Mimpi Yang Terkubur

*Mimpi Yang Terkubur*

Datangnya dua orang asing itu dengan tawaran yaitu akan membantuh Disma dalam mengembangkan diri untuk menjadi seorang pesepakbola handal di akademi sepakbola tentunya merupakan sebuah karunia bagi Disma. Kerena hal itu membuka kesempatan bagi Disma untuk meraih mimpinya serta mewujudkan cita-cita yang selama ini ia impi-impikan. Namun, walaupun peluang sudah ada didepan mata. Tetapi tetap saja demikian, ibu Siti yang dari awal sudah menunjukkan ketidaksukaan nya ketika sang anak menggeluti di dunia sepakbola itupun lagi dan lagi mematahkan harapan harapan Disma itu. Ia secara tegas menolak mentah-mentah tawaran tersebut, dan tidak meng-izinkan sang anak untuk pergi meninggalkan kampung halaman untuk pergi ke akademi sepakbola dalam mengembangkan diri sebagai pesepakbola.

“Jika itu maksud tujuan bapak kesini… saya mohon maaf yang sebesar-besarnya pak, saya tidak dapat meng-izinkan anak saya untuk pergi.!” Ujar ibu Siti dengan tegas kepada kedua orang itu ketika mendengar pernyataan dari kedua orang itu dengan maksud ingin membawa Disma ke akademi sepakbola.

Tentunya mendengar penolakan ibu Siti itupun membuat pak Erwin kaget dan tak menyangka ibu Siti mengatakan hal yang demikian dan dengan spontan menolak penawaran tersebut. Pedahal ia tahu jika Disma itu sangatlah menginginkan dirinya untuk menjadi seorang pesepakbola professional.

“Tapi bu… ini kan peluang bagi anak ibu untuk menjadi bintang sepakbola.” Ujar pak Erwin seketika mendengar penolakan ibu Siti barusan.

“Iya benar bu… ini kesempatan bagi anak ibu untuk mewujudkan impiannya, dan ibu harusnya mendukung hal itu.” Sahut Desi asisten pak Darwin karena tak menyangka jika ibu Siti menolak mentah-mentah penawaran mereka itu.

“Saya tidak mempermasalahkan jika tawaran yang kalian berikan itu bukanlah tentang sepakbola. Tapi… yang saya permasalahkan itu adalah tawaran kalian ini menyangkut sepakbola dan saya menolak dan tidak memperbolehkan anak saya terlibat dalam sepakbola lagi.” Ujar ibu Siti dengan tegas dan sepertinya sudah tidak bisa dinegosiasikan lagi.

“Kenapa sih bu… ibu selalu ajah ngelarang Disma bermain bola, emangnya apa masalahnya bu… apa masalah ibu dengan sepakbola. Kenapa bu.? Kenapa.!?” Ujar Disma spontan dan terlihat marah karena sang ibu menentangnya untuk terlibat dalam sepakbola.

“Ibu bilang enggak ya enggak...!” Ucap ibu Siti lagi secara tegas lalu melanjutkan:

“Udah deh… kalau maksud tujuan kalian hanya untuk itu… lebih baik kalian pulang saja.!” Lanjutnya seolah-olah mengusir pak Erwin dan kedua orang itu.

Jika selama ini Disma yang selalu percaya jika tolak ukur kesuksesan itu berakar pada dua kata, kesabaran dan harapan. Namun tidak untuk saat ini, yang dimana saat ini ia benar-benar larut dalam kekecawaan yang mendalam. Jika selama ini harapan adalah makanan yang baik dipagi hari. Maka tidak bagi Disma. Karena Kekecewaan, keputusasaan, kesedihan. Semua tercampur menjadi satu sehingga menghasilkan kepedihan yang mendalam bagi Disma.

Kembali lagi, pak Erwin dan kedua orang itupun tak dapat berbuat apa-apa lagi dan tak tahu harus berkata apalagi agar ibu Siti dapat meng-izinkan Disma untuk pergi ke akademi sepakbola itu. Sehingga dengan terpaksa harus menerima keputusan dari ibu Siti itu, dan pada saat pak Erwin dan kedua orang itu hendak pergi meninggalkan rumah ibu Siti. Tiba-tiba orang itupun mendekati Disma lalu menyodorkan sebuah kartu pengenalnya kepada Disma dan berkata:

“Saya tahu apa yang kamu rasakan saat ini Disma… dan semua itu tergantung kamu.” Ujarnya berkata kepada Disma.

