Bab 10.

Di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di ibukota, Alex tengah asik mencarikan pakaian yang cocok untuk Safia.

Meski sebenarnya hal ini cukup memalukan, tapi dia berusaha menebalkan muka dan bersikap acuh tak acuh. Dia sama sekali tidak peduli pada pandangan orang-orang yang tengah asik menertawakan dirinya.

Tidak hanya membelikan pakaian untuk Safia, Alex juga membelikan berbagai macam kebutuhan Safia mulai dari perlengkapan mandi, kosmetik dan lain sebagainya. Dia tidak ingin Safia merasa kekurangan, dia merasa bertanggung jawab penuh atas diri Safia yang sudah setuju untuk tinggal di rumahnya.

Setelah mendapatkan semua yang dia cari, Alex turun melewati eskalator. Siapa sangka saat melangkah menjauhi jenjang berjalan itu, dia tidak sengaja berpapasan dengan Salman yang tengah berjalan bersama Mika.

Seketika langkah Alex terhenti, dia tersenyum getir menatap kemesraan sahabat yang datang bersama kekasihnya itu.

Ya, Alex sangat mengenali Mika, gadis itu merupakan adik kelasnya saat kuliah dulu. Dia juga sempat menyukai gadis itu, tapi lagi-lagi Salman lah yang berhasil mendapatkan wanita idamannya.

Terkadang Alex sempat menaruh rasa iri pada Salman, akan tetapi sekarang dia mulai mengerti bagaimana watak sahabatnya itu sebenarnya.

Alex tidak habis pikir, setelah menikahi Safia, Salman ternyata masih saja berhubungan dengan wanita lain.

Makin ke sini Alex semakin yakin bahwa Salman tidak pernah mencintai Safia, hanya saja dia bingung memikirkan masalah apa yang membuat Salman mengabaikan istri sahnya itu.

"Kirain lagi pergi bulan madu, ternyata malah enak-enakan bersama wanita lain." sindir Alex.

Salman yang merasa terpojokkan lantas menarik tangan Alex dan membawanya menjauh. Dia tidak ingin Mika curiga dan menanyakan akan hal itu padanya. "Jangan kurang ajar, jaga batasanmu!" gertak Salman menajamkan tatapan.

"Batasan?" lagi-lagi Alex tersenyum getir. "Harusnya kau lah yang menjaga batasanmu. Ingat, kau ini suami orang." jawab Alex gamblang.

"Bukan urusanmu!" ketus Salman.

"Hmm... Kau benar, ini bukan urusanku. Untuk apa aku repot-repot mengurusi urusan orang lain?" Alex menggaruk kepala yang tidak gatal lalu meninggalkan Salman begitu saja. Dia tidak ingin ambil pusing memikirkan hal yang sama sekali bukan urusannya.

Setelah Alex menghilang, Salman kembali ke tempat dimana dia meninggalkan Mika tadi. Akan tetapi gadis itu sudah tidak ada lagi di sana. Salman celingak celinguk memutar leher mencari keberadaan Mika tapi tak melihat gadis itu di mana-mana.

"Dokter Alex, tunggu!"

Langkah Alex seketika terhenti saat mendengar suara seseorang yang tengah memanggilnya. Saat menoleh ke arah sumber suara, Alex mengukir senyum seakan tidak terjadi apa-apa diantara dia dan Salman tadi.

"Boleh aku minta waktunya sebentar, aku ingin bicara!" pinta Mika dengan raut muka memohon.

Alex yang sama sekali tidak keberatan lekas mengangguk dengan cepat. Dia pikir Mika akan berbicara di sana tapi ternyata gadis itu malah membawanya ke tempat yang agak sepi.

Tadi Mika mendengar ucapan Alex dengan sangat jelas. Tentu saja dia curiga saat Alex menyebut kata bulan madu, dia sangat yakin Salman menyembunyikan sesuatu darinya.

Di ujung mall yang hanya ada beberapa orang saja, Mika dan Alex memilih berdiri di sana. Gadis itu berharap Alex mau berkata jujur padanya. "Sebenarnya apa yang sudah terjadi tanpa sepengetahuanku? Aku merasa Mas Salman sangat jauh berubah,"

Alex yang mendengar itu seketika terkekeh sambil menekan perutnya yang terasa geli menggelitik.

