20. Saran Yang Sama

Dokter melakukan pemeriksaan ulang pada tubuh dan juga mengambil sampel darah milik Baby Ariel. Tidak berapa lama mereka menemukan kondisi yang sama dengan laporan medis sebelumnya dari rumah sakit asal yang menyatakan bahwa baby Ariel menderita kanker leukimia.

Ammar dan Tari kembali melakukan konsultasi dengan dengan dokter bagaimana penanganan pasien yang menderita kanker darah.

"Pengobatan yang singkat dan cepat pulih hanya satu yaitu tuan bersedia melakukan pencangkokan sumsum tulang belakang untuk putra Anda." Ucap dokter Morgan.

"Masalahnya aku hanya ayah sambungnya bukan ayah biologisnya." Sahut Ammar terus terang.

"Kalau begitu hubungi ayah kandungnya? Ia pasti akan melakukan apapun demi kesembuhan putranya. Apakah dua juga ikut ke sini?" Tanya dokter Morgan terlihat semangat.

Tari menahan air matanya yang sudah hampir tumpah saat ini. Dadanya makin terasa sesak mendengar ucapan dokter Morgan." Masalahnya, ayah kandungnya juga sudah meninggal jauh sebelum putra sambung ku itu lahir." Ungkap Ammar.

Dokter menarik nafas dalam, seakan begitu prihatin dengan keadaan kesehatan Baby Ariel yang masih terlalu kecil yang harus mengalami penyakit seberat itu.

"Apakah tidak ada alternatif lain dokter, selain pencangkokan sumsum tulang belakang?"

"Ada. Hanya saja putra anda tidak mampu menjalani kemoterapi yang akan menyiksa tubuhnya. Mungkin kakek atau paman dari ayahnya bisa membantu melakukan pencangkokan sumsum tulang belakang untuk putramu itu." Ucap dokter Morgan dengan solusi yang sama yang dikatakan oleh dokter Zahra sebelumnya.

Tari segera beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Ammar dan dokter Morgan berbincang sendiri. Hatinya tidak cukup kuat untuk mendengarkan hal-hal yang akan menyiksa putranya.

Ia memilih menemani putranya yang saat ini sedang tidur. Baru sepekan sakit, bobot tubuh Ariel turun beberapa kilogram." Putraku...! Jika kamu pergi ajaklah mami serta. Selama ini kita selalu bersama-sama. Akan lebih baik kita menghadapi Illahi bersama-sama, sayang." Tutur Tari sambil terisak.

Ammar yang baru masuk ke kamar itu nampak sedih melihat keadaan putra sambungnya itu. Ia mengajak Tari untuk bicara namun Tari menghempaskan tangannya Ammar.

"Lepaskan...! Aku tidak ingin bicara denganmu. Jika terjadi sesuatu pada putraku, aku tidak akan memaafkanmu. Aku juga akan mengakhiri hidupku juga anak yang aku kandung ini." Ancam Tari sengit.

"Tari...! Apakah kamu tidak bisa tenang sebentar saja dan mendengarkan aku bicara?"

"Aku jenuh mendengar omong kosong mu yang seakan sedang menanti kematian putraku. Atau begini saja, jika kamu masih keras kepala untuk melakukan penginstalan yang akan menyiksa tubuh putraku, mari kita bercerai Ammar!" Ucap Tari berapi-api.

"Jangan pernah bermimpi untuk pergi lagi dari hidupku, Tharisha!" Bentak Ammar sambil mencengkram kedua bahunya Tari.

"Kalau begitu tunggu kematianku. Aku ingin lebih dulu mati daripada melihat putraku pergi meninggalkan aku duluan." Ucap Tari terlihat sudah sangat putus asa.

Ammar memeluk istrinya seraya meminta maaf kepada Tari." Maafkan aku sudah membentak mu, sayang. Aku hanya ingin kamu percaya kepadaku. Ini ujian untuk kita berdua. Tolong bersabarlah. Jika semua pintu pengobatan untuk baby Ariel tidak bisa lagi di cover oleh dokter, aku sendiri yang akan meminta tuan Hanif untuk menolong cucunya." Ucap Ammar.

"Saat kamu meminta paman Hanif untuk menolong putraku, di saat itu putraku tidak akan lagi bisa bertahan. Kau seakan sedang bermain-main dengan nyawa putraku. Sebenarnya kamu ini mau menolong putraku atau memang ingin membunuhnya, hah?" Tari kembali terbakar emosinya saat ini.

