Meski sedikit tertinggal, keduanya anteng-anteng saja berjalan bersama. Toh, suara pak Wage masih sayup-sayup terdengar kaya tukang tahu bulat yang lagi koar-koar. Punggung teman-temannya yang kaya plastik sampah, berceceran pun masih terlihat di pandangan.
"Emangnya kamu ngga percaya Tuhanmu?" Aisya balik bertanya.
Ernest menghela nafasnya demi membebaskan dadha, "percaya ngga percaya. Percaya ya karena ayat-ayatnya sedikit masuk akal, ya meskipun kebanyakan tidak dapat terjelaskan kenapa bisa gitu, harus gitu." Ernest menjabarkan, kini ia meneguk botol minum yang barusan Aisya minum membuat gadis itu menyalak galak setengah sewot, "eh, itu bekas aku!"
Ernest bergidik acuh saja, "kamu ngga penyakitan kan?" pertanyaan itu sontak menghentikan sorotan melotot Aisya berganti alis menukik tajam, "ya engga lah! Enak aja," Aisya mencebik demi mendapati Ernest malah cekikikan.
"Weh, neng bidadari ngegas...bikin akang gemes!" coleknya di lengan Aisya, sontak saja Aisya terkejut dicolek kaya sambel rujak begitu, ia bahkan sudah mengepalkan tangannya gemas tapi pemuda ini malah semakin tertawa, dan tiga pukulan mendarat mulus di lengan Ernest.
Sebelum Aisya menyemburnya lagi Ernest sudah kembali berkata, "engga percayanya, karena menurutku aku ngga pernah liat bukti kalau Tuhan itu ada."
Aisya melirik Ernest yang kini terlihat seperti sedang menatap lurus namun pikirannya berkecambuk, "kamu adalah tipe manusia ideologis, segala sesuatu harus terlihat kasat mata dan masuk akal." Kesan itu dilontarkan mulut Aisya untuk Ernest, namun Ernest malah tersenyum miring, "jalan lagi yuk! Sayang udah dateng jauh-jauh kesini malah berjemur disini doang," ajaknya menarik pergelangan tangan Ai.
Dan percayalah, saat itu juga kesehatan jantung Aisya sedang tak baik-baik saja.
Sky World, salah satu wana yang memang menarik pihak sekolah akhirnya mau menjatuhkan pilihan pada tmii.
"Buat anak-anak astronomi. Silahkan persiapkan otak dan catatan," tangan bu Indah sudah melambai-lambai agar kawanan lebah anak SMA yang sudah berpencar kesana kemari bahkan langkahnya saja mulai banyak berbelok ini kembali berkoloni.
Dengan gerakan mulut komat-kamit pak Wage menghitung jiwa. Cukup ramai, ada pula beberapa anak SD dan TK yang hadir disana.
Melihat gerombolan anak tk berseragam seraya membawa tas dan tumbler yang tergantung di leher bikin gemas, belum lagi mereka berlari-lari usil sambil melompat layaknya kancil disusul oleh para orangtua dan guru pembimbing.
Ernest dengan jahilnya mencolek salah satu anak yang berada di dekat mereka kemudian ia sendiri memalingkan wajahnya seolah tak tau apa-apa membuat bocah tk barusan celingukan mencari siapa pelaku.
"Kamu usil ih!" tawa Aisya menepuk lengan Ernest. Setelah dirasa tak ada yang terlihat mencurigakan bocah tadi kembali asik dengan bendera yang ia pegang. Pun dengan Ernest dan tingkah usilnya yang mencolek kembali, perilaku usil ini sukses membuat Aisya tertawa tergelak.
Tak tega dengan kebingungan bocah berkucir dua di depannya Aisya menunjuk pemuda di sampingnya ke arah si bocah.
Gigi-gigi kelinci itu tampak kala ia menyeringai. Lantas diinjaknya kaki Ernest oleh kaki kecilnya dan kemudian ia berlari ke arah guru pembimbing, "bu guluuuu!" meninggalkan Ernest yang mengaduh.
Aisya tertawa renyah, "usil sih!" dorong Aisya di kepala Ernest pelan, seolah kesempatan bagi Ernest ia menangkap jemari mulus Ai dan memegangnya lama, "asik, ngusilin anak kecil. Adik-adikku udah gede, jadi udah ngga asik," jawabnya sambil menarik tangan Aisya ke dalam genggaman.
"Wey! Wey, ini anak muda pacaran melulu, masuk apa mau ditinggal?!" teriak Gibran, Aisya yang sadar jika tangannya mendingin dalam genggaman Ernest menarik kembali kewarasannya.
