19. Kehilangan Jejak

Niat baik dokter Zahra yang ingin membuktikan bahwa Ariel adalah cucu kandung tantenya Soraya berakhir kecewa. Pasalnya saat melakukan visit ke kamar inap Ariel, gadis itu tidak menemukan keponakannya sama sekali.

Ia sangat syok lalu bertanya kepada suster Rachael." Di mana pasien yang ada di kamar ini?"

"Kedua orangtuanya memindahkan ke rumah sakit lain, dokter."

"Apakah kamu tahu rumah sakit mana yang mereka tuju?"

"Tidak tahu dokter. Mereka hanya meminta rekam medis putra mereka."

"Astaga...! Kenapa kalian tidak segera memberitahuku kalau pasien Ariel di pindahkan ke rumah sakit lain?"

"Emangnya ada apa dokter?"

"Ada yang ingin saya bicarakan pada kedua orangtuanya tentang situasi putranya. Apakah aku bisa nomor telepon mereka dan alamat rumahnya?"

"Maaf dokter! Tuan Ammar sulit di dekati untuk alasan apapun. Jangan terlalu mencampuri urusan pria sadis itu."

"Emang siapa dia?"

"Seorang mafia yang punya pengaruh besar di negara ini." Ujar suster Rachel.

"Sepertinya kamu sangat mengenal tuan Ammar, Rachel. Apakah kamu pernah punya hubungan dengannya?" Tanya dokter Zahra ingin tahu lebih banyak tentang Ammar.

"Dulu mantan kekasihku bekerja dengannya. Jadi aku sedikit banyak mengetahui sepak terjangnya tuan Ammar." Ucap suster Rachel.

"Apakah dia seorang yang ...-" Ucapan dokter Zahra terpotong.

"Maaf dokter Zahra. Saya bukan orang yang tepat untuk menjelaskan siapa sebenarnya tuan Ammar. Jika informasi yang saya sampaikan tidak sesuai fakta, bukan tidak mungkin saya akan berurusan dengan pria itu." Ucap suster Rachel kembali ke tugasnya mendampingi dokter lain yang akan berkunjung ke kamar pasien.

Suster merasa curiga pada dokter Zahra yang memiliki niat tertentu karena begitu tertarik dengan kehidupan tuan Ammar.

Sementara itu dokter Zahra yang tidak ingin lagi mengorek informasi tentang Ammar, memilih menghubungi lagi nyonya Soraya melaporkan apa yang terjadi pada pasiennya baby Ariel.

"Apa ..? kamu kehilangan jejak mereka? Apakah kamu tidak bisa mengunjungi ke rumah mereka sebagai seorang dokter?" Tanya nyonya Soraya.

"Masalahnya, suaminya Tari itu bukan orang sembarangan Tante. Dia itu seorang mafia yang sangat disegani di negara ini. Aku juga segan untuk berurusan dengan mereka. Tapi, Zahra yakin kalau mereka akan menghubungi Tante suatu saat nanti karena baby Ariel membutuhkan sum-sum tulang belakangnya paman kalau benar, baby Ariel adalah putra kandungnya Abang Asril." Ucap dokter Zahra menyemangati tantenya yang di Bogor Indonesia seberang sana.

Sementara itu, Ammar dan Tari sudah membawa Baby Ariel ke rumah sakit yang ada di California Amerika serikat. Tari sebenarnya keberatan dengan keputusan suaminya untuk membawa putranya jauh ke Amerika jika pengobatannya cukup simpel dengan melakukan pencangkokan sumsum tulang belakang milik tuan Hanif ayah kandungnya mendiang Syahril.

Sepanjang perjalanan menuju California Amerika, Tari dan Ammar lebih banyak diam. Senyum merekah yang biasa di umbar Tari kini menghilang bersamaan sakitnya baby Ariel. Ammar pun juga seperti itu. Kehidupannya yang biasa berjalan normal kini mulai terganggu termasuk kebutuhannya sebagai suami dari Tari mulai tidak diperhatikan lagi oleh Tari. Ia tenggelam dalam kesedihannya membuat Ammar cukup sungkan untuk meminta jatahnya pada sang istri.

"Sayang ..! Kenapa kamu tidak mau bicara padaku? Tanya Ammar penasaran.

"Apa yang harus aku bicarakan Ammar? sementara hatiku sendiri terasa sangat lelah." Ucap Tari.

