8. Penyesalan

Hampir satu bulan Ammar mencari keberadaan Tari yang ia anggap masih berada di negaranya hanya beda kota saja. Ia harus mengerahkan anak buahnya untuk mencari sang istri dan anak sambungnya itu.

Bukan Tari yang menjadi pikirannya. Ia begitu kuatir dengan bayinya Tari yang perlu tempat perlindungan karena bayi sekecil itu sangat rentan dengan penyakit.

"Ke mana kamu Tari? Jika kamu saja yang hilang, aku masih bisa tenang karena kamu bisa menjaga dirimu. Tapi bagaimana dengan bayi tidak berdosa itu yang harus menjadi korban karena keegoisan mu.

Apa yang kamu pikirkan tentang penilaian ku? Sementara aku sendiri tidak membeda-bedakan bayi itu siapa untukku? Ternyata kamu wanita menyebalkan Tari...!" Gerutu Ammar yang tidak tenang bekerja karena terus memikirkan untuk menemukan istrinya itu.

Hanya satu kesalahan kecil atau lebih tepatnya sesuatu yang tidak sengaja Ammar lakukan justru membawa bencana besar pada pernikahannya.

Jika awal pernikahan mereka hanya sebuah bentuk pertolongan, tapi lambat laun Ammar mulai jatuh cinta pada Tari. Sosok Tari yang keras kepala, mudah panik dan kadang terkesan pendiam, itulah yang membuat Ammar jatuh cinta padanya.

Hanya saja Ammar begitu takut untuk mengakui cintanya pada Tari karena ia tidak mau Tari mencintainya hanya bagian ibadahnya sebagai kewajiban istri bukan kesungguhan cinta yang di harapkan Ammar layaknya orang yang jatuh cinta. Yah, cinta yang bicara dari hati ke hati. Bukan hanya sebagai utang Budi karena iba.

Hari-hari Ammar terasa hampa. Kebiasaan dirinya yang selalu bangun tidur melihat wajah istrinya kini hanya kesunyian kamar itu yang bisa ia rasakan. Kehilangan yang mendalam dan rasa rindu yang cukup menyiksa dirinya membuatnya sulit untuk tidur jika bukan dengan obat tidur yang bisa menghilangkan insomnia nya.

Saking rindunya pada Tari, Ammar sampai memejamkan matanya sambil memanggil nama sang istri.

"Tari ....! Aku mencintaimu Tari. Aku sangat merindukanmu Tari!" Kata-kata itu terus berulang hingga ia terlelap.

Sementara itu, Tari yang saat ini sedang berada di apartemennya yang ada di kota Kuala lumpur Malaysia, sedang menyusui putranya yang saat ini sudah mulai tubuh sehat. Bayi yang berusia hampir dua bulan ini terlihat makin menggemaskan dengan mata elang mirip mendiang kekasihnya Syahril.

"Syahril...! Aku berhasil melahirkan bayi kita. Hidupku penuh dengan drama sepeninggalnya dirimu. Aku tidak tahu bagaimana nasib putra kita nanti dengan diriku yang sedang berjuang sendiri untuk membesarkannya. Aku tidak mungkin kembali pada suamiku. Dia tidak pantas mendapatkan aku.

Dia lebih pantas mendapatkan seorang gadis tulen yang Sholehah daripada aku. Aku sudah kotor. Aku tidak layak untuknya. Aku hanya ingin membesarkan anakku sendiri." Gumam Tari lirih sambil menangis.

Bayi malang itu ikut menangis mendengar Ibunya terisak." Hussst..! Sayang. Maafkan Mami...! Mami tidak memarahi mu. Mami hanya kesal dengan diri mami sendiri. Mami juga tidak bisa menyalahkan takdir, karena sudah ada kamu yang hadir dalam hidup mami yang menjadi bagian takdir mami." Tari mengusap air matanya yang tidak ingin berhenti.

Jauh dalam hatinya, ia sangat merindukan Ammar. Tapi, keegoisannya lagi-lagi menghuni pikirannya yang sempit yang terus merutuki kemalangan hidupnya karena tidak bisa tampil sebagai wanita sempurna untuk Ammar yang terlalu sempurna untuknya. Mungkin rasa minder itu yang membuat Tari ingin menjauhi Ammar.

