BIAR MENGALIR SESUAI APA YANG TUHAN MAU

Rasa membuncah dan sedih itu berada dalam satu garis waktu, bak menghempaskan tubuh Aisya begitu saja, bukan rasa kantuk yang kini menyerang Aisya, melainkan rasa semakin bersalahnya, ia memang sedang menghindar sebisa mungkin, tapi berapa kalipun ia mencoba jika memang sang pemilik hari sudah berkehendak ia bisa apa?

"Hanya Yang Kuasa yang maha membolak-balikkan hati manusia."

Aisya mengernyit begitu dalam meski matanya terlindungi jilbab, sorot matahari pagi ini cukup bikin mata silau, cocok sih buat berjemur bagi penderita paru-paru basah, sekalian jemur hati jomblo yang kedinginan tanpa pelukan kekasih.

Ia berdiri membentuk barisan pasukan biru bersama teman sekelas, bukan untuk paskibraka apalagi ngantri sembako di kecamatan. Pelajaran olahraga kali ini adalah senam di lapang bersama si ganteng kalem rambut klimis mister A to the Sep, Asep.

Adrian mendorong speaker berikut pemutar musik bersama Dean dari arah ruang sarana menuju lapangan, mereka cukup berhati-hati saat melintasi jalan yang cukup kasar takut jika peralatan sekolah ini rusak karenanya, yang ada disuruh ganti nantinya.

"Ngenggg----" bak mendorong mobil-mobilan, keduanya bermain-main ke arah pak Asep dan kawan-kawan lain di lapang, membuat yang lain tertawa kecil dengan aksi keduanya.

"Tuh, masa kecil kurang bahagia!" imbuh pak Asep dikekehi anak didiknya, rekan sekelas Aisya.

"Emang masa kecil bapak lebih bahagia?" tanya Gista.

"Bahagia atuh, da masa kecil bapak mah dipenuhi dengan *bagja*...."

"Nama bapak Asep Subagja, idolanya Ricky Subagja, eh dapet istri Rini Sumringah!" jawab si guru, coach para finalis *bobodoran* tingkat kota Bandung ini.

"Loh, bukannya istri bapak namanya Rini Sutinah ya?" tanya Ayu. Retno dan Aisya menyemburkan tawanya, berikut teman lain, "si bapak, nama istri diplesetin!"

"Ah, si Ayu mah...pake buka kartu," tukas pak Asep.

Aisya tersenyum, selama bersekolah disini ia tak pernah mengenal rasa duka, selalu mendapatkan teman, guru yang begitu menyenangkan. Nikmat mana lagi yang ia dustakan. Tak seperti di kebanyakan cerita novel yang sering ia baca, dimana rekan akan menjauhi si pemeran utama dan jadi penjilat pihak-pihak siswa yang berduit juga famous, begitupun guru yang angkuh dapat disogok dengan materi, jauh-jauh deh tuh! Dari hidupnya. Disini semua membaur, meski seperti Komang Ayu yang notabenenya non muslim, ia tetap diperlakukan sama.

"Pak, ini dimana? Colokinnya kemana?" tanya Dean.

"Colokin ke idung kamu! Ya, ke terminal atuh! Tuh lewat ruangan lab," tunjuk pak Asep menunjuk ruangan tertutup yang berada di samping lapangan.

Kabel terminal putar dipanjangkan lalu keduanya masuk dipandu pak Asep, Aisya hanya memperhatikan sekilas seraya tetap menghalau sinar matahari dengan memunggungi arah timur, hingga otomatis ia bersebrangan dengan MIPA 2, kelas dimana Ernest belajar. Dari arah luar dan celah-celah jendela yanh terlihat, sepertinya kelas itu masih belum ada guru, karena menunjukkan keramaian dan keributan di kelas itu.

Saat Aisya masih memperhatikan meski tak terlalu seksama, tiba-tiba saja pintunya terbuka dari dalam dan beberapa siswanya keluar dengan santai kaya di pantai.

Seseorang diantaranya adalah pemuda yang semalam menggombalinya dengan mengirimkan kidung selamat malam untuk Aisya, seketika Aisya menundukkan wajahnya demi mengalihkan pandangan dari sana. Jangan sampai Ernest tau jika ia disana, jika ingin hari ini tentram sentosa.

Tak tanggung-tanggung, Aisya bahkan sudah membalik kanankan badannya dengan sekali sentakan, tapi terlambat...mata Ernest begitu jeli dan sigap, seolah radar cintanya begitu kuat menangkap sinyal SOS dari Aisya.

"Nest, susul aja bu Upie'nya. Ini mah makin ribut kalo dibiarin, udah jam masuk juga..."

Perhatian Ernest bukan pada temannya yang sedang berbicara tapi pada si gadis kerudung putih di lapang sana, si gadis pengalih dunianya saat ini.

"Lo susul lah, gue ada urusan darurat!" jawabnya senyam senyum anjay. Coki mencebik, kalo dewi amore sudah bertindak yang lain mah dianggap topeng mon yet. Diliat tapi ngga digubris.

"Darurat hati?" tembak Coki.

"Ck, betul kisanat!" jawab Ernest, ia segera berlari ke arah lapang bergabung dengan siswa kelas MIPA 1 meski ia yang paling berbeda diantara mereka.

"Sok siap! Rentangkan tangan! Rapikan barisan!" pak Asep mulai menyalakan musik dan berdiri di depan.

Aisya dan teman-temannya fokus ke arah pak Asep.

"Asik digoyang pak!" teriak Dean, Adrian dan yang lain berseru, membuat suasana seketika gaduh ketika pak Asep memulai tarian, meski tak sehebat dan segeboy instruktur zumba.

