2. Putus Asa

Sepekan kemudian, Tari meminta ijin kepada kedua orangtuanya untuk berlibur ke rumah kakek dan neneknya yang ada di Jogja. Awalnya mereka tidak mengijinkan putri mereka pulang kampung sendirian, namun Tari terus meyakinkan kedua orangtuanya membuat mereka harus merelakan putri mereka ke Jogja karena di sana ada pesantren milik keluarga ustad Najmi.

"Biar Abi yang mengantar kamu ke sana sayang." Ucap ustad Najmi namun di tolak oleh Tari.

"Abi...! Tari mohon, agar Abi mengijinkan Tari berpergian naik kereta saja, Abi." Pinta Tari sambil memelas.

"Masalahnya saat ini kamu masih dalam berkabung. Tidak baik membawa kesedihanmu menjadi tontonan banyak orang, nak." Timpal umi Fida.

"Tari tidak akan memperlihatkan kesedihan di hadapan banyak orang Umi. Tari mohon, berikan Tari kepercayaan untuk pergi sendiri sama seperti umi dan Abi melepaskan Tari pergi kuliah ke Kairo beberapa tahun yang lalu."

Tari berusaha meyakinkan kedua orangtuanya yang masih enggan melepaskan dirinya.

"Kenapa kamu tidak mengambil pendidikan S2 saja di Kairo agar lebih bermanfaat daripada kamu harus pulang ke Jogja." Ustad Najmi memberi solusi untuk putri mereka membuat Tari bernafas lega.

"Benarkah ABI?" Desis Tari lirih.

"Iya nak! kalau kamu pulang kampung yang ada kamu akan menjadi gunjingan orang kampung dan itu akan membuat kamu makin tertekan. Sekarang siapkan paspor mu, Abi akan memesan kan tiket pesawat untukmu."

"Alhamdulillah Abi. Terimakasih atas pengertiannya. Tari janji akan melakukan yang terbaik untuk Abi dan ummi."

Tari memeluk kedua orangtuanya penuh rasa syukur walaupun hatinya saat ini seakan sedang mengeluarkan darah segar karena telah mengkhianati kepercayaan kedua orangtuanya.

"Maafkan Tari Abi, umi! Mungkin ini adalah pelukan terakhir Tari pada kalian. Tari akan meninggalkan kalian untuk selamanya." Batin Tari sambil menangis sesenggukan.

"Tari...! Tidak apa kalau kamu ingin menumpahkan semua kesedihanmu saat ini, nak. Rasa kehilangan untuk sosok orang yang kita cintai itu sangat menyakitkan, nak daripada dikhianati cinta oleh pasangan yang bisa membuat kita mudah melupakannya." Ujar umi Fida yang telah salah paham pada putrinya.

Tari mengusap air matanya lalu pamit kembali ke kamarnya. Di dalam kamar merasa hidupnya berada di dalam neraka. Yang ia pikirkan reputasi keluarganya yang merupakan putri dari ustadz kondang. Dan selama ini mereka sangat menjaga apa itu fitnah dan ghibah. Sekarang tiba-tiba dua hamil tepat di hari pernikahannya. Jika ia tidak pergi, maka aib ini akan menyebar dan bukan tidak mungkin ia akan mengubur kedua orangtuanya hidup-hidup.

Sepekan kemudian, akhirnya Tari berangkat lagi ke Kairo untuk melanjutkan pendidikan S2. Ia memang belum melakukan pendaftaran kuliah melalui online karena tujuannya pergi dari rumah bukan untuk pendidikan tapi lebih kepada mengakhiri hidupnya karena ia sudah putus asa kini.

Setibanya di Kairo, ia mencari penginapan murah hanya untuk berteduh untuk sementara waktu. Selebihnya dia mencari tempat yang bisa pergi untuk bunuh diri.

Otaknya langsung berputar untuk pergi ke sungai Nil saat itu. Rasanya tempat itu yang menurutnya lebih aman untuk menenggelamkan tubuhnya dan berharap cepat mati.

Tari menunggu waktunya malam hari. Memang saat malam hari, sungai Nil terlihat lebih indah. Tari datang sendiri ke tempat itu yang awalnya masih banyak wisatawan yang berkeliaran di sekitar tempat itu hingga akhirnya lambat laun mulai berkurang.