Logikanya tidak bisa menerima jalan pikiran yang saat ini Ammar bicarakan dengannya. Hanya ada satu cara untuk membawa pergi putranya kembali ke Jakarta.

...---------------- ...

Dua pekan berada di rumah sakit itu dengan serentetan pengobatan yang diterima oleh putranya Ariel bukan membuat Ariel bertambah membaik, malah makin membuat putranya terlihat kurus dengan mata cekung dan pipi tirus. Tari sudah hilang kesabarannya untuk terus bersabar mengikuti aturan Ammar.

Ia akhirnya menghubungi nyonya Soraya untuk membicarakan keadaan putranya dan mengakui putranya sebagai cucu kandungnya mereka. Tari mengucapkan salam kepada nyonya Soraya yang menyambut Tari dengan rasa haru. Walaupun dua sudah mengetahui hal yang sebenarnya yang terjadi kepada cucunya Ariel, namun sekuat tenaga nyonya Soraya menahan diri. Ia ingin mendengar sendiri pengakuan Tari tentang cucunya.

"Apa kabarmu Tari! Tumben kamu hubungi Tante, nak." Ucap Nyonya Soraya serak.

"Tante...! Sebelumnya Tari minta maaf baru bisa bicara dengan Tante sekarang. Apakah Tante mau mendengarkan apa yang akan Tari sampaikan kepada Tante? Lirih Tari sambil menahan tangisnya.

"Ceritakan saja Tari! Tante dengan senang hati akan mendengarkan kamu." Sahut nyonya Soraya.

"Sebenarnya, aku dan Asril pernah melakukan hubungan terlarang yang membuat aku hamil. Aku mengetahui kehamilanku tepat di hari kepergian Asril. Itulah sebabnya aku melarikan diri dari kedua orangtuaku dan memilih untuk mengakhiri hidupku di Kairo.

Tapi, saat aku ingin bunuh diri, aku dihalangi oleh Ammar yang sekarang menjadi suamiku. Ia rela menutup aibku demi menyelamatkan kandunganku. Dan sekarang ini putraku sedang sakit keras karena mengidap penyakit kanker darah.

Dokter menyarankan untuk melakukan pencangkokan sumsum tulang belakang untuknya. Hanya satu orang yang bisa menyelamatkan putraku yaitu paman Hanif. Maukah Tante Soraya membujuk paman Hanif menolong putraku Tante?"

"Apakah kami harus berangkat ke Kairo sekarang Tari?"

"Bukan di Kairo Tante. Tapi di rumah sakit California Amerika serikat." Sahut Tari.

"Baiklah, kami akan berangkat ke California begitu mendapatkan ijin visa. Kamu tahu sendiri Amerika cukup ketat untuk urusan menerima wisata asing dari luar negeri." Ucap nyonya Soraya.

"Terimakasih Tante sudah mau peduli dengan nasib putraku. Tari akan menunggu kedatangan kalian. Tari mohon Tante harus datang secepatnya atau kita akan kehilangan kesempatan untuk menyelamatkan baby Ariel." Ucap Tari.

"Terimakasih Tari! Aku merasa hidupku kembali berarti setelah mengetahui putraku Syahril masih memiliki keturunan darimu. Tante tidak akan menghujat perbuatan kalian walaupun yang kalian lakukan itu salah. Tapi takdir yang sudah menghendaki demikian. Tante bisa apa. Semua orang akan mengalami noda hitam dalam hidupnya karena manusia tidak akan pernah luput dari khilaf dan dosa. Insya Allah kami akan segera berangkat jika urusan perjalanannya selesai secepatnya. Titip cium ku untuk cucuku Ariel, nak Tari." Ucap nyonya Soraya yang terlihat lega bisa bertemu lagi dengan cucunya.

"Baiklah Tante. Terimakasih banyak. Assalamualaikum!" Tari mengakhiri obrolan mereka.

Saat Tari bangkit dari duduknya yang saat ini berada di tangga darurat yang jarang dilewati oleh orang, tiba-tiba saja Ammar sudah ada di belakangnya.

"Kamu telepon siapa Tari?" Tanya Ammar penuh selidik.

Tari begitu gugup dan hampir saja ponselnya terlepas dari genggamannya." Aku telepon ummi." Ucap Tari bohong.

"Apakah panggilan ummi kamu sudah berganti dengan sebutan Tante?"

Duarrr....

Terpopuler

Comments

faaa

faaa

crazy upp dong thorr 🤩🥳

2023-03-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!