Hari ini Yoongi tidak mengunjungi studio rekaman, pria itu harus mengedit rekaman suara yang kemarin di ambil. Seharusnya dia mengerjakan itu di studio namun pria berkulit putih itu lebih memilih untuk mengerjakannya di studio pribadi nya.
Saat bekerja seperti ini, apalagi tentang membuat lagu, Yoongi memang membutuhkan ruang yang sepi. Terlalu banyak orang akan membuatnya tidak fokus dan merasa tak nyaman, oleh sebab itu dirinya memilih mengerjakan pengeditan di studionya saja.
Nanti siang Hoseok akan berkunjung ke rumahnya karena pagi ini pria itu harus mengurus sesuatu terlebih dahulu, sementara Yoongi yang berniat bangun lebih lambat justru malah dibuat bangun pagi oleh tamu tak diundang.
Pria itu tidak akan bisa tidur lagi jika di ganggu, alhasil kini Yoongi berada di ruang musik pribadinya.
"Bagaimana hasilnya?" Tanya Hoseok.
"Masih perlu beberapa editing lagi, aku sedang malas mengerjakannya." Jawab Yoongi.
"Ah, kau selalu begitu. Bagaimana jika kita pergi berbelanja? Sudah lama tidak bepergian bersama."
"Yah, terserah kau saja."
Hoseok mengangguk kemudian mengikuti langkah Yoongi keluar dari ruangan, sembari menunggu rekannya bersiap ia duduk di sofa ruang tamu bermain dengan anjing peliharaan Yoongi.
Tak berselang lama, Yoongi keluar dari kamar nya menghampiri rekannya. Keduanya keluar dari rumah, memilih mengendarai mobil Porsche Carrera milik Hoseok.
Tidak ada percakapan di dalam mobil sepanjang perjalanan, Hoseok yang fokus mengemudi dan Yoongi yang fokus pada ponselnya. Hanya sebuah lagu dari audio mesin saja yang mengisi keheningan.
•••
Di sebuah tempat perbelanjaan terbesar di Seoul, seorang gadis tengah berjalan menyusuri seisi mall. Melakukan windows shopping untuk menghilangkan kejenuhan.
Gadis itu berjalan sendiri di tengah kerumunan orang yang berbelanja, semua orang berjalan dengan menggandeng pasangan ataupun putra putri mereka, sahabat, dan tak jarang juga yang berjalan sendirian macam dirinya.
Di tengah aktivitas nya mencuci mata tiba-tiba saja dirinya merasa ingin buang air kecil, mungkin karena terlalu lama berjalan. Gadis itu langsung berlari menuju toilet yang berada tak jauh dari sana.
Sepuluh menit berada di toilet, Ji-eun keluar setelah mencuci tangannya. Menyusuri lorong yang memisahkan toilet laki-laki dan perempuan. Saat akan tiba di ujung, pergelangan tangannya langsung ditarik menuju lorong yang terlihat sepi.
"Aaa--" Ji-eun memekik namun langsung teredam oleh tangan besar.
Seorang pria berdiri di hadapannya dan menghimpit tubuhnya ke dinding, wajahnya tertutup topi dan masker hitam. Membuat Ji-eun tidak bisa mengenalinya.
"S-siapa kau?" Tanya Ji-eun ketakutan.
Pria misterius itu melepas maskernya, membuat sang gadis langsung membelalakkan matanya.
"Kau melupakanku?" Ujar sang pria.
"Astaga, kenapa dia bisa di sini?" Batin Ji-eun.
Ji-eun menelan salivanya dengan susah payah, sungguh dirinya ingin lenyap dari bumi. Kenapa dirinya masih di pertemukan dengan pria yang hampir membuatnya mati, gadis itu menjadi heran. Dimana pun ia berada pasti sang pria juga ada disana.
Entah ini tandanya apa, namun Ji-eun lebih menganggap ini adalah kesialan bukan tanda berjodoh.
"J-jihyun? Kenapa kau ada disini?" Tanya Ji-eun. Sebenarnya dia sangat gugup dan takut namun terlihat biasa saja.
"Menjemputmu, tentu saja."
"Apa maksudmu? Kita sudah berakhir beberapa bulan yang lalu. Bukankah seharusnya kau tidak disini?"
"Karena aku menginginkanmu."
Sang pria menghimpit tubuh gadis itu, tangannya merambat ke tengkuk sang gadis yang membuatnya merinding. Bukan merasakan sensasi lain, namun lebih kepada ketakutan yang pernah ia rasakan.
