Bab 13.

"Alex, kamu sudah pulang?" tanya Lia sesaat setelah menangkap kedatangan putranya.

"Sudah Bu, tadi habis menangani pasien, Alex langsung minta izin untuk pulang lebih dulu. Safia mana, Bu?" jawab Alex dengan pertanyaan pula. Kepalanya celingak celinguk mencari keberadaan Safia tapi tak berhasil menemukannya.

"Safia baru saja masuk ke kamar, katanya mau istirahat sebentar. Kamu bawa apa?" tanya Lia mematut banyaknya paper bag yang dijinjing Alex.

"Oh iya, ini semua untuk Safia. Tadi Alex mampir sebentar di mall, kasihan Safia tidak punya baju dan perlengkapan lainnya. Dia pasti malu minjam baju Ibu terus," jelas Alex, lalu menaruh barang bawaannya di atas sofa.

"Loh, kenapa musti malu? Ibu tidak apa-apa kok, lagian ukuran badan kami sama kan." ucap Lia.

"Hmm... Sama sih sama, tapi baju Ibu tidak cocok di tubuh Safia. Masa' wanita secantik dia dasteran terus, tidak pantas." ejek Alex mengulum senyum.

"Ish, kamu ngeledek Ibu ya?" Lia yang merasa kesal kemudian menjewer daun telinga putranya geram.

"Hehe... Tidak Ibuku sayang, jangan marah dong!" Alex tertawa terpingkal-pingkal dan berusaha keras menjauhkan diri.

"Dasar anak nakal!" umpat Lia geleng-geleng kepala.

Meski terkadang menjengkelkan, tapi dia tau persis bahwa putranya merupakan tipe pria yang sangat penyayang. Buktinya Alex mampu menjadikannya ratu di rumah itu, belum lagi perhatian khusus yang Alex berikan untuk Safia.

Seketika raut muka Lia menggambarkan kesedihan yang begitu mendalam. Dulu Alex harus berjuang sendiri setelah kematian sang ayah sehingga tidak ada waktu baginya memikirkan seorang wanita.

Kini setelah Alex cukup matang, wanita yang dia cintai justru sudah menikah dengan orang lain. Jujur, sebenarnya Lia sangat suka pada Safia. Tidak hanya cantik, wanita itu juga ramah dan cekatan.

Seharian ini Lia bahkan tidak mendapat kesempatan untuk bergerak. Semua pekerjaan rumah dilakukan oleh Safia dengan senang hati, dia juga yang memasak dan mencuci pakaian kotor karena pembantu rumah itu sedang cuti.

"Ya sudah, Alex mau melihat Safia sebentar." ucapnya, kemudian mengambil paper bag yang dia taruh di sofa tadi dan membawanya ke kamar Safia.

Sesaat setelah tiba di ambang pintu, Alex mengetuknya terlebih dahulu. Bagaimanapun dia sangat menghormati Safia, dia tidak mungkin menyelonong masuk tanpa izin. Safia juga punya privasi meski hanya menumpang di rumahnya.

Setelah mendapat izin, barulah Alex memberanikan diri mendorong pintu dan melangkah masuk dengan leluasa.

"Maaf mengganggu waktunya, ini ambillah!" Alex menyodorkan semua paper bag yang dia bawa tadi ke tangan Safia.

"Apa ini?" tanya Safia kebingungan.

"Bukan apa-apa, hanya pakaian dan beberapa kebutuhan kamu. Semoga saja kamu suka," jawab Alex gamblang.

"Kenapa musti repot-repot begini? Diberi tumpangan saja sudah membuatku sangat berhutang budi, aku takut tidak akan sanggup membalas kebaikan dokter Alex." lirih Safia dengan pandangan menggelap.

Alex terlalu baik di matanya, dia takut kebaikan Alex itu akan menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Safia tidak mau Salman mengetahui keberadaannya dan menyalahkan Alex atas kepergiannya.

"Sudah, tidak perlu berpikir yang tidak-tidak. Bukankah sesama teman sudah seharusnya saling membantu?" tandas Alex mengukir senyum.

Meski berat, mau tidak mau Alex terpaksa menyematkan status mereka sebagai seorang teman. Dia tidak mungkin mengungkapkan perasaannya di kala Safia masih bersedih pasca kepergiannya dari sisi Salman.

"Oh ya, ini sekalian aku bawakan obat untukmu. Harus diminum secara teratur sesuai petunjuk yang tertera. Kamu mau sembuh, kan?" kata Alex seraya menyodorkan obat-obatan yang tadi dia tebus dari apotik.

"Hmm... Terima kasih," sahut Safia mengambil alih obat-obatan itu dari tangan Alex.

