Have a Nice day, from teman 😊
Begitu pelafalan yang Aisya baca dari paper bag yang isinya segelas cup teh susu berukuran 500 ml dengan brand coffe shop yang cukup ternama di Bandung, bersama sepotong roti croisant keju-kismis, setelah di rasa paper bag itu kosong ia mencermati setiap kata yang tercetak di gelas cup yang meneteskan embun karena isinya yang dingin.
10 menit yang lalu, seorang siswa yang ia pun tak mengenalnya secara dekat, mengantarkan sebuah paper bag coklat untuk Aisya Nurul Huda---katanya, saat ditanya dari siapa, dia bilang dari temen barunya Aisya.
"Cie, dari siapa teman?" goda Retno duduk di samping Aisya, dimana bangkunya berada, bibirnya melengkung sempurna jelas-jelas tengah mencibir Aisya.
Siapa lagi jika bukan, Ernest. Aisya merotasi bola matanya.
"Siapa lagi kalo bukan temen barunya neng Ais..." senada dengan keusilan Retno, Ayu tak ingin ketinggalan menggoda Aisya dengan mencolek dagu gadis itu. Lirikan mendelik sinis si neng berjilbab ini menyiratkan jika ia kesal dengan ucapan kedua temannya itu.
"Diminum Ai, sayang itu keringetnya udah netes-netes gitu..." ujar Retno.
"Aku puasa, Ret..." jawab Aisya.
"Ya Rabb, rejeki anak soleha!" Retno yang berada di sebelah Aisya langsung merebut milk tea dan roti milik Aisya itu tanpa ijin atau ba bi bu terlebih dahulu, "inget! Jangan berpikir buat dikembaliin, NO!" tukas Retno.
Ayu tertawa, "amit-amit! Main sikat punya orang. Iya Aii...jangan dikembaliin sama Ernest, kasih aja sama kaum dhuafa! Kamu mau bilang gitu kan Ret?"
"Jangan! Kalo kamu mau, beli aja, jangan kaya orang susah gitu ih!" Aisya menarik kembali cup milk tea bersama roti lalu memasukkannya kembali ke dalam paper bag.
"Yahh...yah...yah...mau dibawa kemana Ai?" tanya Retno berseru sewot, gadis itu merengut, Aisya nolak rejeki!
Ia berjalan cepat dengan tergesa membawa serta paper bag yang isinya masih utuh, jantungnya cukup berdegup kencang...bukan karena Aisya yang takut Ernest marah, namun karena ini pertama kalinya ia mencari-cari lawan jenis.
Aisya langsung masuk ke kelas MIPA 2 dimana Ernest belajar, namun pemuda itu nyatanya tak ada. Giliran ngga dicariin nongol sendiri tanpa diundang, giliran dicariin bahkan aromanya saja tak terendus.
"Liat Ernest?" tanya Aisya pada beberapa teman sekelasnya.
"Coy, si Ernest mana? Ada yang nyariin!" ia tersenyum miring melihat Aisya membawa sebuah paper bag, kelasnya sudah sering kedatangan siswi kelas lain dengan mode penggemar Ernest yang nyariin pemuda ini sambil bagi-bagi makanan.
"Kayanya ruang ekskul basket, tadi sii liat disitu!" jawabnya berteriak dari bangku belakang dan kembali berkutat dengan kesibukannya yang mainan ponsel.
"Denger kan?"
"Makasih," jawab Aisya berlalu, pompaan jantungnya semakin cepat saja mengingat ruangan basket adalah ruangan yang hampir kesemuanya sering dijadikan tempat tongkrongan anak basket dengan didominasi siswa laki-laki, paling-paling siswinya hanya sedikit...itu pun siswi-siswi yang ngintilin.
Langkah kaki berbalut sepatu warrior itu berbelok dan menyusuri ruang-ruang ekstrakurikuler sekolah, dilatari anak-anak yang berseliweran karena ini sedang jam istirahat.
