Ernest sudah menunggu Aisya sejak saat keluar dari aula, sampai hampir kering seperti ikan asin ia menunggu, namun gadis ini licin macam sidat sawah, jika saja Gibran tak memberitahunya kalau Aisya sudah keluar sejak tadi dan sekarang sedang berjalan cepat menuju halaman sekolah, mungkin ia auto lolos.
"Aisya!"
"Aisya!"
Ernest berteriak seperti tukang tagih, dari ujung sekolah hingga ujung lain suaranya menggema bikin gendang telinga pecah.
Beberapa kali Ernest memanggil namanya, namun gadis itu seolah menulikan pendengaran dan mempercepat langkah kakinya diantara rok panjang yang menutupi kaki-kaki jenjang sampai pangkal sepatu.
Secepat-cepatnya Aisya bergerak ia tetap tak akan mampu mengalahkan langkah gesit Ernest yang macam kancil tengah kebelet pi pis. Gesit! Sat-set-sat-set!
Aisya sontak mengerem langkahnya saat pemuda itu tiba-tiba mencegat jalannya persis begal, hingga Aisya memundurkan badannya beberapa langkah.
Ernest merentangkan kedua tangan bukan ingin membuat adegan manis Jack and Rose dalam film Titanic namun hendak menghadang jalan Aisya, jika cara lembut tak dapat membuat Aisya melihat dan mengindahkannya, maka Ernest akan menggunakan cara ekstrem, bukankah perempuan senang dipaksa-paksa?
"Bukankah seorang muslim itu penuh kelembutan? Kamu terkesan menghindari aku... Aisya, apakah semua kaum muslim sesombong itu, Ai?" senyumnya tak seiras dengan nada cibiran Ernest yang justru terkesan tulus nan memuji kecantikan Aisya dari dekat.
"Apakah kaum selain kaummu bikin kamu jijik, sampai berjalan saja kamu enggan untuk dekat-dekat?" Ernest tau obrolan ini setidaknya akan memancing atensi Aisya agar gadis ini mau mengobrol lebih lama dengannya, hanya itu yang Ernest inginkan...lebih lama bersama Aisya.
Aisya menggeleng, "karena kamu ganggu, bikin aku risih. Minggir, aku mau pulang," pintanya ketus.
Ernest mengangkat kedua tangannya, "oke. To the point Aisya...aku udah beberapa kali mencoba cara yang biasanya bisa meluluhkan hati cewek siapapun itu. Tapi ternyata aku keliru, cara itu ngga bisa bikin kamu luluh, jangankan luluh, memandangku lebih dari 5 detik aja engga...jawab aku, Aisya. Apa yang harus aku lakuin..." tanya Ernest. Memang benar yang Ernest katakan, hampir tak terhitung berapa kali Ernest mengutarakan perasaan sukanya meskipun aksi ekstrem yang ia lakukan baru 2 kali, hampir tak terhingga Ernest mengirimkan sesuatu untuk Aisya, namun gadis ini selalu menolak. Seolah sedang membangun tembok kokoh diantara mereka.
"Apa karena aku terkenal doyan gonta-ganti cewek. Oke, aku salah...aku kali ini bener-bener suka sama cewek sampe ngga bisa tidur...yaitu kamu, Ai." akuinya betul-betul. Angin yang melambai lembut dedaunan siang ini menjadi lattar keduanya mengobrol ditengah sepinya suasana halaman sekolah.
"Karena aku terkenal suka menggombal, circle pertemanan aku yang bisa dikatakan bad boy?" tambah Ernest menjabarkan semua image yang menurutnya buruk di mata Aisya.
Aisya menggeleng, "aku ngga masalah dengan semua image kamu di mata orang, aku ngga sepicik itu, tapi pernyataan suka kamu itu----sekuat apapun aku menolak kamu...kamu selalu datang dengan membawa perasaan itu lebih banyak, Nest. Aku ngga bisa terima, maaf."
"Berkali-kali aku bilang sama kamu, jika meminta pertemanan maka akan aku berikan...tapi untuk lebih dari teman aku ngga bisa Nest..." jawab Aisya.
Ernest mele nguh jengah, ia tau dan hatam betul dengan jawaban Aisya, tapi baginya itu hanya jawaban klasik seorang perempuan yang menolak mentah-mentah rasa suka seorang pemuda, jawaban paling munafik dan bullshittt!
"I Know! Tapi kenapa, Ai?!! Apa aku ada salah sama kamu? Apa cara aku mengungkapkan rasa suka sama kamu ada yang salah, atau karena aku bukan cowok idaman kamu? Kurang apa aku, Ai? Sebutkan!"
