GKP 7

"Oh ya, bagaimana kabar penjahat yang menabrak kami? Apakah polisi sudah berhasil menemukannya?" tanya Lea.

"Mereka bilang masih dalam proses," jawab Rangga.

Lea mendengus kesal. "Hhhh, lagi-lagi jawaban mereka seperti itu. Aku tidak mengerti apakah kasus ini begitu rumit bagi mereka hingga sampai sekarang penjahat itu tidak juga ditemukan. Padahal seingatku ada saksi mata yang melihat kejadian itu. Apakah mereka juga belum berhasil menemukan saksi mata itu?"

Rangga menggeleng perlahan. "Hmm, entahlah, Lea. Tapi semoga saja masalah ini cepat selesai dan penjahat itu segera mendapatkan hukuman yang setimpal." Rangga menimpali.

"Aku curiga, jangan-jangan orang yang menabrak kami adalah orang penting. Hingga ia bisa memerintahkan para pihak berwajib untuk menutupi kasus ini," tutur Lea dengan begitu serius.

Rangga menghembuskan napas berat. "Jangan negatif thinking dulu, Lea. Kasus yang ditangani oleh para pihak berwajib bukan hanya kasus ini saja. Ada puluhan, ratusan, atau bahkan mungkin ribuan kasus yang harus mereka selidiki. Jadi menurutku wajar saja jika mereka tidak bisa secepat itu memecahkan kasus yang sedang menimpamu."

Lea mendengus. "Ya, semoga saja apa yang kamu katakan itu benar, Rangga. Aku harap mereka akan terus menyelidiki kasus ini. Aku tidak akan hidup dengan tenang sampai penjahat itu mendapatkan hukuman yang setimpal! Kalau perlu dia harus dihukum mati karena sudah melenyapkan nyawa adikku."

Lea benar-benar geram. Wajahnya tampak memerah karena marah. Kebenciannya terhadap lelaki itu sudah merasuk hingga ke lubuk hatinya yang paling dalam.

Rangga meraih tangan Lea lalu menggenggamnya dengan erat. "Ehmm, Lea ... sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan kepadamu. Ini tentang pernikahan kita," ucap Rangga dengan ragu-ragu.

Lea menoleh lalu menatap Rangga dengan serius. Tiba-tiba saja ia merasakan ada sesuatu yang aneh setelah mendengar kata-kata Rangga barusan.

"Pernikahan kita?" Lea menautkan kedua alisnya heran.

"Begini, Lea. Menurut ayah dan ibu, sebaiknya pernikahan kita ditunda dulu dan fokus pada kesembuhanmu. Setelah kamu fit, kita bisa merencanakan pernikahan kita kembali," jelas Rangga.

"Ditunda? Kenapa harus ditunda? Setelah menikah pun aku masih bisa fokus pd pengobatanku," protes Lea yang merasa alasan Rangga sama sekali tidak masuk akal.

Rangga tersenyum kecut lalu mencium tangan Lea yang masih ada di dalam genggamannya. "Tidak akan lama. Paling hanya beberapa bulan dan kita bisa melaksanakan pernikahan kita," bujuk Rangga.

Lea menghembuskan napas kasar. Ia masih belum bisa menerima alasan Rangga yang tiba-tiba menunda hari pernikahan mereka. Padahal semuanya sudah disiapkan dengan sangat sempurna.

"Ya sudah, terserah kamu lah," jawab Lea pasrah pada keputusan Rangga.

Rangga tersenyum lebar. "Kamu tidak marah, kan?" ucapnya sembari mencolek dagu Lea.

"Sedikit. Tapi walaupun begitu, aku yakin keputusanmu tak akan bisa diganggu gugat. Benar, 'kan?"

"Ini untuk kebaikan kita berdua." Rangga pun kembali tersenyum. "Oh ya, sebaiknya kamu makan. Biar aku suapin, ya?"

"Aku sudah bilang, aku tidak lapar."

"Nona Lea, ada tamu di luar." Tiba-tiba pelayan kembali menghampiri mereka.

Lea menautkan kedua alisnya heran. "Tamu? Siapa, Bi?"

"Katanya mereka adalah salah satu costumer Anda, Non."

"Costumer-ku?" Lea kembali mengernyitkan dahinya. "Ya sudah, persilakan mereka masuk."

"Baik, Nona."

Pelayan itu pun pergi untuk menemui tamu tersebut, sementara Lea segera menyusul menuju ruang tamu dengan dibantu Rangga. Mendorong kursi rodanya.

"Siapa mereka?" tanya Rangga.

"Entahlah, aku juga tidak tahu."

Lea dan Rangga tiba di ruangan itu dan ternyata tamunya sudah berada di sana. Lea mengenali mereka dan ia pun segera tersenyum menyambut pasangan itu.

"Kalian?"

"Maafkan kami karena tiba-tiba datang ke sini, Mbak. Mbak masih ingat kami, 'kan?" balas sang wanita.

