea mengenali mobil mewah itu.

"Bukankah itu .... Pak, berhenti!" titahnya kepada pak sopir.

Pak sopir pun menghentikan laju mobilnya lalu membantu Lea keluar.

"Tunggu sebentar, Pak. Aku ingin menemui pengacaraku dulu."

"Baik, Non."

Lea pun pergi meninggalkan mobilnya lalu menghampiri mobil mewah tersebut.

"Pak Andi! Keluarlah, saya ingin bicara!" ucap Lea sembari mengetuk-ngetuk pintu mobil mewah itu.

Tidak berselang lama, seorang lelaki berjas hitam keluar dari dalam mobil. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu menghampiri Lea yang sedang memasang raut wajah kesal. Lelaki paruh baya itu mencoba tersenyum, tetapi Lea sepertinya enggan membalas senyumannya.

"Lea, apa kabar?" sapa lelaki paruh baya itu, mencoba berbasa-basi.

"Kabar saya buruk, Pak Andi!" sahut Lea dengan wajah yang menekuk. "Ke mana saja Pak Andi selama ini? Saya sudah menghubungi nomor Bapak dan mengirimkan pesan hingga ratusan kali, tetapi Anda tidak meresponnya. Malah nomor saya, Anda blokir begitu saja!"

"Sebentar, Lea. Aku bisa jelaskan, tapi sebaiknya kita bicara di tempat lain saja," sahut Pak Andi.

"Baiklah kalau begitu. Kita bicara di kafe yang ada di ujung sana."

Lelaki paruh baya itu pun setuju lalu kembali masuk ke dalam mobilnya, begitu pula Lea. Setelah beberapa menit kemudian, mereka pun tiba di sebuah kafe yang mereka tuju. Lea masuk ke dalam kafe tersebut dan diikuti oleh Pak Andi.

Ternyata lelaki paruh baya itu tidak sendiri. Ia bersama seorang wanita cantik seumuran Lea di dalam mobil mewah itu. Seorang wanita simpanan yang menjadi orang ke-tiga di dalam kehidupan lelaki berprofesi sebagai pengacara tersebut.

Setelah menemukan meja kosong, mereka pun segera duduk di sana.

"Pak Andi, kenapa Anda memblokir nomor saya? Sebenarnya apa salah saya?" kesal Lea tanpa basa-basi lagi.

"Ehm, maafkan aku soal itu. Tapi percayalah padaku, bukan aku yang memblokir nomormu. Mungkin itu kerjaan istriku," jawab lelaki itu asal.

"Tidak mungkin!" Lea mendengus kesal. Jawaban yang dilontarkan oleh Pak Andi benar-benar tidak masuk akal baginya.

"Sekarang bagaimana perkembangan kasus saya?" lanjut Lea.

Pak Andi menarik napas dalam lalu menghembuskannya lagi. "Lea, aku minta maaf yang sebesar-besarnya sama kamu. Kasusmu sudah ditutup dan pihak kepolisian sudah tidak menghentikan penyelidikan sejak seminggu yang lalu," sahut lelaki paruh baya itu dengan raut wajah sedih.

Mata Lea seketika membola. Ia begitu terkejut mendengar kata-kata pengacaranya barusan. "Apa! Kasus ditutup? Ta-tapi kenapa?" tanya Lea dengan terbata-bata.

"Karena tidak adanya saksi mata pada saat kejadian itu dan mereka tidak bisa menemukan titik terang siapa pelakunya," jawab Pak Andi.

"Bohong! Ada seorang saksi mata yang menyaksikan langsung kejadian itu. Seorang lelaki! Ia bahkan mencoba membantu kami pada waktu itu. Lagi pula di jalan itu ada CCTV, kenapa mereka tidak menggunakan CCTV tersebut? Dan satu lagi, nomor plat mobilnya! Memangnya sebanyak apa nomor plat 914 di kota ini, ha?!" kesal Lea dengan napas memburu.

"Tidak semudah itu, Lea. Mereka sudah mencoba semampu mereka dan soal CCTV yang ada di jalan itu, CCTV-nya sudah rusak dan mereka tidak menemukan rekaman apa pun di sana," jawab sang pengacara.

Lea menggelengkan kepalanya. "Memangnya siapa yang sudah menabrak kami? Apakah dia anak seorang petinggi di negara ini hingga kalian tega menutup-nutupi kasus ini. Memangnya kalian dibayar berapa olehnya, ha?!" ucap Lea dengan geram. Selama ini ia curiga bahwa kasusnya memang sengaja ditutup-tutupi oleh mereka.

"Itu sama sekali tidak benar, Lea. Sebaiknya lupakan kasus itu dan ikhlaskan saja semuanya," sahut Pak Andi. Pak Andi meraih secarik kertas lalu menyerahkannya ke hadapan Lea.

"Ini uangmu dan sekaligus sebagai permintaan maafku karena tidak bisa membantumu mengungkapkan kasus ini. Semuanya aku kembalikan utuh."

Lea tersenyum sinis. "Saya tidak butuh uang itu! Ambil saja kembali! Yang saya inginkan hanya keadilan! Keadilan untuk nyawa adikku yang sudah ia renggut!"

Pak Andi melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya lalu bangkit.

"Aku masih ada urusan penting, Lea. Ambil ini dan gunakan untuk kebutuhanmu," ucap Pak Andi.

Lelaki paruh baya itu meraih tangan wanita cantik yang sejak tadi hanya diam di sampingnya. Mereka lalu berjalan meninggalkan Lea di tempat itu.

"Pak Andi, Anda mau ke mana? Kita belum selesai bicara! Apa bagimu nyawa adikku sama sekali tidak penting?!" teriak Lea dengan mata berkaca-kaca.

Jangankan peduli, lelaki paruh baya itu bahkan sama sekali tidak ingin menoleh. Ia terus melenggang pergi sambil bergandeng mesra dengan sang kekasih hati.

Lea memperhatikan seonggok kertas yang tergeletak di atas meja. Sebuah cek berisi sejumlah uang. Lea meraih kertas itu lalu menatapnya dengan wajah sedih.

"Kenapa Anda jahat sekali, Pak Andi! Seakan nyawa adikku tidak ada apa-apanya. Semoga saja apa yang terjadi pada kami, tidak akan terjadi padamu," ucap Lea dengan bibir bergetar.

Dengan langkah gontai, Lea menuju parkiran, di mana pak sopir sudah menunggunya di dalam mobil. Ia memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanannya.

"Bagaimana, Non?" tanya Pak Sopir.

"Ternyata kasusnya sudah ditutup, Pak. Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku akan terus berjuang mencari keadilan untuk kami. Untuk nyawa adikku yang melayang sia-sia karena perbuatan lelaki tak bertanggung jawab itu. Hidupku tidak akan pernah tenang sebelum lelaki itu dihukum seberat-beratnya," sahut Lea.

***

Terpopuler

Comments

Melki

Melki

Lea terlalu sering disakiti....

2023-06-09

2

we

we

semangat Lea semua akan indah pada waktunya 🤗

2023-03-18

0

Hamidah

Hamidah

..

2023-03-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!