"Ya sudah, sekarang istirahatlah. Aku harus pergi,"

Setelah mengatakan itu, Alex memberanikan diri mengacak rambut Safia. Saat hatinya tengah berkecamuk hendak memeluk wanita itu, dia pun lekas menjauh dan meninggalkan kamar terburu-buru.

"Astaga, sadar Alex, jangan melewati batasanmu!" Alex merutuki dirinya sendiri sesaat setelah menghilang dari pandangan Safia.

Entahlah, dia rasanya galau memikirkan perasaan di hatinya. Safia terlalu manis, dia kesulitan mengendalikan diri saat berada di dekat wanita itu.

"Ingat Alex, Safia itu istrinya Salman. Jangan sampai kamu dicap sebagai pagar makan tanaman!" kembali Alex mengingatkan dirinya bahwa hubungan mereka berdua tidak boleh lebih dari sekedar teman.

Bagaimanapun dia dan Salman sudah lama saling mengenal, Alex tidak ingin merusak persahabatan mereka hanya karena seorang wanita. Itu juga yang pernah dia lakukan saat kuliah dulu. Dia memilih mengalah dan mengikhlaskan Mika bersama Salman.

Setelah hatinya kembali tenang, Alex pamit pada sang ibu. Seperti janjinya, dia tidak akan tinggal serumah dengan Safia. Dia tidak ingin keberadaannya menimbulkan fitnah.

Alex kemudian memacu laju kendaraannya dengan kecepatan sedang. Mimik wajahnya menyiratkan kegusaran yang mendalam.

Andai waktu itu dia lebih tegas dalam mengambil sikap, mungkin saat ini dia dan Safia tengah berbahagia mengarungi bahtera rumah tangga.

Akan tetapi, semua itu Alex kembalikan lagi kepada Sang Pencipta. Mungkin keduanya memang tidak ditakdirkan untuk bersama.

...****************...

"Hiks..." Safia terisak sesaat setelah bermimpi dengan Salman. Dia terduduk lesu dengan dada kembang kempis menahan sesak, sekujur tubuhnya tiba-tiba basah bermandikan keringat.

"Mas Salman," gumamnya berderai air mata.

Meski Salman sudah menancapkan duri di hatinya, tapi entah kenapa Safia tidak bisa membencinya.

Safia mencintainya, sangat mencintainya. Tapi kenapa Safia harus terjebak dalam perasaannya sendiri? Kenapa Salman menikahinya jika hanya untuk disakiti?

Wanita mana yang tidak akan terluka jika melihat suaminya bermesraan bersama wanita lain.

Hancur hati Safia kala mengingat adegan tidak pantas yang diperagakan Salman di depan mata kepalanya.

Salahkan jika Safia marah dan cemburu? Tidak pantaskah dia mencicipi sedikit kebahagiaan setelah rasa pahit yang dia telan selama ini?

Di waktu bersamaan, Salman ikut terbangun dari tidurnya. Dia lantas terduduk saking terkejutnya setelah memimpikan Safia.

Entah seberapa besar luka yang sudah dia goreskan di hati istrinya, entah seberapa sakit yang dirasakan Safia saat menerima perlakuan buruknya.

Salman tidak sanggup membayangkan betapa hancur dan rapuhnya Safia kala itu.

Meski tidak pernah mengatakannya, tapi Salman yakin bahwa Safia sangat terluka.

Dengan air muka memucat dan kening yang sudah basah mengandung keringat, Salman lekas menyapu wajahnya dengan kasar, helaan nafasnya terdengar berat.

"Aku tidak bisa diam saja, aku harus menemukanmu sesegera mungkin." batin Salman seraya turun dari ranjang.

Salman berjalan menghampiri lemari dan mengambil pakaian kasual yang ingin dia pakai. Setelah mengenakannya, dia pun berdiri di depan cermin sembari mematut wajahnya yang terlihat sangat gusar.

Jika saja waktu bisa diputar kembali, dia ingin mengenal Safia lebih dalam lagi. Tidak mungkin dia setega ini pada Safia jika dia mengetahui kebenaran sejak awal. Setidaknya Safia tidak harus masuk ke dalam kehidupannya.

Terpopuler

Comments

MIKU CHANNEL

MIKU CHANNEL

ya walaupun benar Ibu meninggal setelah mendapatkan penanganan dari Safia, kamu juga tidak boleh lantas menyiksa Safia seperti Hewan, karena Safia bukan Tuhan yang bisa menentukan nasib orang lain, karena seberapa kuatpun Safia berusaha kalau Tuhan berkehendak lain itu jelas diluar kuasa Safia,

2023-03-21

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!