Ke-Curigaan Ibu Siti

*Ke-Curigaan Ibu Siti*

Disma dan sang kakak yang sudah sampai ditempat latihan itupun melihat sang sudah berada dipinggir lapangan. Dan sesegera mungkin, Disma pun menghampiri pak Erwin.

“Assalamualaikum pak…” Ucap Disma dengan salam sembari memberi salim kepada sang guru.

“Walaikumsalam Disma.” Jawab pak Erwin menyambut salam dari Disma.

“Ehh ada Darma juga.” Lanjut pak Erwin yang melihat Darma juga ikut mengantar Disma ke-tempat itu.

“Hehe iya pak.” Jawab Darma yang juga menyusul dengan menyalimi pak Erwin.

“Maaf pak… kita agak telat ini. Soalnya, tadi ada sedikit kendala.” Lanjut Darma.

“Gak apa-apa Darma.” Ucap pak Erwin memaklumi.

“Disma… sini.!” Teriak teman Disma di dalam lapangan memanggilnya.

“Ya udah Disma… kamu masuk gih ke lapangan, itu teman kamu udah pada nungguin.” Ucap pak Erwin menyuruh Disma masuk ke lapangan.

Disma pun dengan cepat berlari ke dalam lapangan untuk menghampiri teman-temannya. Dan tentunya, sudah siap untuk melanjutkan sesi latihan hari ini.

*Beberapa Hari Kemudian*

Hari pun terus berlalu. Dan kini, waktu turnamen sudah semakin dekat. Dan tentunya, dengan waktu yang semakin dekat itu. Disma harus bekerja extra dalam latihannya demi menunjukkan hasil terbaik di ajang itu nantinya. Meskipun hal itu mungkin sulit baginya karena sang ibu yang tidak meng-izinkannya. Namun, berkat sang kakak, Disma tetap bisa berlatih untuk ajang turnamen yang sebentar lagi akan dimulai. Meskipun hal itu membuatnya harus menahan ketegangan ketika sang ibu menanyakan atau melontarkan beberapa pertanyaan ketika ingin berangkat ke-tempat latihan.

“Bagus Disma… kamu semakin berkembang dalam menguasai bola, dan bapak yakin. Dengan adanya kamu di tim, kita pasti bisa membanggakan sekolah kita.” Ujar pak Erwin pada sore itu ketika sesi latihan Disma dan teman-temannya sudah selesai.

“Ewhh iya pak terima kasih.” Ucap Disma yang terlihat sedikit malu-malu karena pujian gurunya itu.

“Oh iya Disma…” Ujar sang guru lagi.

“Iya pak.” Sahut Disma dengan cepat.

“Karena waktu pertandingan itu hanya tersisa 2 hari lagi. Jadi, bapak minta kamu jaga kesehatan ya.” Ucap pak Erwin mengingatkan kepada Disma.

“Iya pak… pasti.” Ujar Disma menyahuti.

“Ya udah pak kalau gitu… Kita pamit dulu ya.” Ujar Darma.

“Ya udah kalau gitu, kalian hati-hati ya.” Ucap pak Erwin menanggapi.

Dan pada saat perjalanan menuju ke-rumah, Damra pun seketika memperhatikan sepatu sang adik yang begitu memprihatinkan dan sepertinya sudah tidak layak pakai. Karena, bagian kulit luar sepatu Disma itu sudah terkupas-kupas dan telapaknya juga sudah mulau terbuka.

“Dek.” Ucap Darma.

“Iya bang.” Sahut Disma.

“Kamu yakin mau bertanding dengan sepatu kamu itu dek.” Tanyanya kepada sang adik.

“Heheh iya kak. Hem… emangnya kenapa bang.?” Ujar Disma menanggapi dan lalu menanyakan.

“Hem… kayaknya sepatu kamu udah gak layak pakai deh dek.” Ujar Darma lagi dan kemudian melanjutkan

“Liat ajah itu kulit luarnya udah terkelupas loh dek. Dan itu coba liat telapak bagian belakangnya udah mulai kebuka.” Lanjutnya.

“Masa sih bang.?” Tanya Disma.

“Tapi… Disma nyaman-nyaman ajah kok bang pakai sepatu ini. Hem.. kalau masalah kulit luarnya ajah kan cuman tampilan ajah bang, dan kalau telapaknya ini. Nanti Disma bisa jahit atau lem ajah bang.” Lanjutnya seperti taka da beban sama sekali dengan kondisi sepatunya itu.