Wajahnya benar-benar sudah memanas kali ini.
Aisya tak bisa untuk tak mendongak saat memasuki pintu masuk layaknya pesawat luar angkasa di film star wars. Belum lagi kubah setengah lingkaran seperti langit malam bersama sebuah bola menyerupai bulan menyambut kedatangan mereka, vibes luar angkasanya tuh dapet.
Namun sebelum Aisya buka suara tentang ruangan yang tengah ia jabarkan dengan penilaian, Ajeng dan Ardi sudah memanggil lantang, "Nest, oy! Sini buruan, buat kenang-kenangan!" kemudian satu tarikan lembut mengajak Aisya berbaris bersama jajaran anak-anak tepat di depan bacaan Skyworld.
"Tongsis oy tongsis!" anak-anak sudah heboh meributkan hal yang tak penting saat pihak guru masih bercengkrama dengan staf disini.
Anak-anak ini menyusuri exhibiton hall, yang sarat akan nuansa pengetahuan edukatif dunia astronomi. Kali ini Aisya mengeluarkan ponselnya demi mengabadikan dinding berlatarkan gambar-gambar astronomi sembari mengagumi nuansa yang seperti sedang bertualang menjelajahi antariksa.
Penerangan disini cukup redup agar mendukung suasana dingin serasa berada di luar dari ozon bumi. Sementara anak lain sudah sibuk dengan prototype roket dari berbagai negara.
Gadis ini lebih tertarik menjajaki ruangan beralur foto.
"Stephen William Hawking," ucap Ernest menghampiri gadis yang selalu berbeda dari gadis lain ini seraya menunjuk foto seorang ahli fisika, sesuai uji kompetensi yang akan diambil oleh Ernest di OSN.
Aisya melirik ke samping dimana Ernest sudah memandang kagum pada sosok yang dipajang.
"Ahli fisika teoretis dari Inggris, terkenal dengan teori Kosmologi, Gravitasi kuantum, black hole, dan radiasi hawking. Hebat kan?!" Jelas Ernest kini tengah berdecak kagum pada sebuah foto.
"Ibnu Haitham, Alhazen..." sahut Ai tak mau kalah, menunjuk foto lain.
"Penemu terhebat di masa khalifah Bani Abassiyah, lahir di Basra, Irak. Dan wafat di Kairo, Mesir. Pelopor penelitian tentang cahaya dan lensa, berkat beliau akhirnya tercipta perangkat optik seperti kaca pembesar, mikroskop, kamera dan teleskop...alat terpenting dalam penelitian ilmu astronomi modern, masyaAllah kan?" Aisya menatapnya dengan rasa bangga.
"Keren," puji Ernest menjempoli sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya seraya terkekeh, well----Aisya memang berbeda, Caroline bahkan tak secuil ujung kukunya, yang gadis itu tau hanya sosmed, make up juga cemburu, idolanya ya tak jauh-jauh dari k-pop bikin Ernest merotasi matanya.
"Kita sama-sama punya idola," timpal Ernest.
"Yap! Dan sama-sama hebat," balasnya mantap menatap Ernest penuh sorot bahagia.
Cahaya yang temaram lebih tepatnya gelap semakin membuat keduanya menyelami kedalaman hati melalui netra masing-masing, mata adalah jendela hati.
"Aisya," suara Ernest mendadak parau dan dalam. Aisya sudah berulang kali menghembuskan nafasnya menetralisir rasa gugup yang mulai bersarang.
"Aku sayang kamu, Sya."
Pertahanan itu roboh demi mendapati tangan Ernest kini telah meraih tangannya, tapi Aisya hanya memalingkan pandangannya hendak menghindar membuat Ernest menahannya tanpa berniat menarik kehangatan yang Ernest beri. Selalu saja gadis ini gelagapan berusaha menghindar jika ia tengah bicara serius.
Terlihat betul Aisya tak begitu nyaman dengan obrolan ini meski tak se sewot dan segalak biasanya.
"Ernest, aku---"
"Guys! Planetarium room! Pak Wage udah ngomel-ngomel nih!" seruan Ajeng memaksa Ernest melepaskan tangan Aisya.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Happyy
😽😽
2023-11-04
1
Hanik Ziya
selalu terharu bikin mewek ketika dengar cerita kenabian
2023-06-25
1
Idku Nursaman
aisya... kasih persahabatan dahulu... ke ernest... biar dia memahami dahulu...
2023-04-02
1