KUCARI KAU KE SELURUH DUNIA

~Aisya~

Gadis ini bukan tak tau jika sejak tadi Ernest menatapnya tanpa jengah. Padahal yang dipandang saja sudah salah tingkah sejak berangkat, sampe-sampe Aisya bingung harus melakukan apa, untuk duduk saja berasa kaya orang am beien.

Kadang Ai menatap keluar jendela kaca mobil, dimana pemandangan tol Cipularang memanjakan mata meskipun memandangnya terus menerus bikin mata berasa juling karena pergerakan jalanan.

"Kamu liatin aku mau bilang sesuatu atau mau ambil sesuatu dari tas?" tanya Aisya akhirnya buka suara dengan bertanya, setelah merasa risih dipandangi begitu.

Ernest menggeleng terkekeh, "cuma mau bilang pipi kamu merah tuh," godanya.

Sontak saja Aisya menyentuh dan meraba pipinya sendiri, "ah masa?!" barulah sekarang wajahnya memanas setelah pemuda di sampingnya bilang begitu.

Ernest menggeser tas milik Aisya dari bawah kaki gadis itu, membuat Aisya refleks memundurkan kedua kakinya ke bawah bangku menghadapi sikap impulsif Ernest yang begitu tiba-tiba.

"Kamu mau ngambil apa?"

Ernest mengangkat tas Aisya ke pangkuannya diantara goyangan dan guncangan badan bus. Membuka resleting tas berwarna hijau mint milik Aisya dan memilih mengeluarkan bekal yang tadi ia beli.

"Aku baru inget tadi beli coklat buat kamu, kamu suka coklat kan?" Ernest mengeluarkan satu batang coklat berbungkus ungu yang diangguki Aisya, "suka."

"Aku juga beli teh kemasan, apapun makanannya---minumnya sama teteh-teteh manis," ucap Ernest seolah sedang memperkenalkan sebuah produk. Aisya tertawa renyah disana.

"Kamu suka juga?" Ernest kembali bertanya, Aisya mengangguk, "suka."

"Aku juga tau kamu suka keripik kentang, biar hidup ngga datar---karena kamu manusia bukan penggaris butterfly," lanjutnya, kembali Aisya tertawa kecil.

"Suka kan?"

Aisya mengangguk mantap, "suka."

Ia kemudian mengangkat bungkusan kacang, "kalo ini, kacang yang di panggang bukan di lepeh, suka juga?"

Hahaha, kali ini Aisya tertawa lebih kencang dari sebelumnya, "suka." Gadis itu penasaran dengan makanan apalagi yang akan dikeluarkan Ernest dari sana, ia sampai memanjangkan lehernya melihat isian tas miliknya sendiri, "kamu tadi beli apa aja? Tas aku jadi mirip kantong doraemon begini," tanya gadis itu tanpa sadar memangkas jarak diantara keduanya, sangat-sangat dekat! Mata bulat itu begitu bening memandang Ernest, membuat pemuda ini tersentak kaget bisa melihat Aisya sedekat ini.

Ernest berdehem, "banyak! Aku tau kamu seneng nyemil." Melihat bungkusan permen jelly favoritnya, tangan Aisya terulur mengambilnya, "kamu beli yuppy love? Aku suka banget, Nest."

Ernest menthesah, "ah, perasaan kamu suka semuanya. Kalo aku, kamu suka?" tanya Ernest menyeringai, membuat Aisya terkekeh kecil tanpa menjawab, justru mendorong pipi Ernest agar memalingkan wajahnya ke samping, "apa sih."

Oke kemarin Aisya menolaknya mentah-mentah, lalu hari ini gadis itu tidak menjawab, besok-besok....

"Engga," gelengnya tersenyum usil. Aisya boleh menjawab tidak namun ekspresi gadis ini begitu bertolak belakang.

