6. Kesetiaan Ammar

Tari masuk ke dalam mobil suaminya dengan nafas terengah-engah karena rasa sesak menyeruak di dadanya yang belum bisa bebas dari masa lalu yang memalukan dirinya.

Apapun yang ingin ia bantah, tidak bisa ia lakukan karena kehamilan bayi mantan kekasihnya sebagai bukti nilai dirinya sebagai wanita muslimah yang harus tergelincir juga dalam lembah nya dosa.

Bahkan ia merasa jijik sendiri dengan dirinya yang seharusnya ia pertahankan lebih awal agar tidak menanggung beban dosa yang membuatnya harus berteriak menyesali kehidupannya.

"Apakah itu ibu dari mantan kekasih mu?"

Tari hanya bisa mengangguk menjawab pertanyaan Ammar." Apakah dia tahu kamu hamil cucunya?"

"Jika dua tahu, dia tidak mungkin menghinaku seperti tadi. Dia mengatakan aku telah merayu mu hingga aku hamil anakmu dan akhirnya kita buru-buru menikah. Jika saja dia tahu bayi yang sedang aku kandung ini cucunya, mungkin dua akan berpikir ulang untuk menghina diriku." Gumam Tari lirih.

"Apakah mereka punya anak lain selain almarhum ayah bayimu?"

"Tidak ada. Syahril adalah anak tunggal."

"Berarti mereka harus menghargaimu, jika mereka tahu, masih ada keturunan putra mereka yang saat ini sedang kamu perjuangkan untuk melahirkan bayi ini." Ujar Ammar.

"Tidak ..! Ini bayiku. Aku tidak mau mereka mengambilnya dariku. Jika kamu juga tidak menginginkan bayiku, aku juga siap kamu ceraikan Ammar." Ucap Tari sambil menangis.

"Tidak Tari. Jangan katakan itu. Jangan mengucapkan hal-hal bodoh yang menganggu pikiranmu. Kita akan membesarkan bayi ini bersama-sama. Percayalah padaku, Tari. Aku siap menjadi ayah bayimu." Ucap Ammar tulus.

"Sebaiknya kita pulang, Ammar! Aku tidak berselera lagi untuk makan

kebab." Pinta Tari.

"Aku sudah memesannya. Mereka akan mengantar ke rumah. Jadi kita bisa makan kebab di rumah saja. Sekarang, lupakan apa yang terjadi hari ini. Anggap saja perkataan nyonya itu sebagai pembakar dosamu."

"Maafkan aku Ammar! Aku selalu menyusahkan dirimu."

"Jangan terlalu banyak meminta maaf. Kamu tidak bersedih dihadapan ku saja, itu sudah membuat aku bahagia, Tari. Sekarang tersenyumlah, sayang." Ucap Ammar begitu manis, membuat Tari merasa haru.

Keduanya kembali ke rumah dan di dalam sana pelayan sudah menyiapkan kebab yang baru saja di antar oleh pihak restoran yang tadi sudah di pesan Ammar.

"Kenapa sudah tiba duluan makanannya daripada kita, Ammar?" Tanya Tari terlihat girang melihat makanan kesukaannya sudah ada di meja makan.

"Mereka menggunakan motor, sementara kita menggunakan mobil, jelas saja pelayan restoran lebih cepat tiba di alamat rumah kita, sayang." Ucap Ammar langsung mengajak Tari untuk menikmati kebab asli Turkey itu.

Sementara itu, nyonya Soraya yang tiba di rumah kerabatnya terlihat masih gusar pada mantan calon istri putranya, Syahril." Apa yang terjadi Tante? Kenapa Tante terlihat kesal?" Tanya Zahrah.

"Tante baru bertemu dengan Tari."

"Maksud Tante Tari, kekasihnya Abang Asril?"

"Iya. Dia sudah menikah dengan pria warga negara Mesir dan sekarang sedang hamil besar padahal, seingat Tante pernikahan mereka belum lama dilakukan beberapa bulan ini. Kalau bukan dia hamil duluan, mana mungkin bisa menikah secepat itu?" Gerutu nyonya Soraya.

"Hamil besar? Kira-kira berapa usia kehamilannya Tante?"

"Kalau di lihat besar perutnya, sekitar tujuh bulan."

"Tujuh bulan dan mereka baru menikah sekitar empat bulan. Apakah Tante tahu kapan Tari ke Mesir?"

"Dua pekan setelah putra Tante meninggal." Sahut nyonya Soraya sedih.

"Berarti, Tari hamil cucu Tante. Itulah sebabnya ia kabur ke Kairo hanya untuk menyembunyikan kehamilannya dari keluarganya. Bukankah keluarga Tari sangat religius dengan ayah seorang ustadz kondang di negara Tante?" Tanya Zahrah menarik kesimpulan sesuai dengan informasi yang ia kumpulkan.

