5. Permintaan Kecil

Ammar tidak kuat lagi menahan hasratnya setelah berada di kasur yang sama dengan Tari. Sementara Tari tetap segan untuk melakukan hal yang semestinya di lakukan istri pada suaminya.

Keduanya sama-sama diam dengan pikiran kosong sambil menonton konten YouTube milik mereka namun sebenarnya keduanya sama sekali tidak menikmatinya. Justru mereka sama-sama saling menunggu siapa yang akan mengajak duluan untuk bersikap mesra.

"Apakah perutmu tidak sakit saat ini?" Tanya Ammar.

"Tidak."

"Bolehkah aku memegangnya?"

Tari menggigit sudut bibir bawahnya seakan bingung namun juga mau." Boleh." Ucap Tari lalu membuka sedikit perutnya dan terlihatlah tonjolan kecil yang sudah nampak kelihatan oleh Ammar.

Ammar mengusap perut Tari dengan lembut. Mereka gumpalan itu yang belum ada gerakannya karena belum di tiupin roh oleh Allah jika belum mencapai empat bulan.

Lama kelamaan nafas Ammar terdengar berat. Ia lalu menarik tubuh Tari untuk masuk dalam pelukannya. Tari merasa sangat bahagia karena ingin merasakan kehangatan pelukan suaminya.

Ia merasakan nafas Ammar yang sedang menahan sesuatu namun sulit untuk mengatakannya. Tari memberanikan diri untuk mendongakkan wajahnya menatap wajah sang suami. Dan Ammar melihat itu.

"Apakah aku boleh mencium mu, Tari?"

"Kau S-U-A-M-I-KU. Kenapa harus memintanya. Bukankah kamu berhak atas diriku?" Ucap Tari terbata-bata.

Ammar memagut bibir ranum Tari untuk pertama kalinya. Tari mulai membalasnya perlahan namun lama kelamaan keduanya akhirnya terbakar hasrat mereka yang makin membuncah.

Ammar begitu bersemangat menikmati tiap inci tubuh istrinya hingga membuat Tari merasa mabuk kepayang. Agar tidak kalah dengan Ammar melayani dirinya, Tari merasakan tonjolan panjang yang sudah membengkak di bawah sana.

Sesaat nafas Tari serasa sesak melihat benda pusaka suaminya yang terlihat tidak seperti ukuran pria Asia terutama milik mantan kekasihnya. Tari melakukannya dengan hati-hati. Walaupun pada akhirnya mereka tidak bisa melakukan penyatuan tubuh karena dilarang oleh agama.

Jika seorang laki-laki menikahi wanita yang dihamili oleh laki-laki lain dan dia tidak boleh menggauli istrinya itu hingga istrinya itu melahirkan.

Keduanya sangat mengerti akan hukum syariat Islam itu. Keduanya hanya bisa melakukan dalam hal pemanasan saja tanpa ada penyatuan tubuh. Walaupun begitu mereka sudah merasa sangat bahagia. Keduanya akhirnya tidur saling berpelukan dibawah selimut tebal.

Berawal dari permintaan kecil itu, pasangan ini tidak segan lagi untuk melakukan kegiatan ringan sebagai suami istri setiap kali menjelang tidur. Rasanya memang tersiksa karena mereka harus menunggu untuk enam bulan ke depannya, bahkan tujuh bulan ke depannya pasca Tari melahirkan bayinya.

"Amar...!"

"Hmm...!"

"Apakah kamu akan menyayangi bayiku, saat ia sudah lahir nanti?" Tanya Tari hati-hati.

"Kenapa kamu tanyakan itu sayang?"

"Bukankah, bayi ini bukan darah dagingmu? Bahkan nasabnya akan melekat pada nasab ayahku." Ucap Tari terlihat sedih.

"Apakah aku pernah mempermasalahkan ini padamu? Jika dari awal aku sudah menyelamatkan aibmu karena anak ini, kenapa kamu begitu takut akan cintaku padanya? Aku akan menyayanginya seperti putraku sendiri Tari." Ucap Ammar membuat Tari terlihat tenang.

Walaupun Ammar sudah menyatakan perasaannya pada putranya, namun sampai saat ini, ia belum pernah mendengar Ammar menyatakan cinta sekalipun padanya. Inilah yang membuat Tari belum merasakan memiliki cinta Ammar seutuhnya untuk dirinya.

...----------------...

Berjalannya waktu, kehamilan Tari sudah mulai terlihat dengan usia kandungannya mencapai enam bulan. Bisik-bisik tetangga pun mulai terdengar mana kala kehamilan Tari yang mereka kira baru berjalan tiga bulan tapi, perut Tari tidak menampakkan usia kandungan tiga bulan.