Dari jarak jauh saja Aisya sudah bisa melihat ruangan paling pojok dengan ciri khas tempelan-tempelan bola basket.
...Welcome SANABAS...
...SMA NEGERI 156...
Inilah sarangnya anak-anak basket di sini, riuh sedang hingga tawa menggelegar tercipta dari dalam. Seketika nyali Aisya jadi ciut mendengar keriuhan, suara bass para pemuda yang ditimpali suara manja beberapa gadis membuat Aisya ingin segera menyelesaikan urusannya dengan si Teman barunya ini.
Mendadak kakinya terasa kaku membatu di dekat gawang pintu, ia menyandarkan badan mencoba menetralisir perasaan takut dan gugupnya, beberapa kali ia menarik dan membuang nafas.
"Oke, cuma tinggal bilang maaf aku puasa dan kasiin. Selesai..." gumamnya bermonolog pelan, sebelah tangannya masih mencengkram kuat tali paper bag, dan sebelah lainnya sudah mengelusi dada demi memberikan dirinya sendiri kekuatan. Kenapa harus segugup ini? Ia bukan gadis yang memiliki trauma dengan lelaki...apalagi khalayak ramai, tapi kali ini rasanya berbeda, apakah karena kejadian akhir-akhir ini dimana orang-orang sering menggodanya karena ulah Ernest?
Aisya mengangguk yakin, lantas ia mengambil langkah. Tanpa diduga dari dalam seseorang yang tak tau bahwa Aisya disana keluar juga.
"Wooww...astaga.."
"Astagfirullah!"
Hampir saja mereka bertabrakan dan terjatuh.
"Aisya?" Coki mengangkat kedua alisnya.
"Coki, sorry---sorry!" Aisya menunduk singkat.
"Mau cari siapa?" tanya Coki tersenyum usil. Sepertinya tanpa harus bertanya pun pemuda ini sudah tau tujuan Aisya kesini, karena ngga mungkin mau ikutan ekskul basket.
Aisya menatap takut bercampur malu ke arah kelas, ia sampai memanjangkan lehernya tak mau membuat geger penghuni di dalam akan kedatangannya, "Coki, mau minta tolong...bisa kembaliin ini ke Ernest," Aisya mengulurkan paper bag yang ada di tangannya membuat Coki kembali mengangkat alisnya setinggi awan, niat hati melakukannya dengan senyap dan cepat tapi apa yang dilakukan Coki sukses membuat Aisya melotot dan membeku ditempatnya.
"Nest! Aisya mau ketemu lo!" teriaknya memanjangkan lehernya ke dalam ruangan. Sontak, suasana yang semula ramai itu mendadak sunyi dan sedetik kemudian terdengar suara beberapa orang komat-kamit dan bersorak menggoda. Aisya menghela nafasnya lelah, kemanapun dan dimanapun ia kini, tak akan lepas dari bayangan Ernest sepaket godaan teman satu sekolah.
"Hay bidadari," senyum lebar dari brand ambassador pasta gigi kuda menyapanya, ia menyampirkan lengannya di pundak Coki yang ikut terkekeh. Yang dipanggil Ernest yang keluar se rt, praktis Aisya meleleh disana mirip es potong kena sorot matahari. Tapi ada ekpresi yang beda dari sekian orang yang ikut keluar, adalah Caroline yang menatap Aisya penuh dengki.
"Witwiii! Hay Aisyaaaa!" goda yang lain.
"Aisya meni cantik euyyy!"
"Kirain cari aku, Aisya..."
"Masuk---masuk lo semua," sengit Ernest.
"Ini aku ngga lagi mimpi kan dicariin utusan Tuhan buat ke surga? Kebaikan apa yang udah aku perbuat nih semasa hidup disamperin bidadari," tanya Ernest terkekeh.
"Aihhhh! Meleleh hati adek bang..." ujar Coki melehoy disana yang dihadiahi toyoran di kepalanya dari Ernest.