“Sekarang keputusan ada ditangan kamu dan tinggal kamu tentukan saja, apakah kamu tetap memilih berada disini untuk tetap terlelap dalam tidurmu yang dihiasi oleh mimpi-mimpi mu itu.? Atau, kamu memilih untuk bangun dari tidurmu dan pergi ke akademi kami demi mewujudkan mimpi-mimpi mu itu.!” Lanjutnya setelah memberikan kartu tanda pengenal itu kepada Disma.

Tentunya tindakan tersulit dalam hidup adalah memilih sebuah keputusan. Karena ketika seseorang telah memilih suatu keputusan maka keputusan yang telah dipilih itulah yang akan menentukan arah hidupnya. Namun, ketika seseorang mampu menjalani hidup dengan bertindak berdasarkan intuisi terdalam, maka tidak ada yang perlu ditakuti atau beresiko lagi ketika mengambil suatu keputusan.

“Saya tunggu kamu di akademi sepakbola” Ujar orang itu lagi dan setelah itu ia pun pergi meninggalkan rumah ibu Siti bersama pak Erwin dan Asistennya itu.

Setelah kepergian orang itu dengan meninggalkan sebuah kartu tanda pengenal kepada Disma. Disma pun terlihat marah kepada sang ibu. Hal itu ia tunjukkan ketika memasuki kamar lalu menutup pintu kamar dengan cara menghempaskannya.

Malam itu seperti terulang lagi pada saat waktu dimana Disma sedang marah dengan sang ibu. Dan ibu Siti yang terus mencoba untuk membujuk anaknya itupun mengetok pintu agar Disma mau keluar dari kamarnya, namun Disma yang terlanjur kecewa itupun tidak menghiraukan bujukan ibunya dan ia tetap saja mengurung diri didalam kamar, karena anaknya yang tetap saja mengurung diri itupun membuat sang kakak yaitu Darma yang sepertinya harus turun tangan untuk membujuk adiknya itu.

“Disma buka pintunya dek.” Ujar Darma dari balik pintu menyuruh Disma untuk membuka kan pintu untuknya.

“Disma… ini abang, buka pintu nya dong Disma.” Lanjutnya.

Dan setelah beberapa kali mencoba membujuk Disma agar mau membuka kan pintu untuknya. Tiba-tiba pintu kamar pun terbuka.

“Krekkk” Suara pintu yang terbuka

“Ada apa bang.” Ujar Disma ketika sudah membuka kan pintu untuk abangnya itu.

“Hey… adek jagoan abang kok wajahnya murung gitu sih.?” Lanjut Darma.

Disma yang tidak ingin bertemu dengan ibunya itupun tidak ingin meninggalkan kamar. Sehingga dengan terpaksa sang kakak pun harus ikut menguncikan diri dikamar itu bersama adiknya.

“Kamu kenapa lagi sih dek.? Marah lagi sama ibu ya.?” Tanya Darma.

Dan Disma pun hanya berdiam diri tanpa menjawab pertanyaan sang kakak itu, sepertinya hatinya begitu terpukul dan tak dapat berkata apa-apalagi karena keputusan sang ibu tadi. Dan tiba-tiba, iapun menangis dihadapan sang kakak karena kepedihan yang ia rasakan itupun membuatya tidak bisa menahan air matanya untuk keluar.

“Hey… hey. Kamu kenapa dek.? Kok nangis.?” Ujar Darma ketika melihat Disma yang tiba-tiba menangis.

“Coba deh kamu cerita ke abang, kamu kenapa.?” Lanjut Darma sembari mencoba untuk menenangkan adiknya itu.

“Ibu bang… ibu.” Ucap Disma yang terbatah-batah karena tangis nya itu.

“Iya ibu kenapa dek.?” Tanya Darma lagi.

“Ibu jahat bang… ibu benar-benar jahat dan gak ada perasaan sama sekali, dia benar-benar jahat ke Disma.” Ujar Disma dengan rintihannya.

“Ibu selalu ajah ngelarang Disma… pedahalkan ini itu kesempatan Disma bang… kesempatan untuk membktikan mimpi Disma. Tapi karena ibu… semuanya jadi kacau dan Disma harus kubur mimpi itu dalam-dalam.” Lanjutnya yang masih terus meneteskan air mata.