Sementara itu, keluarga Tari yang sengaja datang ke Kairo untuk memberikan kejutan pada Tari dan Ammar tanpa mengabari pasangan itu, justru malah mereka dikejutkan oleh kenyataan yang tidak mengenakan diri mereka di hadapan menantu yang baik hati itu.

"Apa yang terjadi Ammar? Kenapa Tari bisa kabur darimu? Apakah kamu sudah menghubunginya atau mungkin saja kamu bisa meninggalkan pesan untuknya agar ia bisa kembali lagi padamu nak." Tangis Ummi Fida tidak bisa lagi terbendung mengingat putrinya yang harus kabur membawa bayi.

"Maafkan aku ummi! Aku tidak mengerti dengan sikap Tari yang terlalu kekanak-kanakan menurutku. Hanya hal sepele membuat ia meradang tak berkesudahan dan menghilang begitu saja di telan bumi." Ucap Ammar menahan geram.

"Apakah kamu sudah menghubungi polisi, nak Ammar?" Tanya ustad Najmi.

"Tolong jangan libatkan polisi Abi. Wartawan akan siap melahap diriku karena nasib perusahaan tergantung reputasi yang kita bangun. Jika satu titik masalah saja terdengar oleh mereka, bukan tidak mungkin imbasnya langsung pada perusahaan.

Polisi akan memanfaatkan aku dan banyak orang yang akan mendapatkan keuntungan dengan hilangnya Tari. Jika musuhku yang lebih tahu duluan keberadaan Tari, justru keberadaan Tari akan terancam." Ammar memohon pengertian mertuanya.

Sesaat kemudian kelurga itu terdiam dan mulai menyimak alasan menantu mereka yang cukup masuk akal.

"Kalau begitu gunakan detektif untuk mencari putriku, Ammar. Aku sangat takut terjadi sesuatu pada Tari...hiks..hiks.." Ummi Fida terlihat setress dengan menghilangnya Tari.

"Tanpa ummi minta, Ammar sudah melakukannya ummi. Ammar mohon pengertiannya Ummi dan Abi untuk bersabar." Pinta Ammar dengan wajah sendu karena ia sendiri sudah hampir depresi karena terlalu memikirkan istrinya.

"Baiklah nak Ammar. Kalau begitu, Abi dan ummi harus kembali ke Indonesia. Mungkin saja Tari berada di Indonesia dan dia tidak mau pulang." Ucap Ustad Najmi yang tidak enak menginap di rumah menantunya tanpa ada putrinya.

"Tapi Abi dan Ummi baru tiba di sini. Kenapa buru-buru pulang. Kenapa tidak tunggu besok pagi saja?" Ammar makin dibuat pusing dengan ulah kedua mertuanya yang sulit dibujuk.

"Tidak apa nak Ammar. Mumpung pesawatnya masih ada." Sahut Abi.

"Baiklah. Abi dan ummi pulang dengan pesawat Ammar saja. Biar sopir yang akan antar ummi dan Abi ke bandara. Ammar akan menghubungi Pilotnya untuk mengantar Abi dan Ummi." Tawar Ammar.

"Tidak usah repot-repot nak Ammar, kami bisa menumpang pesawat....-"

"Tolong terima tawaran Ammar. Ini adalah bentuk pengabdian Ammar pada kalian sebagai mertua Ammar. Hanya kalian yang Ammar bisa berbakti karena kedua orangtuaku sudah tiada.

Apakah permintaanku terlalu berlebihan untuk kalian?" Pinta Ammar sedikit memelas membuat kedua mertuanya saling menatap dan merasa terharu atas perhatiannya menantu mereka.

"Baiklah. Terimakasih sebelumnya nak Ammar. Semoga Allah memberikan kita petunjuk untuk bisa secepatnya menemukan Tari." Imbuh ummi Fida.

"Aaamiin. Maafkan Ammar Abi, Ummi. Insya Allah kalau Ammar sudah menemukan Tari, Ammar janji akan berkunjung kalian ke Jakarta. Ammar belum pernah ke Indonesia. Tapi Ammar sudah mendapatkan istri orang Indonesia." Canda Ammar di tengah kegetiran hatinya.

Walaupun terdengar garing dan hambar candaan Ammar, setidaknya kedua mertuanya mampu tersenyum. Mobil mewah milik Ammar kembali bergerak menuju bandara di mana pesawat jet pribadi milik Ammar siap mengantar kedua mertuanya kembali ke Jakarta.

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!