Bab 12.

"Dari mana saja kamu, Mas?" tanya Mika saat menangkap kedatangan Salman yang baru turun dari mobil. Pria beristri itu menatap kekasihnya sekilas, lalu sedetik kemudian membuang muka dan melanjutkan langkahnya.

Ya, agaknya Salman sama sekali tidak peduli pada kehadiran gadis itu. Apalagi dia merasa sangat kesal karena ditinggal di mall tadi, lagian dia tidak pernah meminta wanita itu untuk datang ke rumahnya. Dia sudah menempatkannya di apartemen.

"Mas..." pekik Mika, hal itu membuat Salman kembali menghentikan langkahnya.

Dengan malas Salman berbalik badan dan mengayunkan kakinya menghampiri Mika. "Pulanglah ke apartemen, aku sedang sibuk." titahnya melunakkan suara.

"Sibuk ngurusin apa, Mas? Pekerjaan atau wanita lain?" tanya Mika dengan tatapan tajam membunuh. Dia masih berusaha bersabar agar tidak tersulut emosi menghadapi Salman yang dia tau memiliki tempramen buruk.

"Heh..." Salman tersenyum kecut sembari menyentuh dagu Mika sedikit kasar. "Sejak kapan hidupku bisa diatur olehmu?" tanyanya seakan menekankan pada Mika agar menjaga batasannya.

"Mas, aku ini calon istrimu, wajar aku bertanya seperti itu." Mika yang tadinya mencoba tenang, kini terlihat gemetaran dengan pandangan berkabut. Kelopak matanya sudah tak sanggup menahan cairan bening yang menggenang.

Ya, sesampainya di rumah tadi, Mika langsung masuk ke ruang pribadi milik Salman. Dia sengaja mengacak-acak ruangan itu untuk mencari bukti, dia yakin Salman tengah menyembunyikan sesuatu darinya.

Sebenarnya Mika sudah mendapatkan bukti yang sangat valid saat menggeledah ruangan Salman tadi. Akan tetapi, dia merasa belum puas dan ingin mendengar sendiri dari mulut Salman tentang buku kecil yang dia temukan.

"Aku benar-benar lelah, tolong mengertilah!" ucap Salman yang tidak tau harus berkata apa, dia benar-benar pusing memikirkan keadaan ini.

Bagaimana tidak, Salman saat ini tengah dihadapkan dengan situasi yang sangat rumit. Dia merasa dilema memilih dan memilah diantara kekasih dan istrinya.

Benar Salman sangat mencintai Mika, keduanya sudah lama menjalin hubungan, bahkan sudah tinggal bersama selama beberapa tahun terakhir. Salman tidak akan sanggup berpisah dengan kekasihnya itu.

Namun di sisi lain ada Safia yang sudah resmi menjadi istrinya. Niat Salman yang awalnya hanya ingin membalaskan dendam, kini berakhir dengan penyesalan yang begitu mendalam.

Dia sudah menikahi Safia bahkan berhasil merenggut kesuciannya, tidak mungkin Salman menceraikan istrinya itu dalam keadaan seperti ini.

Apalagi Safia saat ini tengah sakit keras, Salman tidak bisa membiarkan istrinya itu berjuang sendirian. Dia merasa bertanggung jawab atas apa yang Safia rasakan.

"Pulanglah ke apartemen, aku masih banyak urusan!" pinta Salman sembari menangkup tangan di pipi Mika.

Seketika gadis itu menggelengkan kepala. "Kapan kita menikah?" tanyanya.

Salman yang mendengar itu lantas terkejut dan menjauhkan diri dari Mika. Kali ini dia merasa sangat terpojokkan, dia benar-benar bingung harus menjawab apa.

Bukannya ingin mengingkari janji, tapi untuk saat ini Salman ingin menyelesaikan masalahnya dengan Safia terlebih dahulu.

"Bersabarlah, jika saatnya sudah tiba, aku pasti akan menikahimu!" hanya kata-kata itu yang terlintas di benak Salman saat ini.

"Kapan?" Mika tersenyum getir.

"Entahlah, aku juga tidak bisa memastikan. Pekerjaanku terlalu banyak, biarkan aku menyelesaikannya terlebih dahulu!" sahut Salman mencari alasan.

"Pekerjaan seperti apa yang kamu maksud?" tanya Mika seolah-olah tidak tau menahu mengenai status Salman yang sudah menjadi suami orang.

