*Kondisi Disma Yang Semakin Membaik*
Sebagai seorang guru, tentunya pak Erwin memiliki tangggung jawab atas apa yang telah terjadi kepada muridnya itu. Karena Disma yang merupakan salah satu siswa dari sekolah Bina Nusa dan tentunya baik sekolahan maupun guru haruslah menunjukkan perhatiannya kepada para murid. Apalagi, cidera Disma itu berdasarkan perjuangannya dalam membela tim sekolah dalam ajang turnamen antar sekolah. Dan malam itu karena waktu yang semakin larut pun membuat pak Erwin harus pamit untuk pulang . Namun, pada saat ia baru saja melangkahkan kakinya keluar dari pintu rumah ibu Siti. Ibu Siti pun dengan cepat mengejar dan menahan pak Erwin.
“Tunggu pak.” Ujar Ibu Siti menahan pak Erwin diluar rumahnya.
“Ada apa bu.?” Tanya pak Erwin.
“Saya cuman ingin ingatkan kepada bapak… tolong pak lain kali jangan sekali-kali lagi mengajak anak saya untuk terlibat dalam sepakbola.” Ujar ibu Siti memperingati pak Erwin.
Mendengar hal itu. Tentunya pak Erwin bisa mengerti tentang apa yang dirasakan oleh ibu Siti dan iapun tak membantah atau membela diri sama sekali mengenai apa yang disampaikan oleh ibu Siti kepadanya barusan.
“Saya selaku guru Disma dan maupun pihak sekolah turut prihatin bu atas apa yang terjadi dengan anak ibu.” Ujar pak Erwin kepada ibu Siti.
“dan juga saya secara pribadi ingin meminta maaf kepada ibu. Karena kecerobohan saya, Disma pun mengalami hal yang tidak kami inginkan sebelumnya.” Lanjutnya.
“Dari awal saya sudah mengatakan kepada bapak… jika saya sangat tidak setuju jika bapak membawa anak saya ikut dalam pertandingan itu. Tapi… bapak tetap saja membiarkan Disma ikut bermain dalam pertandingan itu.” Ujar ibu Siti yang begitu kecewa dengan pak Erwin.
“Saya pikir… bapak bisa mengindahkan perkataan saya pada saat itu, tapi nyatanya.?” Lanjut ibu Siti lagi.
Pak Erwin sebetulnya bisa saja membela diri pada saat itu namun ia tidak melakukan hal itu sama sekali. Melainkan, ia hanya berdiam dan menunduk serta menerima apa saja yang ibu Siti sampaikan kepadanya, walaupun perkataan ibu Siti itu seolah-olah menyudutkan dan menyalahkannya.
“Iya bu.” Ujar pak Erwin mengafirmasi pernyataan ibu Siti itu.
“Ya udah lah pak… semua juga sudah terjadi dan saya harap… lain kali bapak lebih berhati-hati lagi dan tidak melakukan kesalahan yang serupa lagi.” Lanjut ibu Siti.
Sebagai ibu yang baik sudah sewajarnya untuk mengkhawatirkan sang anak. Dan setiap ibu memiliki cara yang berbeda-beda dalam mendidik anak maupun menunjukkan kasih sayangnya kepada sang anak. Begitupun dengan ibu Siti yang terus melarang Disma untuk bermain bola. Sesungguhnya, itu adalah salah satu cara dia untuk menunjukkan kasih sayang nya. Walupun hal itu dianggap salah oleh Disma ataupun berlebihan. Namun, sesungguhnya tak ada ibu yang tega dan tak ada ibu yang mau anaknya terluka maupun menderita. Walaupun mustahil menjadi ibu yang sempurna, namun seorang ibu pasti berusaha untuk menjadi ibu terbaik bagi anak-anaknya.
“Disma… bangun nak.” Ucap sang ibu pada ke-esokan harinya di pagi hari membangunkan sang anak.
“Iya bu… ini Disma udah bangun kok.” Jawab Disma yang masih berbaring ditempat tidur dengan kaki yang berbalut.
“Ini ibu udah buatin kamu susu, diminum yah.” Ujar sang ibu lagi.
“Ciee… udah gede masih minum susu.” Ujar Ratih ketika ingin berangkat ke-sekolah tapi menyempatkan untuk mengejek Disma terlebih dahulu.