Ernest berseru frustasi dengan memegang dadhanya sendiri, seolah ia tertembak peluru nyasar, "yahhh, kalo gitu aku lompat aja lah dari bus, udah ditolak berapa kali nih! Harusnya aku udah dapet gelas dari kamu," ujar Ernest.

"Lebay ah!" Ia mendorong pelan kepala Ernest.

Guncangan bus tak serta merta mematikan gurau canda antara Aisya dan Ernest, seakan dunia berputar hanya untuk kedua remaja ini. Beberapa kali Aisya terkikik geli dengan ucapan Ernest, sampai terkadang Nistia dan beberapa teman lain tertarik untuk ikut bergabung menggoda kedua sejoli ini.

"Deuhhhh, bikin ngiri tau ngga?!" Nistia berseru, Gibran bahkan sudah berjalan dengan berpegangan melewati beberapa baris kursi hingga kini menetap di dekat kursi Aisya dan Ernest, tidak lain tidak bukan buat nyomotin cemilan yang tengah mereka makan.

"Mau ihhh, si Ernest sama Ai makan pada ngga bilang-bilang!" Nistia menyembulkan kepalanya dari bangku depan Aisya.

Gadis berjilbab biru ini kemudian menyodorkan sebungkus permen jelly ke arah Nistia, membuat Nistia dengan suka hati merogoh dan mengambil beberapanya.

"Ini tuh kita cuma ke tmii doang? Apa ke tempat lain lagi?" tanya Nistia tak percaya jika seharian ini mereka cuma mau muterin kawasan wisata tmii saja.

"Iyalah. Dikata ke tmii sebentar? Lama lah! Luas tau ngga?!" sahut Ajeng ikut bergabung dengan berdiri dan menahan posisinya dengan memegang sandaran kursi Aisya dari belakang.

"Mau dong, Sya!" tanpa aba-aba ia ikut mengulurkan tangannya ke arah depan.

"Beli! Punya bini gue nih," aku Ernest menepuk tangan Ajeng, membuat Aisya menghadiahinya dengan cubitan keras di bahunya.

"Ernest pelit ih," cebik Ajeng meskipun dirinya sudah mengambil dan mengunyah jelly milik Aisya.

"Ya kali aja kan jalan-jalan ke Ancol gitu," Nistia kembali bersuara, kini ia beralih mengulurkan tangannya ke bungkusan yang dipegang Ernest, bergantian dengan Gibran.

"Mau ngapain lo ke Ancol? Liat buyut?" Gibran memasukkan tangannya ke dalam bungkus kacang dari tangan Ernest terlebih dahulu.

"Saravv ih, buyut gue siapa emangnya, kaya yang kenal aja?" tanya Nistia mencebik.

"Pesut bukan?" tanya Ernest bertos ria dengan Gibran.

"Mana ada pesut di Ancol! Ngaco!"

"Ada lah, di seaworld," pungkas Ernest mematikan kata Nistia yang kini manyun.

"Ini lo semua pada belum nemu jajanan apa gimana? Nimbrung disini semua kaya lalat, husshh! Makanan bini gue abis sama lo semua, ntar!" usir Ernest.

"Ck! Lagian lo Nest, yang dibeliin Ai doang, aturan mah beliin kita semua, sedekah gitu Nest!" omel Gibran layaknya pak ustadz.

"Keenakan di lo," jawab Ernest.

"Iya ih, Ai doang yang dibeliin...ngga apa-apa kan Ai, ya?" tanya Ajeng, Aisya mengangguk.

"Tuh, Aisya'nya aja ngasih kok!" ujar Ajeng terkekeh. Belum habis di ketiga makhluk tak ada akhlak ini, datang pula Ardi, "waduhhh, pada makan ngga calling-calling babang tamvan!" ia menyerobot ingin ikut meski langkahnya tersendat-sendat gara-gara harus menahan keseimbangan, salahkan telinganya yang bu deg karena sejak tadi tak mendengar Ernest cs sedang gelar makanan. Pemuda yang berprestasi di bidang akademik Geografi ini membetulkan letak topinya lalu mengulurkan tangan ke arah bungkusan hijau yang hampir kusut karena sejak tadi dikerubuti yang lain.