*BERSAMBUNG*

Episodes
1 Awal Kisah Dimulai
2 Ke-Tokoh Pak Taslin
3 Pak Radit Si-Pemilik Rumah
4 Penolakan Ibu Siti
5 Kakak Jagoan Disma
6 Perbincangan Hangat Darma dan Pak Erwin
7 Kemarahan Ikbal
8 Demi Bola Real Berbohong
9 Ke-Curigaan Ibu Siti
10 Permintaan Maaf Dari Ikbal
11 Sang Kapten
12 Tendangan Bebas Disma
13 Perjuangan Disma DKK
14 Perasaan Resah dan Gelisah
15 Cedera Yang Dialami Disma
16 Kegagalan Bukan Akhir Segalanya
17 Omelan Maut Sang Ibu
18 Kondisi Disma Yang Semakin Membaik
19 Dua Tamu Asing Tak Dikenal
20 Mimpi Yang Terkubur
21 Kebingungan Disma
22 Alasan Ibu Siti Melarang Disma Bermain Bola
23 Kepergian Disma
24 Menginjakkan Kaki di Ibukota
25 Disma dan Dita
26 Dita si Baik Hati
27 Menemui 4 Orang Menyeramkan
28 Disma vs Dita
29 Sesampainya di Akademi
30 Harapan Yang Musnah
31 Dita Sang Motivator
32 Menandatangani Kontrak
33 Debut Pertama Disma
34 Keirihan Tara Pada Disma
35 Disma Jadi Sorotan
36 Disma Harapan Tim
37 Mencurigai Tara
38 Tendangan Menakjubkan Oleh Tara
39 Hijrah Ke Tim Senior
40 Kepergian Lerry
41 Memasuki Tahap Seleksi
42 Akhir Musim Membuat Tegang
43 Eksekutor Penendang Bebas
44 Pengumuman Kelulusan Seleksi
45 Mengawali Latihan di Timnas
46 Tidak Untuk Di-Sombongkan
47 Mendisiplinkan Para Pemain
48 Tidak Nyaman
49 Kapten Ke-Sebelasan Timnas
50 Akhir Kisah, Sang Peraih Mimpi
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Awal Kisah Dimulai
2
Ke-Tokoh Pak Taslin
3
Pak Radit Si-Pemilik Rumah
4
Penolakan Ibu Siti
5
Kakak Jagoan Disma
6
Perbincangan Hangat Darma dan Pak Erwin
7
Kemarahan Ikbal
8
Demi Bola Real Berbohong
9
Ke-Curigaan Ibu Siti
10
Permintaan Maaf Dari Ikbal
11
Sang Kapten
12
Tendangan Bebas Disma
13
Perjuangan Disma DKK
14
Perasaan Resah dan Gelisah
15
Cedera Yang Dialami Disma
16
Kegagalan Bukan Akhir Segalanya
17
Omelan Maut Sang Ibu
18
Kondisi Disma Yang Semakin Membaik
19
Dua Tamu Asing Tak Dikenal
20
Mimpi Yang Terkubur
21
Kebingungan Disma
22
Alasan Ibu Siti Melarang Disma Bermain Bola
23
Kepergian Disma
24
Menginjakkan Kaki di Ibukota
25
Disma dan Dita
26
Dita si Baik Hati
27
Menemui 4 Orang Menyeramkan
28
Disma vs Dita
29
Sesampainya di Akademi
30
Harapan Yang Musnah
31
Dita Sang Motivator
32
Menandatangani Kontrak
33
Debut Pertama Disma
34
Keirihan Tara Pada Disma
35
Disma Jadi Sorotan
36
Disma Harapan Tim
37
Mencurigai Tara
38
Tendangan Menakjubkan Oleh Tara
39
Hijrah Ke Tim Senior
40
Kepergian Lerry
41
Memasuki Tahap Seleksi
42
Akhir Musim Membuat Tegang
43
Eksekutor Penendang Bebas
44
Pengumuman Kelulusan Seleksi
45
Mengawali Latihan di Timnas
46
Tidak Untuk Di-Sombongkan
47
Mendisiplinkan Para Pemain
48
Tidak Nyaman
49
Kapten Ke-Sebelasan Timnas
50
Akhir Kisah, Sang Peraih Mimpi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!