“Hemm.” Ujar sang kakak yang tak bisa berkata apa-apa lagi ketika Disma melontarkan pernyataan itu.

Obrolan mereka pun terus berlanjut sepanjang jalan pulang. Dan tiba-tiba Disma kembali bertanya mengenai ibunya, ia khawatir jika di hari pertandingannya nanti ibunya akan mengetahui dia itu bermain bola lagi.

“Oh iya bang… kira-kira, nanti ibu bakalan tahu gak ya.” Ujarnya dengan kekhawatiran.

“Ya semoga ajah ibu gak bakalan tahu dek.” Ucap Darma menanggapi.

“Tapi.. abang pasti usahain, gimana pun caranya supaya ibu gak bakalan tahu kalau kamu itu bermain bola lagi.” Lanjutnya meyakinkan sang adik.

“Hem iya bang semoga ajah.” Ujar Disma.

“Tapi bang… kita dosa gak ya.” Tanya Disma melanjutkan.

“Maksudnya.? Dosa gimana dek.” Ucap Darma menanyakan.

“Iyakan soalnya kita itu sering bohongin ibu.” Ujar Disma.

“Yah… kita kan gak ada pilihan lain dek. Selain bohongin ibu.” Ujar Darma menjawab.

“yah gak apa-apalah dek. Berbohonh demi kebaikan, abang rasa gak masalah.” Lanjutnya.

“Hem… iya juga sih bang.” Ucap Disma membenarkan.

Lagi dan lagi. Sesampainya di rumah, ibunya kembali melontarkan pertanyaan-pertanyaan penuh curiga kepada sang anak. Karena, ibu Siti sering melihat anaknya itu selalu keluar berdua dan ketika ditanya mereka memberi alasan yang semakin tidak masuk akal menurut ibu Siti.

“Darimana kalian. Kenapa jam segini baru pulang.” Tanya ibu Siti ketika sang anak sudah berada dirumah.

“Ewhh ini bu. Tadi kita dari rumah teman.” Jawab Darma.

“Rumah teman rumah teman. Perasaan setiap hari, alasan kalian itu-itu ajah deh.” Ujar ibu Siti penuh curiga dengan kedua anaknya itu.

“Ibu perhatiin, setiap hari kalian ini selalu keluar berdua loh. Jujur sama ibu kalian kemana.” Tanyanya lagi.

“Gak kemana-mana kok bu. Tadi aku dan Disma cuman kerumah temannya Darma kok bu.” Jawab Darma yang terus mencoba meyakinkan sang ibu.

“kalian ini ya… awas ajah kalau kalian sampai macam-macam.” Ujar sang ibu mengancam.

“Iya bu gak kok.” Ujar Disma sambil menunduk ketika sang ibu berkata seperti itu.

Dan setelah pertanyaan sang ibu itupun, mereka dengan cepat menjauh dari sang ibu dan tentunya untuk lolosnya mereka dari pertanyaan-pertanyaan ibunya itu membuat Darma dan Disma merasa legah. Dan pada malam itu terlihat Disma menghampiri sang kakak dan bertanya:

“Bang” Ujarnya.

“Ewm kenapa dek.” Tanya Darma.

“Gimana ni bang. Disma takut banget.” Ucap Disma.

“Apaan sih dek.? Emang kamu takut sama siapa.?” Ujar Darma yang bingung dekan tingkah laku sang adik.

“Sama ibu bang. Liat ajah tadi, kayaknya ibu semakin curigah deh sama kita.” Ujar Disma menjelaskan mengenai ketakukannya itu.

Disma begitu takut jika sang ibu akan mengetahui semuanya. Tentang kebohongannya, tentang latihannya dan tentang turnamen yang dalam beberapa hari lagi akan ia lakoni.

“Ya mau gak mau kita harus hadapi dek.” Ucap Darma menjawab.

“Segala sesuatu itu pasti ada konsekuensi-nya dek, dan ini pilihan kita, kita memilih untuk membohongi ibu, tapi itu dengan sebuah tujuan. Dan tentunya, dengan pilihan itu kita seharusnya sudah siap menerima apa-pun bentuk konsekuesinya kalaupun memang ibu mengetahui semuanya.” Ujar Darma menjelaskan.

“Udah, kamu tenang ajah. Persoalan ini biar kakak yang tangani. Kalaupun memang kita ketahuan, nanti biar kakak yang hadapi ibu.” Lanjutnya meyakinkan sang adik.