"Mau ngapain?!" tembak Caroline judes.
"Ngga malu! Udah nolak sekarang datang bawa-bawa makanan...bilang aja nyesel," desisnya mengejek.
"Lin!" tegur Ernest menatap gadis ini tajam.
Aisya sungguh tak suka dengan gadis itu, tapi siapapun tau siapa Caroline, dan Aisya tak mau mencari masalah dengannya. Ai mengulurkan paper bag ke arah Ernest, "ini kamu yang kasih kan?"
Ernest menerima dan melihat isinya, "ko masih utuh? Ngga suka?"
Ernest yang ngasih, Lin...bisik bergumam Celia.
"Denger!" cebik Caroline kesal, ia menghentakkan kakinya masuk disusul Celia.
"Eh, kenapa dikembaliin Ais?" tanya Coki yang masih jadi kambing co nge disana.
"Maaf, aku lagi puasa Nest..." jawab Aisya.
Ernest menaikkan alisnya sebelah, ia lantas menatap Coki, "puasa? Bukannya muslim kalo puasa kalo mau lebaran?" bisiknya bertanya.
Coki menempelkan telapak tangannya dan membisikkan sesuatu pada Ernest hingga kemudian di pandangan Aisya kini Ernest berohria.
"Kalo gitu, kasih temen-temen kamu aja..."
"Buat gue aja lah, aus nih!" tukas Coki.
Aisya tersenyum, "ya udah buat Coki aja."
"Aduhhh, makasih Aisya. Udah cantik, baik pula....Ais jalan yuk!" ajak Coki.
Bughh!
Ernest mendaratkan bogemannya di perut Coki.
"Eh!" Aisya terkejut.
"Sorry---sorry bro," tapi Coki tertawa. Dengan membawa paper bag dari Aisya, Coki masuk ke dalam ruangan untuk segera menikmati isinya.
"Buka puasa, magrib kan? Kalo gitu nanti aku kirimin buat buka'nya ya?" tawar Ernest, tapi Aisya menggeleng, "ngga usah, Nest..."
"Kamu suka apa, dimsum, milk tea, ice cream, cendol, dawet, emhh...siomay, atau makanan lain?"
"Ngga usah, Nest...ngga usah! Kalo gitu aku masuk kelas dulu!" Aisya langsung berbalik dan pergi.
"Aisya, aku anter!" Ernest langsung berlari menyusul gadis itu, ia tak menyerah begitu saja untuk mengejar Aisya.
"Aku anter sampe kelas ya, takut kamu diculik kumbang..." tawanya renyah.
°°°°
"Sini gue liat!" tanpa permisi tanpa berucap apapun, Caroline merebut paper bag yang dipegang dan hendak dibuka oleh Coki, terang saja Coki bereaksi.
"Lin,"
"Bentar ah! Cuma mau liat doang!" cebiknya kesal.
"A Cup milk tea," ia tersenyum miring dan tanpa sadar meremas paper bagnya, Coki yang sadar akan amarah Caroline segera menarik makanan dan minuman itu kahwatir jika Caroline ngamuk dan milk tea miliknya diacak-acak.
"Sini! Aisya udah ngasih ke gue, lo kalo mau juga minta ke Ernest, takutnya lo sirik..." ejek Coki langsung kabur dari sana.
"Ihhh, Coki mah!" seru Celia membela Caroline, ia mengusap-usap pundak Lin yang mulai diliputi rasa kesal.
"Sabar ya Lin, seperti kata lo...Ernest cuma lagi main-main sama Aisya..."Celia berujar membujuk Caroline.
"Aisya," tangannya mengepal.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Happyy
😘😘😘
2023-11-04
1
El aisya
🥰🥰
2023-07-06
1
Hanik Ziya
lagi Maraton baca kak.makasih atas karyamu yg selalu jempol.😍😍😍
2023-06-24
1