Duaaarrr...

"Tidak mungkin, Zahra. Mana mungkin putraku berbuat hal yang memalukan keluarga? Tante tidak percaya Zahra."

"Apakah Tante lupa kalau Zahra adalah dokter spesialis kandungan?"

"Kamu benar. Tapi, apakah mungkin Tari mengandung anak dari putraku. Berarti itu adalah cucuku?" Lirih nyonya Soraya sendu.

"Segala kemungkinan bisa saja terjadi Tante. Yang bisa menjawab kegundahan hati Tante adalah Tari. Karena dia pasti tahu bayi siapa yang ia kandung. Mungkin saja suaminya yang saat ini menikahinya hanya karena kasihan pada Tari.

Kita tidak tahu jalan cerita kisah cinta mereka seperti apa, yang jelas dari informasi yang aku kumpulkan, bisa jadi Tari hamil anaknya bang Syahril." Lanjut Zahra.

Nyonya Soraya mengusap dadanya, merasakan kehadiran seorang cucu dari putranya adalah harapannya. Tapi ia masih ragu dengan perkataan keponakannya sehingga ia mengabaikan begitu saja paparan yang disampaikan Zahra barusan. Ia hanya menunggu kesempatan anak itu lahir dengan begitu, ia bisa melakukan tes DNA secara diam-diam.

...----------------...

Dia bulan kemudian, Tari sedang mempersiapkan dirinya untuk melahirkan putranya di rumah sakit. Ia sudah menyiapkan koper untuk dibawa ke rumah sakit jika terjadi kontraksi nantinya.

Ammar hanya menunggu hari-hari yang sedang dilewati Tari menjelang persalinannya. Apa lagi Tari selalu merasakan kontraksi palsu pada perutnya padahal belum saatnya melahirkan.

"Tari...! Jangan segan membangun aku jika kamu mengalami sakit perut tengah malam." Pesan Ammar pada Tari yang sedang berbaring dengan perasaan gelisah.

"Iya Ammar. Tapi saat aku sudah melahirkan, tidak perlu mengabari keluargaku karena aku tidak mau membuat mereka menjadi bertanya-tanya tentang usia kehamilan ku." Pinta Tari.

"Kenapa kamu takut Tari? Jika kamu melahirkan dengan cepat tidak sesuai dengan perkiraan mereka, bisa jadi kamu melahirkan secara prematur dan kita bisa memberikan penjelasan yang cukup masuk akal pada mereka." Sahut Ammar.

"Iya aku tahu Ammar. Tapi aku ingin berpikir tenang pasca melahirkan nanti dan tidak ingin banyak masalah nantinya." Imbuh Tari.

"Baiklah kalau begitu kamu harus istirahat. Ini sudah malam." ucap Ammar mengajak istrinya untuk tidur.

Saat pukul dua dini hari, Tari mulai merasakan kontraksi pada perutnya dengan durasi setiap sepuluh menit sekali. Ia segera membangunkan Ammar untuk mengantarnya ke rumah sakit.

"Ammar....Ammar...! Panggil Tari lirih sambil mengguncangkan bahu Ammar perlahan.

Ammar bergumam sambil menggeliat tanpa membuka matanya. Tari memanggil sekali lagi sambil menahan sakit yang menyerang pinggangnya, namun Ammar masih saja terlelap membuat Tari berinisiatif berangkat sendiri ke rumah sakit.

Tari juga segan membangunkan pelayan. Ia hanya menghubungi taksi untuk menjemputnya di rumah. Seorang satpam membukakan pintu pagar itu dan menanyakan tujuan sopir taksi itu. Ketika mengetahui kalau taksi itu menjemput Tari, satpam itu membukakan pintu pagar itu.

Tidak lama Tari sudah berangkat ke rumah sakit hanya berpamitan pada satpam. Sekitar jam empat pagi Ammar baru merasakan kalau istrinya tidak ada di tempat tidur. Ia segera memeriksa ke kamar mandi dan kamar ganti namun tidak menemukan Tari. Ammar segera menghubungi satpam rumahnya.

"Apakah kamu melihat istriku, Yasser?"

"Istri tuan pamit ke rumah sakit dengan menumpang taksi tuan dari jam dua pagi tadi." Sahut Yasser membuat Ammar tersentak.

"Astaga, Tariiii...!" Teriak Ammar sangat kesal dengan Tari yang nekat pergi ke rumah sakit tanpa dirinya.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

KLUARGA SYAHRIL TK BRHAK DGN ANAK TARI, MSKI ITU BENIH KLUARGA MREKA, KRN TK ADA IJAB QABUL DN PRNIKAHAN ANTARA TARI DN SYAHRIL, YG ADA PRZINAHAN.. JDI BAYI ITU TTP MILIK SI WANITA..

2023-07-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!