Kembali, Aisya menolak Ernest untuk kedua kalinya. Pemuda itu keluar dari MIPA 1, tidak dengan lesu, lemas atau dengan hati yang dipenuhi dengan setan bersemayam yang senantiasa menghasutnya untuk sekedar mabuk apalagi bungee jumping ke neraka, TIDAK! Ia bukan pemuda selemah syah wattt aki-aki rempo. 1, 2 kali Aisya menolaknya maka masih ada kesempatan di lain hari lagi sampai Aisya menerima rasa sukanya, pemaksa? Memang! Ernest dilahirkan dari da rah keluarga petarung, tangguh! Pebisnis ulung tanah sebrang. Anggap saja ditolak itu kesuksesan yang tertunda!
"Cieee, Bli Ernest tak akan nyerah Ai...ngga akan pernah, kita tau sama tau dia itu seperti apa orangnya," imbuh Komang Ayu, teman satu kelas Aisya sekaligus satu permainan.
"Nah, bener tuh Ayu!" angguk Retno setuju, "eh, tapi kenapa disebut bli, emangnya kamu kelahiran berapa? Kita kan seangkatan sama Ernest?" tanya Retno.
"Kalo ngga salah Gus itu setahun lebih tua dibanding tiang...tiang taun ini 16 tahun, kau pun 17 kan Ret?" Ayu balik bertanya.
"Beda setaun lah!" cebik Retno.
"Tetap saja gek lebih tua dari tiang,"
"Enggak!" kekeh Retno.
Aisya tak menghiraukan perdebatan kedua temannya yang mempermasalahkan siapa yang lebih tua, karena yang jelas tak akan lebih tua dari eninnya di rumah. Eninnya adalah saksi hidup sejarah kelam pemberontakan sekelompok partai palu dan arriit, harusnya sih eninnya itu dimasukkin museum lubang buaya juga.
"Aduhh, udah deh ya! Adek sama kaka ngga usah pada berantem masalah tua, yang jelas monumen Tegalega lebih tua ketimbang kamu berdua," lerai Aisya.
"Iya mama," tawa Ayu dan Retno, sontak saja bibir si manis ini tersungging nyinyir.
"Mama...mama mia, mama suka?!" sengak Aisya.
"Mama Dedeh...eh mama Aisya deh! Curhat dong mama," cibir Retno.
Aisya meloloskan nafas beratnya, inginnya ia meminta Ayu dan Retno untuk berbalik arah, kalau bisa memilih ia akan mengambil jalan berputar menuju kantin ketimbang harus melintasi jalan sekarang karena sudah jelas pemuda itu ada disana bersama gerombolan meerkatnya. Tapi itu tak mungkin, toh jarak mereka hanya tinggal 5 langkah saja, jangan sampai pemuda itu kepedean menganggap Aisya malu dengannya, tidak! Hidungnya bisa kembang kempis kaya dompet akhir bulan karena kepedean.
"Suut! Suut! Nest...Aisya," Coki menyenggol lengan Ernest kelewat berlebihan, mendadak semua yang ada disana bernama Ernest karena disadari atau tidak bukan hanya Ernest yang menengok melainkan ke 7 teman lainnya. Ini mah judulnya Ernest and 7 dwarf karena senantiasa ikut Ernest kemanapun kaya kurcacinya snow white, sampe nengok aja barengan.
"Ekhem!" Ernest langsung beranjak bangkit dari duduknya, meregangkan otot-otot yang terasa kaku karena kelamaan duduk dempet-dempetan.
"Sikat Nest!"
"Sekalian pake sabun colek biar bersih," ujar Duta yang langsung dihadiahi toyoran dari lainnya, "maksudnya sikat tempelin sampe kelas, kawal sampe halal!" teriak Coki di depan wajah Duta. Rupanya pemuda ini mengartikan sikat secara harfiah.
"Sutt, Ai..." cubit Retno di lengan Aisya membuat Aisya menepis tangan Retno perlahan, "tau."
"Aiiii---mau jajan ya?" tanya nya dengan nada manja-manja pengen nyambit pake clu rit.
"Iya. Kalo gitu kamu minggir. Kamu ngalangin jalan aku," wajahnya judes, galak! Mirip kak Ros.
"Ah masa?! Aku temenin ya, mau kutemenin sampe ke kantin atau sampe pelaminan? Aku traktir ya..." kekehnya membuat riuh ramai itu tercipta macam lagi nyorakin ayam jago aduan. Retno bahkan sudah menggigit ujung seragam Ayu saking gemasnya dengan Ernest, udah ganteng, pinter gombal aduhhh hati neng udah melambai ke kamera, a! Ngga kuat meleleh...
"Ck, apa sih!" Ayu yang sadar menjauhkan lengannya dari Retno.
"Gemes aku!"
Tapi rupanya keriuhan dan kegemasan teman-temannya tak membuat Aisya lantas tersentuh, wajahnya tetap saja judes, "minggir..." desis si cantik di balik kerudung putih ini.