Salman hanya diam mematung tanpa berucap sepatah katapun. Entah sudah berapa banyak kebohongan yang keluar dari mulutnya sedari tadi, dia tidak berani berbohong lagi.

"Tidak perlu dijawab jika kamu tidak ingin mengatakannya, kalau begitu aku pamit."

Dengan tetesan demi tetesan air mata yang jatuh membasahi pipi, Mika mengayunkan kaki meninggalkan rumah itu. Dia sengaja berjalan sedikit pelan, berharap Salman akan menghentikannya.

Namun apalah daya, jangankan menahannya, satu huruf saja tidak terdengar di telinganya. Hal itu membuat hati Mika hancur berkeping-keping, dia sangat yakin bahwa hubungan mereka tidak akan bisa kembali seperti dulu.

Setelah Mika menghilang dari sorot matanya, Salman pun berbalik dan berjalan memasuki ruang pribadinya. Dia sebenarnya tidak tega menyakiti Mika, tapi hanya itulah pilihan satu satunya yang bisa dia lakukan saat ini.

"Bantu aku mencari keberadaan wanita ini. Temukan dia dan bawa pulang ke rumahku dengan selamat. Jika dia terluka sedikit saja, maka habislah kau!"

Begitulah isi pesan yang Salman tulis lalu mengirimnya ke salah satu nomor yang tersimpan di kontak ponsel miliknya, tidak lupa pula dia menambahkan sebuah foto yang akan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang dia tugaskan.

"Cantik," balas orang itu.

"Jangan kurang ajar, dia itu istriku. Awas saja kalau kau berani macam-macam padanya!" ancam Salman. Entah kenapa darahnya tiba-tiba mendidih ketika pria lain memuji kecantikan istrinya.

"Haha... Canda bos, masa' gitu saja marah."

Bug...

Salman yang merasa kesal kemudian melempar ponselnya ke sofa. Dia sendiri bingung memikirkan keanehan yang terjadi pada dirinya.

Sejak kapan dia peduli pada Safia? Kenapa darahnya tiba-tiba panas dan menggelegak hingga ubun-ubun? Entahlah, Salman sendiri tidak tau jawabannya.

Tidak ingin berlarut-larut dalam pemikirannya, Salman akhirnya memilih masuk ke kamarnya. Dia berjalan melewati pintu penghubung yang menyatukan kamar dan ruang pribadinya.

Setelah membuka pakaian, Salman berjalan memasuki kamar mandi. Dia ingin berendam barang sejenak untuk melenturkan otot syarafnya yang terasa sedikit kaku.

Selepas mengisi bathtub dengan air hangat, Salman mencemplungkan diri di dalam bak itu. Seketika matanya mulai terpejam menikmati aroma terapi yang mampu menenangkan pikirannya.

"Jangan Mas, sakit."

"Mas..."

"Awh..."

Deg...

Baru beberapa menit merilekskan tubuhnya, tiba-tiba Salman tersentak dan mengusap wajah dengan kasar.

Ya, barusan dia tanpa sengaja memimpikan Safia. Istrinya itu menangis sesenggukan dan memohon agar Salman tidak menyakitinya. Semua terasa sangat nyata, sama seperti malam saat Salman memaksa Safia melayani nafsu bejatnya.

Seketika sekujur tubuh Salman bergetar hebat, raut mukanya nampak pucat dengan kepala celingak celinguk ke kiri dan ke kanan. Segera dia keluar dari bathtub dan meraih piyama mandinya. Dia sudah tidak berkeinginan untuk melanjutkan aktivitasnya.

Sesampainya di kamar, Salman membuka kulkas mini yang tersedia di sana. Dengan cepat dia mengambil sebotol air mineral dan meneguknya tanpa jeda. "Aahh..."

Setelah dahaganya terobati, Salman kemudian memilih berbaring di ranjang. Kembali ingatannya tertuju pada Safia yang entah dimana keberadaannya sekarang, Salman mulai khawatir, dia takut terjadi sesuatu yang buruk pada istrinya itu.

"Maafkan aku, maaf." gumam Salman dengan pandangan menggelap. "Pulanglah Safia, aku mohon! Aku tau aku salah, aku hanya ingin meminta maaf atas kesalahpahaman yang sudah terjadi." imbuhnya lirih.

Terpopuler

Comments

Sriutami Utam8

Sriutami Utam8

tu kn bru tau rsa karma itu pasti berlku nikmatilh salman ats ap yg kau tnam

2023-03-19

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!