“Iya bang. Makasih ya bang… udah selalu ada buat Disma.” Ujar Disma yang begitu yakin dengan sang kakak.

*BERSAMBUNG*

Episodes
1 Awal Kisah Dimulai
2 Ke-Tokoh Pak Taslin
3 Pak Radit Si-Pemilik Rumah
4 Penolakan Ibu Siti
5 Kakak Jagoan Disma
6 Perbincangan Hangat Darma dan Pak Erwin
7 Kemarahan Ikbal
8 Demi Bola Real Berbohong
9 Ke-Curigaan Ibu Siti
10 Permintaan Maaf Dari Ikbal
11 Sang Kapten
12 Tendangan Bebas Disma
13 Perjuangan Disma DKK
14 Perasaan Resah dan Gelisah
15 Cedera Yang Dialami Disma
16 Kegagalan Bukan Akhir Segalanya
17 Omelan Maut Sang Ibu
18 Kondisi Disma Yang Semakin Membaik
19 Dua Tamu Asing Tak Dikenal
20 Mimpi Yang Terkubur
21 Kebingungan Disma
22 Alasan Ibu Siti Melarang Disma Bermain Bola
23 Kepergian Disma
24 Menginjakkan Kaki di Ibukota
25 Disma dan Dita
26 Dita si Baik Hati
27 Menemui 4 Orang Menyeramkan
28 Disma vs Dita
29 Sesampainya di Akademi
30 Harapan Yang Musnah
31 Dita Sang Motivator
32 Menandatangani Kontrak
33 Debut Pertama Disma
34 Keirihan Tara Pada Disma
35 Disma Jadi Sorotan
36 Disma Harapan Tim
37 Mencurigai Tara
38 Tendangan Menakjubkan Oleh Tara
39 Hijrah Ke Tim Senior
40 Kepergian Lerry
41 Memasuki Tahap Seleksi
42 Akhir Musim Membuat Tegang
43 Eksekutor Penendang Bebas
44 Pengumuman Kelulusan Seleksi
45 Mengawali Latihan di Timnas
46 Tidak Untuk Di-Sombongkan
47 Mendisiplinkan Para Pemain
48 Tidak Nyaman
49 Kapten Ke-Sebelasan Timnas
50 Akhir Kisah, Sang Peraih Mimpi
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Awal Kisah Dimulai
2
Ke-Tokoh Pak Taslin
3
Pak Radit Si-Pemilik Rumah
4
Penolakan Ibu Siti
5
Kakak Jagoan Disma
6
Perbincangan Hangat Darma dan Pak Erwin
7
Kemarahan Ikbal
8
Demi Bola Real Berbohong
9
Ke-Curigaan Ibu Siti
10
Permintaan Maaf Dari Ikbal
11
Sang Kapten
12
Tendangan Bebas Disma
13
Perjuangan Disma DKK
14
Perasaan Resah dan Gelisah
15
Cedera Yang Dialami Disma
16
Kegagalan Bukan Akhir Segalanya
17
Omelan Maut Sang Ibu
18
Kondisi Disma Yang Semakin Membaik
19
Dua Tamu Asing Tak Dikenal
20
Mimpi Yang Terkubur
21
Kebingungan Disma
22
Alasan Ibu Siti Melarang Disma Bermain Bola
23
Kepergian Disma
24
Menginjakkan Kaki di Ibukota
25
Disma dan Dita
26
Dita si Baik Hati
27
Menemui 4 Orang Menyeramkan
28
Disma vs Dita
29
Sesampainya di Akademi
30
Harapan Yang Musnah
31
Dita Sang Motivator
32
Menandatangani Kontrak
33
Debut Pertama Disma
34
Keirihan Tara Pada Disma
35
Disma Jadi Sorotan
36
Disma Harapan Tim
37
Mencurigai Tara
38
Tendangan Menakjubkan Oleh Tara
39
Hijrah Ke Tim Senior
40
Kepergian Lerry
41
Memasuki Tahap Seleksi
42
Akhir Musim Membuat Tegang
43
Eksekutor Penendang Bebas
44
Pengumuman Kelulusan Seleksi
45
Mengawali Latihan di Timnas
46
Tidak Untuk Di-Sombongkan
47
Mendisiplinkan Para Pemain
48
Tidak Nyaman
49
Kapten Ke-Sebelasan Timnas
50
Akhir Kisah, Sang Peraih Mimpi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!