"Ya, tentu saja. Bagaimana kabar kalian?" Lea tersenyum hangat lalu mengulurkan tangannya kepada wanita itu.

"Baik, Mbak."

Setelah saling bersalam-salaman, mereka pun segera duduk di sofa yang ada di ruangan itu kemudian kembali berbincang.

"Sebelumnya saya minta maaf jika kedatangan kami sudah mengganggu waktunya, Mbak. Begini, Mbak. Kami sudah mendengar semua tentang kejadian yang menimpa Mbak beberapa waktu yang lalu dan saya turut prihatin. Jika Mbak berkenan, saya ingin membantu Mbak sedikit," tutur wanita itu. Sementara sang pria hanya tersenyum sembari mengangguk pelan menatap Lea.

"Maksudnya apa, ya?" Lea kebingungan.

"Suami saya ini punya usaha pembuatan kaki dan tangan palsu. Kalau Mbak tidak keberatan, kami ingin memberikan kaki palsu untuk Mbak," jawabnya.

Lea terkejut mendengar ucapan wanita itu. Ia melihat ke arah kakinya yang hanya tersisa satu. Tiba-tiba Lea kembali menangis. Pundaknya bergetar hebat dan ia pun terdengar sesenggukan dengan kepala yang tertunduk.

Rangga mengelus lembut pundak Lea dan mencoba menenangkannya. Sementara pasangan pengantin itu tampak serba salah. Mereka merasa tidak nyaman karena sudah membuat Lea kembali bersedih.

"Maafkan kami, Mbak. Kami tidak bermaksud membuat Mbak bersedih atau apa pun itu. Niat kami hanya ingin membantu, Mbak. Jika Mbak keberatan, tidak apa-apa, kok," ucap wanita itu lagi.

Lea mengangkat kepala lalu menatap pasangan itu dengan mata sembabnya. "Tidak. Aku tidak apa-apa. Aku hanya tidak menyangka dalam waktu sekejap, kakiku tiba-tiba menghilang dan sekarang aku menjadi seorang wanita penyandang cacat," tutur Lea sembari menyeka air matanya.

"Lea, please. Jangan berkata seperti itu. Bagiku kamu tetap seorang Lea yang dulu," sela Rangga.

"Tidak apa, Rangga. Aku akan mencoba berdamai dengan takdirku. Aku akan menerima diriku sebagai seorang wanita cacat," jawab Lea.

"Dan soal tawaran kalian, dengan senang hati aku akan menerimanya," jawab Lea dengan mantap.

Pasangan itu pun tersenyum semringah. Mereka tampak begitu senang karena tawaran mereka disambut dengan baik oleh Lea.

"Ya, Mbak. Nanti kami buat yang paling bagus dan nyaman untukmu," sahutnya sambil tersenyum lebar.

Beberapa minggu kemudian.

Kaki palsu yang khusus dibuat untuk Lea itu pun akhirnya selesai. Mereka segera mengirimkan benda itu ke alamat Lea dan disambut oleh wanita itu dengan senang hati.

"Bagus sekali," gumam Lea sembari mengelus benda itu dengan wajah yang semringah.

"Sekarang coba kenakan," ucap Rangga kepada Lea yang masih menatap benda itu dengan mata berkaca-kaca.

Lea mengangguk pelan. "Baiklah, akan kucoba."

Lea memasang benda itu ke kakinya lalu mencoba menggerakkannya.

"Bagaimana? Apa kamu menyukainya?" tanya Rangga sembari memperhatikan ekspresi wajah Lea.

"Ya, dan semoga benda ini dapat berfungsi dengan baik agar aku bisa kembali beraktivitas seperti semula."

"Aamiin. Sekarang melangkah lah," ajak Rangga sembari memegangi tangan Lea dengan begitu erat.

Lea pun segera mencoba melangkahkan benda itu satu langkah dari posisinya berada lalu berhenti di sana karena ragu-ragu.

"Kamu tenang saja. Aku akan menjagamu," ucap Rangga yang berada di sisi Lea untuk berjaga-jaga kalau tunangannya itu terjatuh.

"Aku gugup." Lea menghembuskan napas lalu kembali fokus pada benda itu.

"Tidak apa-apa, coba saja. Aku yakin nanti kamu akan terbiasa menggunakannya," jawab Rangga mencoba memberi semangat kepada Lea.

Dengan dibantu Rangga, Lea pun kembali mencoba menggerakkan benda itu. Ia sempat terjatuh karena belum terbiasa dan belum bisa menyeimbangkan tubuhnya. Namun, seiring waktu, ia pun mulai terbiasa menggunakan benda tersebut.

***

Terpopuler

Comments

Huda Brandal Idiot

Huda Brandal Idiot

semoga Lea cepat beraktifitas dan malupakan semuanya

2023-07-06

0

Sri Maniyah

Sri Maniyah

smga lea jga dpt jdoh yg bnr2 tlus dn bsa trma keadaanya.

2023-06-03

1

Heri Wibowo

Heri Wibowo

ternyata masih banyak yang perhatian sama Lea

2023-03-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!