Aisya tidak munafik, sebagai seorang gadis yang sudah akhil baligh dan sedang masa-masanya merasakan perasaan mengagumi pada lawan jenis ia menyukai wajah rupawan Ernest dengan segudang kemampuan dan tingkahnya, tapi ada yang lebih penting dari itu semua....
"Apa karena keyakinan?" tembak Ernest menunjukkan kalung yang ia pakai, membuat Aisya diam seribu bahasa dan hanya menatapnya nanar.
"Kalau kamu udah tau kenapa harus nanya?" tanya Aisya balik, bukannya merengut, Ernest malah tersenyum miring.
"Come on Sya! Cuma ini? Kamu jangan menutup mata....hubungan pacaran dengan perbedaan keyakinan itu sudah lumrah!" ucap Ernest terkesan memaksa.
"Itu mungkin bagi sebagian orang, tapi untuk orang berprinsip dan berpegang teguh itu sesuatu yang serius Nest, it's first point! Dalam list mencari pasangan idaman, lagipula keyakinanku tidak mengajarkan yang namanya pacaran...jadi kalo kamu masih punya niat untuk tidak menyerah, maka menyerahlah sekarang Nest...masih banyak cewek di luar sana yang ngejar kamu, tapi yang jelas bukan aku..."
Jiwanya bergetar hebat, merasa tertampar. Ernest tetap tak bergeser sedikit pun dari hadapan Aisya.
Aisya memilih mengalah dan mengambil jalan lain, namun kembali Ernest melangkahkan kakinya seolah menahan gadis ini untuk tetap bersamanya.
"Ernest!" kali ini ia benar-benar kesal sampai menggembungkan pipi chubbynya, Ernest semakin dibuat kelojotan dengan wajah menggemaskan Aisya.
"Kalo gitu aku mau berteman sama kamu," pintanya tersenyum manis, lalu menatap Aisya serius dan dalam. Alis Aisya terangkat sebelah, meski tak yakin dengan niat Ernest yang kadang melenceng tapi ia tak boleh berburuk sangka pada siapapun, begitu ajaran rasul.
Ernest mengulurkan tangannya pertanda meminta pertemanan pada gadis ini, ia bahkan menggoyang-goyangkan jemari tangannya.
"Ayo temenan...aku yakin kamu ngga akan rugi temenan sama Ernest Pradiawan, Aisya Nurul Huda..."
Gadis ini menatap penuh curiga, namun jemari tangannya sudah memberikan reaksi dibawah sana untuk segera menyambut uluran tangan itu.
Lambat laun namun pasti jemari tangan lentik nan mulus itu menyambut uluran tangan Ernest singkat.
"Ya Tuhan ! Lembut amat!" hatinya sampai bergetar.
"Karena kita udah temenan, gimana kalo aku anterin kamu pulang temen?" tanya Ernest tersenyum lebar setidaknya Aisya menganggapnya ada.
Aisya menggeleng, "biar naik angkot atau ojol aja...aku juga udah pes---" belum Aisya menyelesaikan ucapannya, Ernest memotongnya.
"Ojol bisa dibatalin aja pemesanannya. Kalo udah mau sampe biar aku yang ngomong sama mamang ojolnya, ongkos nanti kuganti!"
Aisya sudah mati langkah, tak bisa lagi mengelak...ditambah waktu sudah menunjukkan waktu hampir ashar.
"Tapi..." Aisya melongokkan kepalanya melirik motor Ernest yang joknya tinggi di bagian belakang, model-model motor yang disukai para cabe-cabean biar bisa nempelin dadha dan keliatan keren.
"Aku bakal jalanin pelan-pelan, ngga usah takut aku bikin drama sinetron sampe kamu nempel-nempel, janji!" ia menautkan kedua jarinya lalu mengecup kalung sal ibnya. Meski ia tak cukup yakin, akhirnya Aisya mau.
Jika Ernest tau akan semudah ini mendekati Aisya dengan berkedok pertemanan, kenapa ia begitu bo doh tak mencoba jalur ini sejak awal untuk mendekati si gadis bidadari.
"Yuk," ajak Ernest.
"Kamu jalan duluan," pinta Aisya.
"Oke..." angguk Ernest, ia tersenyum penuh arti, Aisya sudah bisa ia raih....
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Mama Unna
💗
2024-05-02
1
Happyy
👍🏻👍🏻
2023-11-04
1
El aisya
luccu banget si ernest
2023-07-06
1