Ji-eun memejamkan matanya erat sembari merapalkan doa di dalam hatinya, berharap ada siapapun yang memergoki mereka dan membuatnya bisa terbebas dari sang pria. Bahkan untuk berteriak saja rasanya tidak bisa, gadis itu sangat takut.
"Ya Tuhan, tolong aku.." batin Ji-eun.
Ekhm!
Ji-eun membuka matanya kala mendengar suara deheman keras dari samping, sementara pria di depannya sudah menggeram kesal. Sembari menatap seorang pria yang berdiri tak jauh dari tempat kedua muda mudi itu.
"Apa kau pria miskin yang tidak bisa menyewa kamar untuk bercumbu?" Ucap sang pria.
Pria bernama Jihyun itu mengepalkan tangannya erat, menegakkan tubuhnya dan berdiri di depan Ji-eun sembari bersedekap.
"Bukan urusanmu."
Ji-eun yang merasa dirinya mendapatkan kesempatan untuk kabur langsung berlari cepat ke arah sang pria, membuat Jihyun geram. Susah payah ia mengikuti gadisnya kesini namun rencananya untuk membawa Ji-eun tidak berjalan lancar gara-gara orang asing.
Ji-eun memegang ujung kemeja pria asing itu, menatapnya penuh permohonan. Dalam tatapan itu dia seolah berkata 'selamatkan aku'. Yoongi meliriknya datar, lalu kembali menatap pria yang berada di depannya.
"Aku akan mendapatkan mu, Ji-eun." Tekan Jihyun dan pria itu langsung menatap tajam Yoongi.
Tanpa kata, Jihyun melangkahkan kakinya keluar dari toilet. Ia bersumpah dalam hati jika dia akan mendapatkan Ji-eun di lain waktu. Mungkin keberuntungan sedang tidak berpihak padanya, dia bisa mencobanya lain waktu.
Yoongi menatap Ji-eun yang masih memegangi kemejanya, kemudian melirik tangan sang gadis seolah menyuruhnya untuk melepaskan. Ji-eun langsung menjauhkan tangannya dari kemeja Yoongi, menunduk sembari meremas ujung dress-nya.
"Tunggu!" Ucap Ji-eun saat Yoongi hendak melangkah.
Pria berkulit putih itu berhenti, tubuhnya masih menghadap sang gadis namun tatapannya mengarah ke sembarang arah. Menatap apa saja asal bukan sang gadis.
"Terimakasih sudah menolongku. Dan..." Cicit Ji-eun. "Maaf."
Alis tebalnya menyatu kala mendengar kata 'Maaf' dari sang gadis, apa dirinya tidak salah mendengar? Yoongi tersenyum sangat tipis mendengar ucapan maaf dari Ji-eun, kemudian kembali menetralkan ekspresi wajahnya.
"Ne." Sahutnya singkat.
Ji-eun mendengar suara langkah kaki menjauh, beberapa detik kemudian ia mengangkat wajahnya dan benar saja. Produser dingin itu sudah tidak ada di depannya.
Ji-eun tersenyum tak jelas, mengetuk kepalanya yang dirasa mulai korslet karena memikirkan kebaikan sang produser dingin itu. Rasa kesalnya mendadak hilang.
•••
Agaknya pemikiran Ji-eun kali ini salah, rasa kesal dalam dirinya belum sepenuhnya hilang. Hari keduanya melakukan rekaman kembali dibuat geram oleh produser yang menangani proses record. Jika kemarin suaranya dikatai tidak bagus, kali ini justru gadis itu di anggap tak bisa membaca metronome.
Jelas saja Ji-eun kembali kesal, bahkan kesalnya melebihi rata-rata. Produsernya itu sangat gemar mempermalukan orang di depan umum, ya meski hari ini hanya ada mereka bertiga saja tetap saja Ji-eun malu di katai seperti itu di depan produser Hoseok.
"Untung saja dia sudah membantu ku kemarin, ahh kenapa dia menyebalkan sekali!!" Kesal Ji-eun.
"Siapa yang kau bilang menyebalkan?"
Ji-eun menoleh kala sang kakak masuk kedalam ruangan yang di khususkan untuknya. Gadis itu kembali memasang wajah kesalnya tanpa berniat membalas ucapan sang kakak.
"Hei, aku bertanya padamu." Ulang Jong-hoon.
"Kau! Kau menyebalkan sama sepertinya. Akh, semua orang memang menyebalkan."
Jong-hoon hanya menatap sang adik yang terus menggerutu, pria itu tidak lagi menanggapi ucapan sang adik bahkan saat gadis itu mengatakan dirinya menyebalkan. Jong-hoon tahu jika Ji-eun tengah tidak mood sebab rekamannya tadi banyak koreksi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments