Ernest mengangguk paham, jika menyangkut keyakinan Aisya memang benar. Tak ada yang dibenarkan jika alasannya hanya karena pasangan. Semua harus bermula dari hati dan diri sendiri.
Tapi ada yang tidak Aisya tau, selama ini semua cerita Aisya dan penjelasan tak disengajanya membuat Ernest tertarik untuk mendalami keyakinan yang Aisya percayai.
"Gimana cara kamu bersyukur Aisya?"
"Salah satunya ya dengan ibadah 5 waktu, yang aku lakuin setiap harinya. Dengan kata lain kamu bersyukur setiap harinya atas semua kehidupan yang udah dikasih," angguk Aisya membuka tiap lembaran halaman buku yang dipegangnya.
"Sekalipun itu pahit?" tanya Ernest, Aisya kembali mengangguk yakin, "pahit sekalipun."
"Termasuk kalo kamu kejeblos selo kan juga?" tanya Ernest berseloroh, awalnya Aisya mendelik tajam karena pertanyaan konyol Ernest mengganggunya membaca. Lantas Ernest tertawa kecil, "kan cuma nanya, Sya...natapnya udah kaya medusa aja, nanti aku tambah sayang!"
"Iya. Termasuk waktu kamu kejeblos selo kan yang airnya item, bikin kamu bau, kotor, diketawain orang! Ha! Kurang apa lagi?" tantang Aisya nyolot, membuat Ernest tertawa, "bikin ngga ganteng lagi!"
"Ya, bikin kamu berubah jadi monster selo kan!" timpalnya berapi-api.
"Ah, ngapain harus bersyukur kalo bikin rugi?!" ujar Ernest.
"Karena dibalik musibah selalu ada hikmahnya, dengan jatoh ke selo kan kamu bakalan lebih hati-hati lagi kedepannya, bakalan tau kalo disitu ada selo kan, ngga bertindak ceroboh lagi yang bisa bikin kamu jatoh ke lubang yang sama. Dengan kamu kotor, jelek dan bau kamu akan lebih merenungi diri kalo diri kamu ini bisa jelek kapanpun Allah mau, makanya ngga boleh sombong!" jawab Aisya.
Senyuman Ernest tak luntur sedetikpun, jika awalnya ia tertawa karena menggelikan lantas sekarang ia tersenyum karena jawaban Aisya mengagumkan.
"Ck!" Gibran berdecak menemukan keduanya anteng duduk diantara puluhan buku namun yang dilakukan malah berdiskusi bab bersyukur.
"Elu berdua dicariin malah diskusi disini, tuh yang lain udah pada cranky nyariin. Si Ardi hampir pingsan Nest, gara-gara kelaperan! Lagi pada baca apaan sih, anteng banget! Bok3p lo ya?!" tuduhnya duduk di samping Ernest geser-geser mirip di angkot.
"Iya, lo mau?! Gue beliin 10 edisi?!" Ernest memukulkan sebuah buku di kepala Gibran lalu beranjak.
"Udah Ai? Mau ambil buku yang mana aja, biar aku bayar!"
"Aku ambil 2 ya Nest, ini sama yang ini!" Aisya mengangkat 2 buah buku kemudian diangguki Ernest, "beh! Yang ini!"
Bukan Aisya ataupun Ernest yang mengatur dimana mereka akan makan siang hari ini, melainkan keempat manusia yang kini jadi penengah antara keduanya.
"*Resto All you can it*! !"
Begini nih ciri khasnya anak muda, kalo ngga kedai coffeshop biar dikata anak cafe, ya makanan segala gabres! Biar dikata kaya tempat sampah juga yang penting lambung penuh sampe minggu depan. Beda dengan para ciwi-ciwi yang kalo apa-apa mesti diabadikan, biar semua orang tau kalo sekarang mereka lagi makan apa dan dimana, lain halnya dengan Gibran dan Ardi.
Suasana cukup panas, bukan karena perselisihan atau perdebatan namun karena sama-sama di depan grill.
Ardi dan Gibran lagi rebutan daging sapi tipis ala-ala bacon, "ini punya gue, yang itu bagian lo!" dengan sumpit di tangan, keduanya mengesampingkan dan menumpuk makanan untuk diri sendiri tanpa peduli yang lain, toh tetep bisa ambil lagi. Yang penting mereka kenyang sampe ubun-ubun. Gini nih kalo keturunan si Qarun, takut keduluan dan keabisan orang, mereka lebih mentingin diri sendiri plus pelit.
"Ck--ck, dasar Qarun! Gue sumpahin lo keselek kimchi!" ujar Ajeng mendesis, matanya menunjuk mangkuk berisi kimchi sawi di depannya, yang telah ia tata sedemikian rupa agar terlihat estetik di depan kamera.
"Sumpah lo itu Jeng, semoga berbalik sama yang nyumpahin!" jawab Gibran.
Ernest menggelengkan kepalanya begitupun Aisya, "lo berdua kaya yakin mau abis aja, mau lo tumpuk sebanyak apapun, kalo kapasitas lambung lo cuma segede gitu percuma, ngga akan masuk!"
"Lagian gue bingung, ini tuh acara makan apa acara sesi foto sekaligus debat bebas? Ribut banget, mau makan aja ribet amat!" sahut Ernest menaruh potongan daging yang sudah ia bumbui sebelumnya dengan saus rahasia resto.
"Tau nih, lagian makan tuh secukupnya usahakan berhenti sebelum kenyang, sepertiga makan, sepertiga minum, sepertiga nafas...ntar mubadzir," lanjut Aisya.
"Abis kok Ai, segini mah kecil buat gue, apalagi kagak pake nasi cuma pake mie instan doang!" balas Ardi.
"Ramen, saravvv. Lo kampungan amat mie instan! Makanya jangan kebanyakan makanin ubi mentah, jadi otak lo rebahan kaya ubi jalar!" sarkas Gibran ditertawai yang lain.
"Ketauan banget jarang nemu makanan enaknya!" tawa Nistia mencibir.
Ernest membolak-balikkan daging yang tadi ia taruh di atas grill, lalu menyodorkannya di depan mulut Aisya, "coba yang ini, enak!" angguknya singkat. Ernest semakin memajukan dagingnya, jelas bukan sedang ingin menaruh itu di mangkuk Aisya, melainkan meminta Aisya makan langsung dari sumpit miliknya, "mateng ngga nih?" kedua bola mata bulat itu sampai juling melihatnya, "mateng Ai,"
Hap!
Pipi seperti bakpau itu mengunyah penuh merasakan, "emhhh enak!" angguknya, Aisya pun melakukan hal yang sama dengan maksud ingin Ernest merasakan racikannya, "coba gini deh! Biar mirip jaya di tv-tv kuliner mukbang gitu!" ia mencelupkan potongan daging ke dalam saus berbumbu lalu menaruhnya di atas selada untuk kemudian di tutup, bukan dengan sumpit, tapi Aisya langsung menyuapkan dengan tangannya ke dalam mulut Ernest, sontak saja adegan uwu refleks ini bikin keempatnya terdiam, rasanya keberadaan mereka pun tak begitu memberikan dampak.
"Njiirr banget gue, jadi malah ngenes banget liat orang suap-suapan!" ujar Gibran.
"Suapin gue dong Ai!" pinta Ardi ditoyor Nistia seraya tertawa.
"Gue juga pengen digituin Nest!" rengek Gibran memukul-mukul lengan Ernest genit.
"Jijik anjayyy!" Ajeng memeletkan lidahnya yang ditertawai Aisya.
"Diginiin?" Ernest mendorong keras kepala Gibran yang langsung mengaduh.
"Kamvreettt,"
"Kata lo minta diginiin?!" tembak Ernest jelas ia sedang usil.
"Maksud gue disuapin kaya Ai. Bukan ditoyor kaya si Ardi, ah! Ia melahap suki yang disendoknya dari kuah dengan kasar.
"Lah lo ngomongnya pas abis si Ardi di toyor Nistia."
Aisya tak bisa untuk tak tertawa renyah, ia tak menyangka jika hari minggunya kini lebih berwarna dengan kehadiran Ernest.
Aisya berdadah ria ke arah Ernest dan teman-temannya di balik pintu pagar. Sebelum benar-benar pergi Ernest membuat gerakan tangan seperti gagang telfon sebagai kode pada Aisya.
"Hayuk Nest, ah! Udahan kali ngapelnya elah! Kesian nih anak ilang pengen pada balik!" Gibran menepuk-nepuk pundak Ernest untuk segera pergi dari depan rumah Aisya.
Aisya memang seperti mood boosternya, dikalah harinya mulai suntuk dan bosan Aisya hadir bikin cerah dan bersemangat kembali.
Setelah berpamitan di jalan yang berbeda, Ernest membelokkan sepeda motornya ke arah jalan pulangnya.
Hari minggu memang jadi ajang keluarganya berkumpul, mengingat hari-hari biasa mereka semua akan sibuk dengan kehidupan masing-masing.
Mobil papa dan dua motor terparkir cantik di carport, menandakan jika mereka sudah pulang, ia mematikan mesin motornya di samping motor sang mama, lalu masuk ke dalam rumah.
"Abis ketemu gadis bernama Aisya?"
Ernest menghentikan langkahnya hanya berjarak 3 langkah dari pintu masuk. Suara perempuan yang sangat Ernest hafal mengejutkannya.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Lia Bagus
🤣🤣🤣🤣🤣
2024-08-27
0
Happyy
😎😎
2023-11-05
1
Ummi Nza
😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂
2023-06-28
1