4. Adaptasi

Malam pengantin itu tidak bisa dilakukan karena Tari sedang hamil anak orang lain. Tari pun enggan ingin untuk melayani suaminya sementara Ammar tidak ingin menyentuh istrinya.

Lagipula ia sudah berjanji hanya untuk menikahi Tari agar aib gadis itu terselamatkan bukan halnya seperti suami istri sesungguhnya. Entah sampai kapan mereka akan bertahan dengan semua itu kalau mereka tinggal dan tidur di kasur yang sama.

"Apakah kamu masih sungkan kepadaku?" Tanya Ammar melihat Tari belum mau menanggalkan jilbab dan gaun pengantinnya.

"A..tidak! Aku hanya kesulitan untuk membukanya karena gaun ini sangat membuatku sesak." Ucap Tari sambil membuka Bros pada jilbabnya.

"Apakah kamu mau aku membantumu?"

Antara ragu, takut dan malu, itu yang dirasakan oleh Tari saat ini, tapi hatinya sangat senang mendengar Ammar masih mau peduli dengannya.

"Apakah aku turun merepotkan mu?"

"Sama sekali tidak Tari. Mau membukanya sekarang?"

"Hmm!" Tari menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Ammar membuka Tiara mahkota yang menghiasi kepalanya Tari lalu cadar gadis itu. Sekarang jilbab sebagai awal ia bisa melihat tampang gadis ini sesungguhnya.

Saat jilbab itu disingkap perlahan oleh Ammar, terpampanglah kecantikan Tari yang benar-benar sangat cantik membuat Ammar seketika gugup dan tidak kuat menatap wajah cantik itu dengan rambut yang sudah tergerai. indah.

"Pantas saja, almarhum kekasihmu itu menghamilimu, mana kuat iman lelaki, kalau melihat wajah menggoda seperti ini." Batin Ammar.

Sekarang tinggal gaun pengantin Tari yang belum dibuka oleh Ammar. Hanya melihat rambut Tari saja sudah membuat darah dan jantungnya tidak tahu seperti apa rasanya kini, bagaimana tubuh gadis ini.

Ammar mulai gelisah, takut tergoda dan juga rasa penasaran. Apa lagi wajah Tari juga memiliki darah timur tengah dan dipadu dengan Asia, membuat gadis ini memiliki poin lebih dibandingkan dengan dengan gadis yang biasa ditemui Ammar.

Resleting gaun itu, perlahan mulai terbuka bersamaan dengan penampakan kulit punggung Tari yang sangat putih mulus dan kini Ammar harus menahan nafasnya kala Tari berdiri dan menurunkan gaun itu hingga menyisakan pakaian dalam yang terdiri dari bera dan segitiga merah yang menghiasi tubuh polosnya.

Karena kehamilan Tari yang sudah memasuki tiga bulan, otomatis bagian dada Tari yang terlihat membesar dan padat. Ammar mengepalkan kedua tangannya saat Tari berjalan menuju kamar mandi dengan bokong padat menggelantung indah di bawah pinggangnya yang masih terlihat ramping.

Perut Tari memang sedikit mulai membuncit di bagian bawahnya jika di lihat secara langsung. Tapi saat mengenakan baju longgar maka perut itu masih terlihat ramping dari luar.

"Sial...! Bagaimana mungkin aku bisa menahan diri menunggu ia sampai lahiran?" Umpat Ammar yang merasa saat ini menjadi panas dingin dengan junior yang menegang parah.

Tidak lama Tari keluar dengan mengenakan jubah mandi. Wajah yang terlihat sangat cantik tanpa polesan makeup membuat Ammar hanya menarik nafas yang terasa sangat sesak saat ini.

Tari mengenakan piyama tidurnya dan berbaring di sebelah Ammar yang berusaha fokus dengan ponselnya tapi yang sebenarnya, Ammar sedang mengalihkan perhatiannya agar tidak fokus melihat wajah cantik Tari yang begitu teduh.

"Sial ..! Kenapa harus bertemu dengan gadis ini dalam keadaan hamil. Harusnya aku mendapati gadisnya, bukan bekas orang lain.

Apakah pernikahan kami hanya komitmen pada anak yang di kandung oleh Tari saja? Ataukah ada kelanjutannya nanti setelah anak ini lahir? Akkkkhhhh...! Ini sangat membuatku gila." Umpat Ammar untuk kesekian kalinya.

Ammar berusaha memejamkan matanya walaupun itu sulit. Sementara Tari tidur dengan tenangnya seakan sebagian beban hidupnya sudah teratasi dengan pernikahan ini.

...---------------- ...

Pagi sekali selepas sholat subuh, Ammar tiba-tiba sudah menghilang tanpa pamit kepada Tari. Ia hanya meninggalkan black card untuk Tari agar gadis itu melakukan apa saja dengan kartu ajaib itu.

Hanya selembar kertas berisi pesan yang menyatakan." Gunakan kartu itu sesuai kebutuhanmu. Mulai sekarang urusan pengeluaran rumah tangga aku serahkan kepadamu karena mulai saat ini kamu adalah istriku." Tulis Ammar tanpa ada kata-kata yang lainnya.

"Apakah aku tidak boleh mengetahui ke mana dia pergi dan apa yang dilakukannya serta pekerjaan apa yang saat ini ia geluti?" Lirih Tari lalu keluar dari kamarnya dengan tetap mengedepankan hijabnya.

"Assalamualaikum nona Tari!" Sapa pelayan Ghiani.

"Waalaikumuslam, Ghiani. Apakah kamu tahu ke mana suamiku pergi di pagi buta seperti ini?"

"Apakah tuan Ammar tidak pamit kepada nona?"

"Aku masih tidur saat suamiku pergi. Mungkin dia tidak ingin menganggu ku." Ucap Tari.

"Kalau tuan Ammar pergi di pagi buta, biasanya sedang melakukan perjalanan ke luar kota. Sebaiknya nona Tari tenang saja karena tuan Ammar akan pulang malam ini juga jika sudah memiliki istri. Kecuali masih bujang dulu, ia selalu pulang sebulan sekali." Ucap pelayan Ghiani.

"Apa pekerjaan tuan mu, Ghiani?"

"Memangnya nona Tari belum tahu pekerjaan suami sendiri?" Tanya Ghiani terlihat heran.

"Aku tidak ingin terlalu mau tahu urusan orang lain. Walaupun itu adalah suamiku sendiri." Ucap Tari terlihat tenang.

"Tuan Ammar memiliki banyak perusahaan yang harus ia urus satu persatu. Walaupun banyak sekali asistennya, namun ia bukan tipikal bos yang hanya duduk dengar laporan dari anak buahnya saja.

Tuan Ammar sangat teliti walaupun itu adalah hal yang remeh temeh menurut sebagian orang lain, namun baginya sangat bermanfaat." Imbuh pelayan Ghiani.

"Apakah kamu sudah lama bekerja di sini, Ghiani?"

"Keluargaku sudah turun temurun melayani keluarganya tuan Ammar hingga keluarganya meninggal dunia."

"Begitu kah? Pantas kamu tahu banyak tentang kehidupan tuan mu."

Ucap Tari terlihat sedikit cemburu pada Ghiani yang usianya tidak jauh dari suaminya.

"Apakah nona ingin makan sesuatu?"

"Tolong siapkan sarapan untukku, Ghiani. Apa yang kalian masak aku akan memakannya." Ucap Tari.

"Baik nona, tunggu sebentar. Saya akan menyajikan sarapan untuk anda."

Ghiani segera ke dapur dan meminta chef menyiapkan makanan untuk Tari.

Saat malam tiba, Tari sengaja tidak ingin tidur karena ia ingin menunggu suaminya pulang. Ia membaca beberapa buku yang berhubungan dengan agama.

Tidak lama kemudian, Tari mendengar degup sepatu Ammar yang berjalan menuju kamar mereka, tanpa menunggu Ammar mengetuk pintu terlebih dahulu, Tari sudah menyambut suaminya dengan senyum yang sangat manis. Tari mengucapkan salam sambil mencium punggung tangan suaminya.

Ammar menyerahkan paper bag yang berisi susu untuk ibu hamil dan beberapa vitamin untuk ibu hamil yang sudah ia konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter spesialis kandungan.

"Kamu membeli susu untuk ibu hamil?"

"Iya Tari. Hati-hati minumnya dan jangan sampai pelayan mengetahuinya kalau sekarang kamu sedang hamil." Ucap Ammar membuat Tari menjadi murung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!