"Kenapa dokter malah tertawa? Apa ada yang lucu?" tanya Mika mengerutkan kening.

"Harusnya tanya sendiri sama kekasihmu itu, bukan padaku." kata Alex.

"Meskipun aku bertanya, dia tidak akan mungkin mengakuinya. Aku merasa ada yang dia sembunyikan dariku." lirih Mika menatap Alex dengan sendu. "Tadi aku mendengar dokter menyebut kata bulan madu. Kalau aku boleh tau, siapa yang dokter maksud? Apa Mas Salman-"

Alex seketika terdiam sembari mematut wajah Mika dengan intens. Rasanya dia ingin sekali mengungkapkan kebenaran pada gadis itu tapi dia takut hal itu akan menjadi masalah nantinya.

"Maaf, aku tidak punya hak untuk mencampuri urusan kalian. Jika kamu benar-benar ingin tau, kamu pasti bisa menemukan jawabannya. Kalau begitu aku permisi,"

Alex memilih pergi meninggalkan tempat itu, dia takut keceplosan karena terkadang mulutnya hanya sebelas dua belas dengan ember.

"Dokter..." panggil Mika, namun Alex sama sekali tidak mau merespon.

Mika tersandar lesu di dinding mall dengan pikiran melayang entah kemana. Jawaban Alex barusan justru membuatnya tambah curiga.

Tidak ingin melanjutkan niatnya yang tadi ingin berbelanja, Mika akhirnya memilih pergi meninggalkan mall itu. Dia harus mencari tau apa yang terjadi sebenarnya pada Salman, dia tidak akan bisa tenang sebelum mendapatkan bukti yang menguatkan dugaannya.

Sesampainya di gerbang, Mika menyetop taksi dan menaikinya terburu-buru. Dia harus segera tiba di rumah Salman sebelum pria itu sampai lebih dulu.

Di dalam sana, Salman masih berputar-putar mencari keberadaan Mika. Namun tiba-tiba ponsel di saku celananya berdering. Dia dengan cepat mengeluarkan benda pipih itu dari kantongnya dan menggeser tombol berwarna hijau.

"Ya," ucap Salman datar.

"Saya sudah mendapatkan salinan rekaman pada hari itu. Silahkan cek email Anda, saya sudah mengirimnya."

"Ok baiklah, terima kasih."

Setelah sambungan telepon itu terputus, Salman kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celana lalu meninggalkan mall terburu-buru.

Dia bahkan tidak peduli lagi pada Mika yang entah dimana sekarang. Fokusnya tertuju pada hasil kerja orang bayarannya yang baru saja memberi kabar. Salman berharap dugaannya benar, dengan begitu dia tidak akan pernah menyesal menghancurkan hidup Safia.

Sesampainya di mobil, Salman dengan cepat meraih laptop miliknya yang tergeletak di jok belakang. Beruntung dia tidak pernah lupa membawa laptop itu kemana-mana, hal itu akan memudahkannya jika ada hal penting yang harus dia urus.

Deg...

Salman terperanjat kaget setelah menonton rekaman CCTV berdurasi lima belas menit itu dengan teliti. Dari semua pergerakan Safia yang dia lihat, tidak ada indikasi bahwa Safia sudah melakukan kesalahan pada ibunya.

Video itu jelas menunjukkan bahwa Safia sama sekali belum sempat menyentuh tubuh ringkih sang ibu.

Dari sini Salman nampak menyesal karena kelakuan kurang ajarnya pada Safia. Wanita itu sama sekali tidak bersalah, mungkin memang sudah ajal ibunya sampai di sana.

"Aaaah..."

Salman melempar laptop itu ke jok belakang, dia berteriak histeris sembari meremas rambutnya frustasi.

Kenapa dia bisa seceroboh ini? Bukankah seharusnya dia mencari tau akan hal ini terlebih dahulu?

Akan tetapi, nasi sudah terlanjur jadi bubur. Dia sudah membuat Safia menderita di menit-menit awal pernikahan mereka.

Apakah Safia mau memaafkannya?

Entahlah, sepertinya akan sulit bagi Safia untuk memaafkan kesalahan Salman.

Terpopuler

Comments

Sriutami Utam8

Sriutami Utam8

syukurin akhrnya kau bklan menyesal kn huuu nikmati dan rasakn penyesalanmu

2023-03-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!