GKP 4

Tit ... tit ... tit ....

Suara monitor ICU terus terdengar dan memecah keheningan sebuah ruangan yang di huni oleh Lea. Tampak beberapa bekas luka menghiasi wajah serta tubuhnya.

Sudah beberapa hari ia terbaring lemah dan tak sadarkan diri di ruangan itu hingga akhirnya sebuah pergerakan terlihat di jari-jemarinya.

Pergerakan itu ditangkap oleh seorang perawat yang tengah berjaga di ruangan tersebut. Ia bergegas menghubungi rekannya dan meminta mereka untuk memberitahu dokter soal kondisi Lea saat ini.

Tidak berselang lama, Dokter pun tiba bersama beberapa orang perawat. Dokter itu segera mengecek kondisi Lea dan ternyata hasilnya pun cukup memuaskan. Lea sudah sadar dan sudah bisa diajak berkomunikasi.

Lea memperhatikan sekelilingnya dan sekarang ia sadar bahwa ia tengah berada di sebuah kamar rumah sakit. Ia juga mencoba mengingat-ingat apa yang menyebabkan dirinya tergolek di ruangan tersebut. Hingga akhirnya bayangan kecelakaan tragis itu pun kembali terlintas di pikirannya dengan sangat jelas.

Lea tersentak kaget. Yang ada di pikirannya saat itu hanyalah Harris. Ia berharap adik laki-lakinya itu baik-baik saja.

"Dok, bagaimana kondisi adik saya? Apa dia baik-baik saja?" tanya Lea dengan begitu serius menatap Dokter yang tengah sibuk mengecek kondisinya.

Dokter sempat melirik seorang perawat yang berdiri di sampingnya. Dari ekspresi wajahnya saat itu, Lea yakin ada sesuatu yang tidak beres, yang tengah terjadi pada adik laki-lakinya tersebut.

"Dok?" panggil Lea karena Dokter itu masih enggan menjawab pertanyaan darinya.

Dokter menghembuskan napas berat sebelum ia menjawab pertanyaan dari Lea barusan.

"Sebelumnya kami ingin mengucapkan turut berdukacita yang sedalam-dalamnya atas kecelakaan yang terjadi pada kalian dan kami juga ingin meminta maaf karena tidak sempat menyelamatkan nyawa saudara laki-laki Anda," tutur Dokter tersebut dengan wajah sendu.

"A-apa maksud Anda, Dokter?" pekik Lea yang begitu panik setelah mendengar penuturan dari dokter tersebut.

"Adik laki-laki Anda menghembuskan napas terakhirnya ketika di perjalanan menuju ke tempat ini. Luka parah yang ia alami, membuat ia kehilangan banyak darah dan kami tidak sempat memberikan pertolongan kepadanya," jelas Dokter.

Lea menggelengkan kepalanya. Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh dokter barusan.

"Anda jangan bercanda, Dokter! Adik saya baik-baik saja. Dia pasti sedang menunggu saya di luar!"

Lea mencoba bangkit dari posisinya. Namun, ditahan oleh perawat yang berdiri tak jauh dari tempat tidurnya. Mereka menahan pergerakan Lea mengingat kondisi Lea saat itu masih belum stabil.

"Tolong jangan banyak bergerak, Nona Lea. Kondisi Anda masih belum stabil," ucap salah satu perawat yang sedang memegangi tangan Lea.

"Tidak, Sus. Biarkan aku pergi! Aku ingin menemui adikku. Aku yakin dia sedang menungguku di luar!" Lea bersikeras ingin pergi dari ruangan itu.

"Tapi, Nona Lea ...." Perawat itu masih berusaha menahan pergerakan Lea.

Lea menarik kakinya dan ingin turun dari ranjang pasien tersebut. Namun, aksinya tiba-tiba terhenti ketika ia merasakan ada yang aneh pada kakinya.

"A-apa yang terjadi pada kakiku?"

Lea menatap para perawat yang masih mencoba menahan tubuhnya, satu persatu. Para perawat itu memasang wajah sendu ketika Lea menatap mereka. Lea pun menjadi penasaran karena para perawat maupun dokter yang ada di ruangan itu hanya diam dan tak bersuara sedikit pun.

"Kenapa kalian diam saja? Aku bertanya pada kalian, apa yang terjadi pada kakiku?" Kali ini nada suara Lea mulai naik. Ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada kakinya.

