3. Kesepakatan

Ucapan penuh kejujuran dari Amar yang meminta Tari untuk menjadi istrinya membuat Tari merasa sangat malu pada dirinya sendiri.

Apalagi melihat tampang Ammar yang sangat tampan bahkan lebih tampan beberapa kali lipat dari almarhum kekasihnya Syahril.

Di tambah lagi di lihat dari kamar Amar dengan banyak barang-barang mewah sebagai pelengkap interior dalam kamar yang sangat luas ini membuat Tari menilai sendiri bagaimana kayanya pria tampan ini entah apa pekerjaan sebenarnya yang digeluti lelaki ini.

"Kenapa kamu masih berpikir? Bukankah kamu sangat ketakutan membuat reputasi keluargamu hancur karena kehamilanmu itu? Apakah lelaki bajingan itu lari darimu saat mengetahui kamu hamil anaknya?" Tanya Ammar penuh selidik.

"Benar dia melarikan diri meninggalkan aku menanggung beban penderitaan ini sendirian. Aku tidak bisa mengejarnya kecuali aku harus mati menyusul dirinya meninggalkan dunia ini.

Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk bersama dengannya....hiks ..hiks..!" Tangis Tari tidak bisa tertahankan lagi mengingat kembali calon suami yang pergi dengan cara yang begitu tragis.

Ammar yang mendengar penjelasan Tari seketika bungkam karena baru mengerti kesedihan Tari yang bukan hanya hamil di luar nikah tetapi juga karena saat ini sedang kehilangan kekasih, ayah dari anak yang di kandungnya.

Ammar berdiri lalu berjalan mondar-mandir seperti gosokan panas sambil memegang kepalanya. Ia mengumpat pria yang telah menghamili Tari ternyata sudah meninggal dunia.

"Astaga....! Apa yang sedang aku lakukan? Dasar bodoh...! Harusnya aku tanyakan dulu gadis ini sebelum membuang-buang energi ku yang tidak berguna." Batin Ammar begitu turut prihatin pada Tari.

Iapun tidak sanggup melihat gadis ini sangat tertekan saat ini. Ammar memeluk Tari untuk meredakan tangis gadis ini.

"Jika kamu percaya kepadaku. Ayo kita menikah. Hanya ini satu-satunya cara aku bisa menolong mu. Aku tidak peduli kamu menyukai aku atau tidak. Aku juga tidak berharap akan cintamu. Aku hanya ingin menolong mu saja. Dan jika kamu tidak ingin aku menyentuhmu, tidak apa.

Yang penting kamu harus tidur bersama denganku, dengan begitu tidak akan terjadi fitnah di luar sana tentang kita? Apakah kamu mau dan sepakat dengan permintaanku?" Tanya Ammar dengan intonasi suara yang lembut.

Tari terdiam. Hatinya juga berbisik untuk menerima kesepakatan dengan Ammar tapi, ia tidak tega harus menghukum pria yang ternyata sangat baik hati ini tidak seperti wajahnya yang terlihat datar dan kelam jika sudah diam.

"Bagaimana mungkin kamu mau menikahi gadis kotor dan hina sepertiku?" Desis Tari merasa tak berarti.

"Aku percaya kamu gadis baik-baik. Kamu hanya telah terjebak oleh bujuk rayu setan sesaat. Setiap manusia tidak luput dari dosa apalagi godaan setan. Aku juga bukan manusia baik. Jadi, tidak usah merasa terhina karena nabi Adam sendiri yang membawa dosa untuk anak cucunya sampai hari kiamat tiba.

Tugas kita hanya bertobat. Sudahlah! Aku juga bukan pria pemberi nasehat yang terdengar religius karena hidupku sendiri masih hancur." Timpal Ammar untuk meyakinkan Tari agar gadis ini tidak mudah pesimis menghadapi hidup.

"Baiklah. Kalau begitu aku akan meminta Abi dan ummi ke sini untuk menikahkan kita." Ucap Tari.

"Bagus. Lakukan dengan cepat sebelum perutmu membesar." Ucap Ammar.

"Kalau begitu, Apakah aku boleh pulang ke penginapanku?"

"Tidak...! Tinggallah di sini denganku. Kamu boleh tidur di kamar tamu sampai kita menikah. Jangan tinggalkan rumah ini kecuali denganku." Pinta Ammar.