Tari mencari tempat yang agak menjauh dari orang-orang agar ia bisa mempercepat niatnya untuk bunuh diri.

Saat sudah berdiri di tempat yang lebih curam, Tari ingin menjatuhkan tubuhnya, tiba-tiba ia merasa tubuhnya di peluk tarik ke belakang hingga ia sudah berada dalam pelukan seseorang.

"Lepaskan aku! Biarkan aku mati! Lepaskan aku biarkan aku matiii!" pekik Tari membuat sang pria terpaksa membekap mulutnya dan membawa masuk tubuhnya ke dalam mobil.

Karena terlalu keras pria itu membekap mulut Tari, hingga akhirnya membuat gadis itu pingsan.

"Bawa pergi kami dari sini!" Titah pria itu pada sopirnya dengan cepat meninggalkan area sungai Nil.

Setibanya di apartemennya, pria tampan yang bernama Ammar itu membaringkan tubuh Tari di tempat tidurnya. Ia memberikan minyak oles aroma terapi untuk membuat Tari cepat sadar dari pingsannya.

Tari segera bangkit dan mendapati dirinya berada di kamar yang tidak ia kenal. Yang lebih membuat ia sangat kaget adalah ada pria asing tampang Arab sedang duduk menatap dirinya dengan wajah sangar membuat hatinya menciut.

"Siapa kau??" Tanya Tari dengan suara terbata-bata.

"Tidak penting siapa aku untuk kamu ketahui. Yang harus bertanya di sini adalah aku. Mengapa kamu ingin bunuh diri?"

"Bukan urusanmu." Ketus Tari.

"Apakah kamu kira setelah kamu mati, kamu tidak akan menyusahkan orang lain? Orang harus mengevakuasi tubuhmu, sementara sungai yang sangat terkenal kejernihannya itu harus tercemar karena bau busuk dari jenazahmu." Sarkas Ammar penuh amarah pada Tari.

Tari terlihat diam karena saat ini selain takut pada pria asing ini, ia juga sangat malu mendengar ucapan pria tampan ini tentang dirinya.

"Sial... kenapa dia harus menggagalkan rencana bunuh diri ku? Ini sangat memalukan." Umpat Tari dalam diamnya.

"Apakah tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalahmu selain membunuh dirimu sendiri, hah?" Bentak Ammar membuat Tari tercekat.

"Aku mau pulang." Tari segera berdiri untuk segera kabur dari tempat itu.

"Kamu tidak akan pernah bisa keluar dari sini." Ungkap Ammar membuat Tari nekat ingin keluar dari kamar Ammar namun pintu kamar itu sudah di kunci oleh Ammar.

"Siapa kau menahan ku di sini? Lepaskan aku..!" Pinta Tari terlihat frustasi.

"Tidak ....! Kau adalah tawanan ku saat ini. Aku tidak suka melihat wanita malang yang ingin mengakhiri hidupnya hanya karena sebuah permasalahan yang melatih dirinya bermental pengecut dan menjijikkan seperti dirimu." Umpat Ammar mempermalukan Tari.

"Iya....! Aku memang seperti itu. Lantas apa pedulimu?"

"Bukankah aku sudah peduli untuk menyelamatkan hidupmu?"

"Aku tidak memintanya. Kenapa kamu tidak membiarkan aku mati. Jika aku hidup, itu berarti aku akan menjadi pembunuh kedua orangtuaku." Sesal Tari kembali menangis menyesali kehidupannya.

Ammar memperhatikan perut Tari yang masih terlihat rata. Tapi permasalahan seorang wanita muda tidak jauh-jauh dengan kehamilan. Ia yakin akan hal itu.

"Apakah saat ini kamu sedang hamil, hmm?" Tanya Ammar mencoba memahami perasaan Tari yang terlihat sangat kacau.

Degggg ...

Tari tidak bisa berbuat apa-apa karena tebakan Ammar benar adanya.

"Katakan kepadaku! Benarkah kamu hamil?"

Tari menutup wajahnya dengan kedua tangannya sambil mengangguk. Ia kembali menangis histeris dan itu membuat Ammar sangat terenyuh.

"Baiklah. Kalau begitu aku akan menikahimu." Ucap Ammar membuat Tari tersentak.

"Apaaaa....?"

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

ANAK USTADZ, TPI LMAH IMAN...

2023-07-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!