Aisya berada di barisan paling pinggir aga belakang. Disaat ia sedang bergerak mengikuti gerakan pak Asep, tubuhnya disenggol manis seseorang layaknya senggol-senggol di gedung DPR.

Ia tak bisa untuk tak menoleh, "ck!" Alisnya terangkat menjumpai sesosok pemuda ganteng yang tersenyum lebar kaya lagi poto close up.

"Ernest," Aisya melotot panik, "kamu ngapain disini?!" tanya nya dengan tubuh yang masih bergerak bebas mengikuti irama musik dan instruksi pak Asep, sesekali Aisya menoleh bergantian ke depan.

"Nemenin bidadari senam," jawabnya berbisik lebah. Percayalah cengiran Ernest membuat Aisya merona dan refleks menepuk pundaknya, lihat saja gerakan bebas ala Ernest yang jauh dari gerakan mereka semua apalagi pak Asep. Ia malah bergerak berdansa bak dancer profesional, bahkan berjoget menggelikan persis anak tk.

Aisya tertawa tergelak melihat betapa absurdnya Ernest, suara gelak tawa Aisya sontak menjadi sorotan semua mata yang ada di lapang, semua pasang mata menangkap pemuda yang tengah senam seenak jidat sepaket seragam berbeda, Aisya membekap mulutnya.

"Cieee!"

"Uhuyy Aisya, Ernest!"

"Nest," sapa teman lelaki yang memang mengenal Ernest.

"Eh! Eh! Eh! Apa ini, siapa kamu, kamu kelas MIPA 1 bukan?! Mana baju seragam kamu?" tanya pak Asep berteriak dari depan, langkahnya menghampiri Ernest yang kalem saja tanpa ada rasa takut.

"Cie Ai--- witwiw!" senggol Retno dan Ayu menggoda, Aisya diam menciut di tempatnya.

"Eh, kamu mah bukan murid MIPA 1, kamu mah si----Ujang kan?!" telunjuk pak Asep menunjuk bergoyang ke arah Ernest menebak-nebak, ia sampai lupa-lupa ingat padahal Ernest adalah putra seseorang yang memiliki pengaruh di sekolah ini, Ernest juga adalah siswa berprestasi baik itu bidang akademik maupun non.

"Bwahahaha!"

"Si bapak mah gimana sih, ini Ernest pak!" seru teman lainnya, Aisya mengulum bibirnya kuat-kuat.

"Ah, si bapak. Gimana sih pak, nama Ernest jadi Ujang!" cebik Ernest tak terima.

"Iya Ujang, Ujang Ernest Pradiawan?!" ralatnya.

"Ngga pake ujang, bapak!" sanggah Retno ditertawai Gista. Baru saja ia diomeli pak Asep, sesosok tangan dengan arloji gold dan cincin emas menjewer telinga Ernest, "pantesan murid MIPA 2 kurang satu, nyangkut disini ternyata!"

Aisya semakin meringis melihat Ernest dijewer bu Upie.

"Aduh bu, jangan dijewer gini atuh!"

Tawa menggema kembali di lapang dan di kelas Ernest, yang menjadi kompor mleduk, "jewer aja bu! Sampe kupingnya copot!" teriak mereka yang ada di kelas.

"Olahraga pagi bu, biar badan sehat!" alibinya.

"Olahraga--olahraga gigi kamu, masuk! ! Bukannya siapin diri buat ikut OSN malah berulah!"

Ernest melirikkan pandangan pada Aisya, "nanti kutelfon!" gerakan bibirnya begitu jelas dilengkapi dengan gerakan tangan yang membentuk gagang telfon.

"Aihhhh, ternyata ada yang suka telfon-telfonan dong," bisik Ayu pada Retno membuat orang yang disindir mencebik, "apa sih engga!" ketusnya dengan pipi menggelembung dan wajah memerah karena malu. Pandangan Aisya masih ke arah kelas Ernest dimana seketika kelas yang sedang dipegang bu Upie itu mendadak riuh dan lapangan kembali sepi dari tawa.

"Kita lanjutkan!" titah pak Asep.

"Bu, bisa pinjem Aisya sebentar?!" seorang guru menyembulkan kepalanya di gawang pintu kelas.

"Oh iya silahkan. Aisya,"

Anggukan manis dan dalam menjadi jawaban dan ijin dari Aisya, ia mengekori bu Indah.

"Ada apa bu?" tanya Aisya membuka suara pasalnya jarang-jarang ia dipanggil begini, apalagi bu Indah adalah tutor para kandidat tim OSN.

Bu Indah mengulas senyuman, "engga, cuma mau dikasih surat buat ditanda tangani orangtua. Pihak sekolah dan donatur sekolah memutuskan memfasilitasi anak-anak yang mau ikut seleksi OSN buat berkunjung ke pusat IPTEK di Jakarta, katanya biar nanti lebih full amunisi ilmunya, tenang aja gratis. Kan bawa nama sekolah," jawab bu Indah.

Aisya mengangguk dan merekahkan senyuman, setidaknya tour membuat hati siapapun senang, apalagi ada kata GRATIS di dalamnya.

.

.

.

.

Note :

* bagja : bahagia (bahasa sunda)

*bobodoran : Lawak / stand up comedy.

Terpopuler

Comments

Ummi Nza

Ummi Nza

colokin ke idung mh malah koslet sm ingus dong pak

2023-06-28

1

Ummi Nza

Ummi Nza

cocok lah pak nama nya sama2 bungah 🤣🤣🤣

2023-06-28

1

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

🤣🤣🤣🤣Hadeehh Ernest mah 😜😜

2023-05-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!