Walaupun begitu mereka tidak berani menanyakan kepada Tari karena Ammar melarang mereka untuk berinteraksi dengan Tari kecuali istrinya meminta dilayani kebutuhannya.

Ammar juga mulai mengurangi kegiatannya di luar rumah karena ia tidak ingin Tari merasa kesulitan jika berada di rumah sendirian walaupun ada pelayan.

Kehamilan Tari ini juga sudah di dengar oleh keluarganya di Jakarta dan mereka sangat bersyukur karena Tari dikaruniai momongan yang begitu cepat.

Semakin bertambah usia kehamilan Tari, semakin gelisah Tari menghadapi kehamilannya ini. Ammar terus meyakinkan istrinya agar tidak begitu takut menghadapi hasil akhirnya karena ada dirinya yang akan melindungi Tari.

"Fokus saja pada kelahiran putramu, Tari dan jangan sibuk dengan penilaian orang lain yang akan menganggu kehamilanmu." Ujar Ammar.

"Jika bayiku lahir, pasti wajahnya tidak mirip denganmu dan itu membuat aku sangat gelisah karena putraku akan mendapatkan hinaan dari orang lain." Ujar Tari sedih.

"Dengar Tari...! Aku tahu, bayi ini bukan benihku. Tapi dia tumbuh besar dalam rahimku dengan cintaku dan juga nafkah lahir dari hasil keringatku. Aku yakin wajahnya akan mirip denganmu atau denganku. Tidak semua anak yang lahir ke dunia ini mewarisi wajah orangtua mereka. Berhentilah merasa ketakutan seperti itu, Tari." Ucap Ammar bijak.

Tari berusaha menerima nasehat suaminya dengan berbesar hati untuk siap menerima resiko apapun yang terjadi di suatu saat nanti.

Karena sudah memasuki usia tujuh bulan, Tari mengajak Ammar untuk membeli perlengkapan bayinya. Hari itu, Ammar meluangkan waktu untuk menemani istrinya berbelanja.

Ketika sudah tiba di pusat perbelanjaan, Tari sibuk memilih beberapa baju bayi yang sesuai dengan jenis kelamin bayinya sesuai dengan hasil USG yang sudah mereka ketahui bahwa Tari akan melahirkan bayi laki-laki.

Usai berbelanja, Tari meminta Ammar untuk singgah di sebuah restoran yang menyajikan makanan yang khas Turki. Ammar mengabulkan permintaan istrinya itu.

Namun sayang, saat mereka masuk ke restoran itu tanpa sengaja Tari berpapasan dengan mantan calon mertuanya yaitu nyonya Soraya. Tari terkesiap melihat wajah nyonya Soraya yang menatapnya seakan ingin melahap tubuhnya.

Ammar melirik istrinya yang tampak gugup melihat wanita yang ada di hadapan mereka dengan pandangan yang tidak bersahabat.

"Tari....?" Sapa nyonya Soraya sambil memindai matanya pada perut Tari yang terlihat sudah membesar.

"Ternyata benar juga gosip yang aku dengar kalau kamu sudah menikah tidak lama putraku meninggal. Ternyata kamu ganjen juga ya hingga tidak sabar menunggu putraku....-"

"Untuk apa aku menunggu waktu terlalu lama untuk memulai hidup baru bersama dengan laki-laki lain, Tante. Aku bukan istri dari almarhum putramu, Syahril. Jadi, aku tidak harus menunggu masa Iddah untuk menikah lagi.

Aku wanita bebas dan aku berhak untuk bahagia. Aku terlalu sesak menanggung kesedihanku yang berkepanjangan. Jika ada lelaki baik hati mengajak aku untuk menikah, kenapa harus menolaknya?" Sela Tari.

"Oh, tidak salah. Perbuatanmu memang tidak salah. Hanya saja kamu termasuk wanita egois yang tidak punya perasaan sama sekali, Tari. Aku sangat kecewa padamu dan sekarang, kamu cepat sekali mengandung, apakah karena kamu sudah dihamili oleh laki-laki ini karena terlalu sedih menanggung penderitaan ditinggal mati putraku?" Tanya nyonya Soraya sinis.

"Ya. Anggap saja seperti itu." Sarkas Tari lalu menarik suaminya keluar dari restoran itu.

"Siapa dia Tari? Apa yang sedang kalian bicarakan?"

"Dia adalah nenek kandung dari bayi yang aku kandung dan dua sedang menghinaku karena terlalu cepat menikah denganmu padahal putranya baru saja meninggal." Ucap Tari.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

TEPAT SEKALI, UNTUK OTHOR FAHAM ITU...👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻

2023-07-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!