"Tapi barang-barang ku masih ada di penginapan." Ujar Tari.

"Berikan kunci penginapan mu dan biarkan anak buahku yang mengambilnya. Sekarang kamu boleh tidur di sini untuk sementara waktu dan aku akan menjagamu. Aku akan tidur di sofa."

"Tidak mau. Aku akan tidur dengan menggunakan hijab ku kalau kamu terus mengawasi ku." Imbuh Tari.

"A...iya. Aku lupa kalau seorang wanita muslimah sejati. Baiklah. Aku akan tidur di kamar tamu. Jangan lakukan hal yang gila lagi karena saat ini aku sangat lelah dan ingin istirahat. Kalau kamu mau sholat, aku akan meminta pelayan untuk mengambil pakaian sholat untukmu." Ucap Ammar lalu meninggalkan kamarnya untuk ditiduri oleh Tari.

Tari berusaha memejamkan matanya. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan pria baik hati yang telah menyelamatkan hidupnya.

"Ya Allah....! Jika memang dia adalah seseorang yang yang Engkau kirim untuk menyelamatkan hidupku, maka dekatkanlah dia dengan hatiku dan mudahkanlah dia menjadi imam untukku. Dan jika dia tidak baik untuk hamba, maka jauhkan kami dengan caraMu untuk memisahkan kami." Pinta Tari dalam doanya lalu membaca doa tidur.

Keesokan harinya, Tari mencoba menghubungi kedua orangtuanya agar bisa datang ke Kairo. Awalnya kedua orangtuanya menolak namun Tari menyampaikan niatnya untuk menikah secepatnya agar ia punya muhrim untuk menjaga kehormatannya jika berjauhan dengan orangtuanya dalam jangka waktu yang cukup lama.

"Kenapa harus buru-buru nak?" Tanya umi Fida.

"Jika perbuatan baik dilakukan dalam waktu singkat kenapa harus di tunda ummi. Apakah Tari salah meminta untuk dinikahkan dengan pria yang mau melindungi kehormatanku?"

"Iya itu benar dan tidak ada yang salah, Tari. Hanya saja apa kata orang terutama keluarganya Syahril yang baru saja ditinggalkan putra mereka dan kamu tiba-tiba menikah dalam waktu dekat." Ucap nyonya Fida.

"Ummi! Ini demi keselamatan ku, kehormatanku dan juga nama baik keluarga besar kita, kenapa harus mempertimbangkan perasaan mereka?" Ucap Tari.

"Ok. Kalau begitu biar ummi yang akan meyakinkan Abi kamu untuk segera menikahkan kamu dengan pria pilihanmu itu." Pukas Ummi Fida.

"Terimakasih umi. Semoga Abi merestui hubungan kami." Ucap Tari.

Selang beberapa hari kemudian, keluarga Tari akhirnya bertolak ke Kairo untuk menggelar pernikahannya Tari dan Ammar.

Ammar yang baru pertama kali bertemu dengan orangtuanya Tari, nampak segan melihat wajah kharismatik ustadz Najmi.

"Aku tahu kamu sangat menginginkan putriku padahal kalian baru berkenalan sepekan." Ucap ustad Najmi ketika bertemu dengan Ammar.

"Abi..! Aku mewakili diriku sendiri untuk meminang putri Abi Yang bernama Tarisha. Semoga niat baik kami mendapatkan restu dari kalian berdua." Ucap Ammar tegas.

"Apakah kamu tidak punya keluarga Ammar?" Tanya ustad Najmi.

'Kedua orangtuaku telah meninggal dunia dua belas tahun yang lalu. Aku hidup hanya sebatang kara." Ujar Ammar apa adanya.

"Baiklah. Tidak usah mempersalahkan silsilah keluarga. Kamu boleh menikah dengan putri saya." Ucap ustadz Najmi membuat Ammar begitu lega.

Keluarga Tari yang lebih dimintai untuk mengurus semua berkas yang akan menjadi syarat mutlak yang berhubungan dengan pernikahan beda negara tersebut.

Keduanya akhirnya menikah dengan menggunakan adat negara tersebut..

Ammar mengucapkan ijab qobul dengan sangat fasih membuat Tari sangat terharu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!