"Jika kamu diam, pikiranmu makin frustasi. Setan akan menguasai pikiranmu dengan bisikan-bisikan yang menyesatkan dirimu." Ucap Ammar.

"Aku malah sibuk berdzikir Ammar. Aku hanya ingin memusatkan pikiranku dengan Allah. Bagaimana mungkin setan masuk di saat hati dan pikiran kita hanya mengingat Allah?" Bantah Tari.

"Maafkan aku Tari! Aku merasa kesepian walaupun kamu ada di sampingku." Ucap Ammar sendu.

"Maafkan aku suamiku! Aku bingung dengan situasi ini. Jika kamu tidak begitu egois untuk berdiskusi dengan kedua orangtuanya Syahril dengan begitu kita bisa mendapatkan sum-sum tulang belakang dari tuan Hanif." Ucap Tari.

Ammar menahan dirinya untuk tidak menimpali perkataan istrinya yang memicu amarahnya saat ini." Bukankah aku sudah mengatakan kepadamu untuk bersabar agar kita mendapatkan jalan tengahnya untuk menolong putra kita."

"Aku tahu, tapi itu hanya akan memperlambat proses kesembuhan Ariel. Mungkin saja hanya untuk bertahan hidup." Ucap Tari.

Keduanya kembali terdiam. Tari memilih mengalah. Mungkin kalau bisa ia ingin kabur lagi membawa putranya pergi dari suaminya Ammar yang terlihat begitu egois entah apa yang lelaki itu pikirkan. Ujian kehidupan rumah tangganya saat ini benar-benar berat. Tari merasa apa yang ia pernah miliki selalu saja berakhir dengan kematian. Mulai dari hari pernikahannya dengan Syahril dan sekarang putranya Ariel.

"Ya Allah...! Berilah hamba petunjuk. Ini sangat sulit bagiku. Apa yang harus aku lakukan untuk putraku?" Doa Tari yang bisa ia ungkapkan melalui batinnya yang saat ini begitu hancur.

Berusaha tegar di hadapan suaminya juga percuma karena Ammar terlalu keras kepala dan sulit untuk dibujuk. Kebahagiaan yang saja mereka raih, kini berganti dengan kedukaan dan entah kapan akan berakhir. Apakah endingnya menyakitkan atau membahagiakan itu yang sedang menganggu pikirannya Tari saat ini. Di saat ia mengandung anak keduanya, ujian kembali menerpa dirinya.

Pesawat jet pribadi milik Ammar, akhirnya tiba juga di bandara setempat. Asistennya pribadinya Ammar yaitu Rizal dan juga Salma sebagai baby sitter nya baby Ariel menuju hotel untuk membawa koper milik majikan mereka sementara Ammar dan Tari langsung membawa Ariel ke rumah sakit yang sudah menerima pengobatan baby Ariel.

Rizal dan Salma juga sama-sama diam karena keduanya terlihat sama-sama memiliki rasa satu sama lain hanya saja sama-sama segan untuk memulai membuka obrolan. Rizal yang terlihat bosan akhirnya mulai mengajak Salma berbincang.

"Apakah kamu satu kampung dengan nona Tari?" Tanya Rizal basa-basi.

"Aku tinggal di Bogor dan nona Tari tinggal di Jakarta. Kami hanya beda kota tapi sebenarnya juga dekat." Ucap Salma.

"Aku kira kalian berdua adalah saudara."

"Saudara semuslim." Ucap Salma membuat Rizal tersenyum.

"Kamu ternyata lucu juga, Salma. Apakah kamu sudah berkeluarga?"

"Aku masih gadis. Belum ada yang mau menjadi pacarku. Mungkin aku seorang baby sitter jadi orang tidak akan mau memilih aku menjadi istri mereka." Jawab Salma merendahkan dirinya.

"Emangnya jodoh itu tergantung status pekerjaan seseorang? Bukankah jodoh adalah rahasia Allah yang akan mengatur pertemuan hambaNya dalam satu tujuan yaitu pernikahan?" Jawab Rizal terdengar masuk akal.

"Benar juga katamu. Kenapa aku jadi pesimis begini ya. Jadi su'uzon sama Allah." Imbuh Salma malu hati. Keduanya sama-sama cekikikan dengan obrolan ringan mereka yang terdengar garing.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!