"Nih, buat lo!" Ernest menyerahkan bungkus kacang pada Ardi yang kini sudah melebarkan senyuman, "thanks Nest, lo emang terbaik deh!" pujinya.

"Gue mah emang selalu terbaik," jumawa Ernest kini beralih meneguk teh kemasan dari botol. Gibran dan Nistia mengulum bibirnya usil ketika akhirnya kernyitan di dahi Ardi tercipta, "njirrr! Pantes aja dikasiin, kosong!" ia meremas bungkusan itu.

"Hahahaha, lo datangnya telat! Kaya tamu bulanan!" sarkas Gibran. Aisya, Nistia, dan Ajeng tertawa melihat Ardi, pemuda itu merengek manja pada Ernest persis anak minta jajan sama bapaknya seraya membuang bungkus kosong secara sembarang, "aa Ernest mah jahat ah!"

Suara berisik mereka lantas jadi perhatian pak Wage dan bu Indah, bu Indah yang melihat Ardi membuang bungkusan kosong sembarangan jelas geram, "Ardi! Masa kamu buang sampah dimana aja, pungut!" perintahnya.

"Bukan saya bu, nih bu! Anak-anak minus akhlak nih bu!" tunjuk Ardi pada teman-teman yang barusan berkumpul, "ah elah, lo semua yang makan, gue yang kena getahnya!" omelnya.

"Kan yang penting kebagian, Di..." jawab Ernest.

"Boong bu, si sarden tuh yang buang sampah sembarangan!" sahut Gibran menunjuk Ardi.

"Ck, awas lo! Gue sumpahin, ganteng 7 turunan!" desis Ardi.

"Aamiin!" seru Ernest dan Gibran. Aisya kembali mencubit bahu Ernest, "kamu ih, kasian Ardi,"

"Ngga apa-apa, udah biasa," entengnya.

"Awas lo Nest, gue mewek guling-guling di tanah nih!" rengeknya seraya memasukkan ke dalam kantong kresek yang ada di bangku Aisya.

Ernest terkekeh, ia lantas mengambil bungkusan kacang lain dan memberikannya pada Ardi, "nih, gue mah baik!"

"Thank you, Nest! Perlu gue cipox ngga nih?!" Ardi sudah memajukan wajahnya ingin mencium Ernest.

"Najis! Sono," usir Ernest. Tatapan Aisya kini beralih keluar jendela bus, saat supir memelankan laju mobil bersama pak Wage yang kini mengatakan bahwa mereka sudah sampai, sontak riuh sedang terjadi di dalam bus, mengagumi gerbang kebangaan wisata edukasi milik negara.

Gerbang megah Kala Makara menyambut mereka di pintu masuk.

"Kamu jangan pergi jauh dari aku," ucap Ernest

Aisya berdecih, "aku udah gede Ernest, ngga perlu didampingin kaya anak tk!"

"Di dalem tuh luas, nanti kamu hilang..."

Aisya melengkungkan senyumannya persis seperti gerbang di depan, "Ah, mau hilang aja ah!" ujar Aisya.

"Ya terserah sih, paling-paling nanti bumi dan seisinya aku obrak-abrik buat cari kamu!" balas Ernest.

"Kalo aku hilangnya dari bumi?" tanya Aisya.

"Aku bakalan sewa roket buat cari kamu di seluruh gugusan bima sakti," balas Ernest.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Lia Bagus

Lia Bagus

eaa eaa

2024-08-25

0

Lia Bagus

Lia Bagus

astaga Ernest bisaa aja gitu

2024-08-25

0

Mama Unna

Mama Unna

gomballll trussss... lama² Ai kena diabetes🤭😂

2024-05-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!