Lea yang sudah tidak dapat menahan rasa penasarannya, segera menyingkap selimut yang masih menutupi bagian tubuhnya, dari pinggang hingga ke bawah. Para perawat yang berdiri si samping kiri dan kanan Lea pun tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan Lea memeriksa keadaannya.

"Ka-kakiku!" pekik Lea dengan mata membulat setelah melihat kondisi kakinya saat itu. Ia begitu syok setelah mengetahui bahwa kaki sebelah kanannya sudah diamputasi. Sementara kaki sebelah kiri masih utuh, tetapi penuh dengan luka-luka.

"A-apa yang terjadi pada kakiku, Dok?!" tanya Lea di sela tangis histerisnya.

"Kaki Anda terpaksa harus kami amputasi karena lukanya sudah terlalu parah. Tulang kaki Anda remuk dan tidak bisa diperbaiki lagi," jelas Dokter.

"Tidak! Itu tidak mungkin! Kakiku ...."

Lea kembali menangis histeris. Ia menjerit karena tidak bisa menerima kenyataan pahit tersebut. Para perawat dan dokter mencoba menenangkan dan meyakinkan bahwa Lea mampu melewati semua cobaan itu.

"Yang sabar ya, Nona Lea. Yakinlah, bahwa Anda mampu melewati semua ini sebab Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang melebihi batas kemampuan umatnya."

Setelah beberapa saat, akhirnya Lea pun bisa sedikit lebih tenang. Ia menarik napas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan.

"Baiklah, sekarang katakan yang sejujurnya kepadaku. Di mana adikku?"

"Kami sudah meletakkannya di kamar jenazah dan tinggal menunggu keputusan Anda sebagai kakaknya," jawab Dokter.

Bibir Lea kembali bergetar. Buliran bening itu kembali merembes dengan cepat tanpa bisa ia tahan. "Ja-jadi benar, adikku sudah meninggal?" tanya Lea lagi dengan terbata-bata.

Dokter mengangguk pelan dan menatap Lea dengan wajah sedih.

"Katakan kalau itu hanya lelucon, Dokter! Katakan kalau itu semua hanya lelucon kalian!" ucap Lea dengan setengah berteriak.

"Maafkan kami, Nona Lea."

Lagi-lagi Lea menangis histeris. Cobaan berat yang harus ia terima hari ini benar-benar membuat dirinya hancur tak bersisa. Selain kehilangan kakinya, ia juga harus menerima kenyataan pahit bahwa adik satu-satunya sudah meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.

"Harris! Kenapa kamu meninggalkan Kakak secepat ini? Bukankah kamu sudah berjanji bahwa kamu tidak akan pernah meninggalkanku? Lalu kenapa sekarang kamu mengingkarinya?" teriak Lea di sela isak tangisnya.

Dokter dan para perawat hanya diam dan membiarkan Lea mengeluarkan semua unek-unek yang ada di hatinya saat itu.

Setelah beberapa menit kemudian.

"Aku ingin melihatnya." Lea menghentikan tangisannya lalu menatap para perawat dengan begitu serius.

Para perawat itu pun menganggukkan kepala mereka tanda setuju. "Baiklah, biar kami antar Anda ke ruangan itu."

Setelah melepaskan beberapa peralatan medis yang menempel di tubuhnya, para perawat pun segera mengantarkan Lea ke kamar jenazah. Di mana tubuh Harris yang sudah tidak bernyawa, diletakkan di ruangan itu.

Kini Lea sudah berada di ruangan tersebut. Salah satu perawat membawa tubuh Harris yang sudah tidak bernyawa ke hadapan Lea. Lea yang tadinya mencoba tegar, kini kembali lemah dan tak berdaya ketika harus berhadapan dengan sosok adik semata wayangnya yang sudah terbujur kaku.

"Harris! Harris, bangunlah! Kakak mohon, jangan tinggalkan Kakak sendiri," ucap Lea di sela jerit tangisnya.

Setelah selesai mengucapkan hal itu, tiba-tiba Lea jatuh pingsan karena tidak sanggup menahan rasa sakit dan kekecewaannya.

"Nona Lea! Nona Lea," panggil perawat, mencoba menyadarkan Lea.

***

Terpopuler

Comments

Hamidah

Hamidah

....

2023-03-16

2

Dien Elvina

Dien Elvina

ya Allah sedih sekali..nasib Lea udah cacat d tinggal adek nya meninggal kurang ajar sekali yng nabrak😖

2023-03-15

2

Rini Musrini

Rini Musrini

kasihan lea thor

2023-03-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!