"Ai...please! Sekali aja ini," mohonnya dengan mata sejelek kodok, berair persis genangan di depan sekolah. Bisa-bisanya pemuda macam Ernest berlaku bak pengemis di depan Aisya, apa sebegitunya ia menyukai? Ataukah hanya sekedar penasaran karena Aisya definisi gadis tak terjamah oleh siapapun termasuk petualang sepertinya.
Aisya berpikir, ada baiknya ia menerima tawaran Ernest kali ini...bukan karena ia luluh atau tak punya uang untuk jajan, namun ia berpikir jika permintaan ini ia penuhi maka Ernest tak akan mengganggunya lagi.
"Tapi setelah ini kamu jangan pernah ganggu aku lagi, deal?"
Ernest menyeringai, "deal..."
Sontak sorak sorai terjadi di belakang sana saat Ernest memberikan kode jempolnya ke arah teman-temannya itu, bahkan Coki dan Duta sudah menari-nari mirip suporter bola dan biduan dangdut.
"Nest, kita dijajanin ngga?" tanya Retno dengan tanpa malu, membuat Aisya membeliak sebesar biji salak dan mencubit Retno.
"Boleh! Buat temen-temennya Aisya silahkan..." jawabnya semanis madu.
Niat awal hanya membeli snack ekstrudat dan minuman isotonik saja ujungnya jadi memborong hampir semua jajanan yang di kantin, lama-lama pegawai kantin sekolah bisa kaya kalo yang jajan tiap hari kaya Ernest.
Aisya sampai menganga dibuatnya, sementara teman-teman sekelasnya pesta ciki dan permen sampe teler. Ernest yang terbaekkk!
Setelah mengantarkan Aisya ke kelasnya Ernest kembali ke kelas, meskipun gadis itu mepet-mepet pada Komang Ayu dan Retno saat berjalan, Ernest hargai itu menurut orang muslim itu namanya bukan mahrom atau apalah itu ia tak mengerti yang jelas lelaki dan perempuan yang tidak terikat pernikahan atau muhrimnya dilarang bersentuhan, atau mungkin ia memiliki wajah-wajah penjahat? Makanya Aisya tak mau dekat-dekat.
Sepulang nanti ia akan bertemu kembali dengan si cantik galak itu di club sains dan tim OSN. Cukup terkejut, memang Tuhan seperti sedang mengakurkan keduanya apakah mereka sengaja dipertemukan? Ernest kini cekikikan sendiri di kelas mirip orang sableng jika mengingat itu dan wajah gadis berkerudung putih.
"Nest, tangkap!" teriak Coki tanpa aba-aba melempar bola basket. Untung saja ia memiliki refleks bagus, hingga bola berat itu ditangkapnya tepat sebelum mengenai hidung bangirnya.
"Main satu babak lah, biar keringetan!" ajaknya bersama teman-teman lain.
Ernest tersenyum, "oke! Kita gegerkan sekolah dengan kehisterisan ciwi-ciwi!" ia kembali beranjak seraya membuka terlebih dahulu seragam putihnya.
Ia kesana kemari dengan lincahnya membuat rambutnya bergerak, kalungnya ikut keluar dari kaos memberikan kesan jika ia seseorang yang patuh akan keyakinan dan Tuhannya.
"Ernestnya gue," senyum Caroline di pinggir lapangan, gadis dengan porsi cantik yang berbeda ini selalu menjadi pengagum setia Ernest, bahkan sejak kecil sejak mereka sering bersama-sama pergi ke gereja dengan keluarga masing-masing.
"Lo ngga takut saingan sama Aisya anak MIPA 1, Lin?" tanya Celia. Caroline tersenyum geli menatap Celia, "please deh Cel...mereka ngga akan pernah bisa barengan, Aisya dan Ernest berbeda. Lagian om sama tante juga ngga akan kasih restu, jarak mereka itu jauh! Mereka bak kutub, ngga akan pernah bisa nyatu...anggap aja Ernest lagi main-main sekarang, nyari penghiburan karena bosen," jawab Caroline.
"Ayo Nest semangat!" teriak Caroline seraya melompat-lompat kegirangan menyemangati Ernest.
.
.
.
.
Noted :
\* Bli : panggilan laki-laki, biasanya untuk orang yang lebih tua.
\*Tiang : saya
\*Gus : panggilan remaja laki-laki
\*Gek : (Gek, geg, jegeg) artinya cantik, bisa untuk panggilan remaja perempuan Bali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Lia Bagus
astaga 🤣🤣
2024-08-24
0
Efrida
cinta beda agama.....aku prnh merasakan dl pas sekolah masa muda, tp akhirnya cinta 3 thn kandas 😅😅
2023-09-02
0
⋆.˚mytha🦋
ernest kaya aa rama 😄
2023-07-06
1