“Apaan sih kak Ratih.” Ucap Disma sedikit canggung untuk meminum susu itu karena Ratih yang mengejeknya barusan.
“Disma oh Disma… udah gede masih minum susu.” Lanjut Ratih mengejek Disma dengan nyanyian.
“Bu... kak Ratih bu… ejekin Disma.” Teriak Disma melapor kepada sang ibu.
Dengan cepat Ratih pun berlari keluar rumah ketika Disma berteriak seperti itu dan dengan sempatnya mengeluarkan lidah kepada Disma sembari tertawa.
“Wekkk. hahahahh.”
Semarah-marahnya ibu Siti kepada Disma karena sang anak yang tak pernah mau mendengarkan perkataannya. Namun kembali lagi, dia adalah seorang ibu dan tentunya sebesar apapun kesalahan yang dilakukan oleh seorang anak. Seorang ibu pasti selalu bisa memaafkan anaknya. Karena bagi ibu, kehidupan anaknya lah yang terpenting baginya.
Hari demi hari pun dilewati Disma dengan kondisinya yang seperti itu. Karena kondisinya yang belum memungkinkan untuk berjalan. Sehingga hari-hari yang ia lewati hanya dengan berbaring di-tempat tidurnya. Dan tepat pada hari ketiga seperti yang sudah dikatakan oleh tukang pijit itu kepadnya jika dalam waktu tiga hari kakinya akan membaik. Tentu saja, Disma pun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan di hari ketiga itu dan iapun berusaha membuktikan perkataan tukang pijat tersebut dengan mencoba untuk berjalan.
“Pelan-pelan dek.” Ucap Darma yang memantunya untuk berdiri.
“Hati-hati nak.” Ucap ibu Siti yang juga berada disitu untuk melihat perkembangan kaki sang anak.
“Ahhh” Rintih Disma yang masih merasakan sakit ketika mulai merapatkan kakinya yang sakit itu ke-atas lantai rumahnya.
Memang benar pada saat itu Disma sudah mulai bisa berjalan walaupun langkahnya masih terbatah-batah karena ia masih merasakan nyeri pada pergelangan kakinya. Namun, hal itu sungguh membuat Disma merasa bahagia karena kakinya masih bisa ia fungsikan dengan baik dan tentunya hal yang sama juga dirasakan oleh Darma dan sang ibu karena melihat Disma sudah mulai bisa untuk berjalan.
“Alhamdulillah bu… bang… Disma udah bisa jalan.” Ujar Disma memberitahukan kepada ibu dan kakaknya.
“Syukurlah nak. Tapi jangan dipaksain dulu, ntar engkel kamu kembali cidera.” Ujar sang ibu memperingati anaknya itu.
“Iya bu.” Sahut Disma.
Meskipun di hari ketiga itu kakinya belum lah pulih total. Namun, hal itu sudah membuatnya senang dan ia tetap sabar untuk menunggu kakinya sampai betul-betul sembuh agar bisa kembali beraktivitas seperti sedia-kala.
“Assalamualaikum.” Ujar pak Erwin yang kembali datang ke-rumah Disma untuk melihat kondisi Disma.
“Walaikumsalam.” Ucap Disma menjawab salam gurunya itu dan tentunya dengan kakinya yang sudah mulai bisa ia gerakkan. Iapun secara langung yang menghampiri sang guru diluar rumahnya.
“Eh Disma… kamu udah bisa jalan.?” Tanya pak Erwin ketika melihat Disma yang menghampirinya.
“Iya pak… Alhamdulillah Disma sekarang udah bisa jalan.” Jawab Disma ketika pak Erwin menanyakan hal itu kepadanya.
“Syukurlah kalau begitu... terus gimana? Masih ada rasa nyeri gak.?” Tanya pak Erwin yang masih terlihat cemas.
“Ewh masih sih pak. Tapi udah gak terlalu kok pak.” Jawab Disma meyakinkan.
Tentunya melihat Disma yang sudah mulai berjalan itupun membuat pak Erwin turut senang dan merasa legah dan tentunya. Walaupun kondisi Disma sudah mulai membaik, tetapi pak Erwin tetap mencemaskan Disma dan tetap menyuruh Disma untuk berhati-hati dalam melangkahkan kakinya itu.
*BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments