Bab 8.

Setelah satu jam menunggu, seorang dokter keluar dari ruangan. Salman yang penasaran lantas berdiri dari tempat duduknya dan lekas menghampiri dokter itu.

"Bagaimana, Dok? Apa yang terjadi dengannya?" tanya Salman penasaran.

"Hasil pemeriksaan akan keluar sebentar lagi, tunggu saja! Tapi sepertinya pasien mengidap penyakit alzheimer, sebab itulah ingatannya tiba-tiba hilang." jelas dokter itu.

"Apa?" Salman terperanjat dengan mata membulat sempurna, dia termundur ke belakang dan terhenyak di kursi.

"Pasien sepertinya sudah lama mengidap penyakit ini. Mungkin akibat stres dan tekanan batin yang dia alami maka penyakit ini kembali kambuh dengan sendirinya. Berdoa saja, semoga dugaan saya salah." ucap dokter itu.

Salman yang tidak percaya seketika meremas lututnya yang tiba-tiba bergetar hebat. Apa semua ini karena ulahnya yang selalu saja mencoba menyakiti Safia tanpa henti?

Ah, entahlah. Salman tiba-tiba merasa bersalah atas apa yang sudah dia lakukan pada Safia. Dia pikir wanita itu cukup kuat menerima perlakuannya, tapi ternyata Safia sangat lemah, jauh sekali dari apa yang Salman bayangkan selama ini.

Lalu untuk apa Salman melampiaskan sakit hatinya pada wanita itu? Toh, sekarang Safia sama sekali tidak ingat siapa dirinya.

Sesaat setelah dokter yang memeriksa Safia pergi meninggalkan Salman, Alex mendadak muncul dari arah berlawanan. Pria itu baru saja selesai menangani pasien lain dan memutuskan memasuki ruang pemeriksaan untuk melihat keadaan Safia.

Tadinya Salman ingin ikut masuk tapi Alex dengan cepat mencegahnya. Selain dokter, tidak ada yang boleh masuk ke ruangan itu tanpa izin. Peraturan itu berlaku untuk semua orang termasuk Salman sang pemilik rumah sakit, dia sendiri yang membuat peraturan itu maka dia juga harus mematuhinya.

Ya, sebenarnya Alex sudah cukup lama mengenal Safia. Mereka berdua sempat beberapa kali bertemu saat pelatihan. Dia bahkan sempat menaruh hati pada wanita itu, tapi sayang Salman selangkah lebih cepat darinya.

Namun kini agaknya Alex mulai curiga melihat gelagat aneh Salman. Dia yakin sahabatnya itu tidak pernah mencintai Safia, Alex sendiri tidak tau kenapa Salman menikahi wanita idamannya itu. Alex sama sekali tidak melihat cinta di mata Salman untuk Safia.

"Bagaimana, Dok?" tanya Alex pada rekan seprofesinya yang masih berdiri di samping brankar.

"Prediksi saya wanita ini mengidap penyakit alzheimer, mungkin hasil pemeriksaan bisa memperjelas dugaan saya."

"Alzheimer?" Alex sontak terkejut dengan mata membulat sempurna. Dia pun mematut Safia yang masih berbaring menunggu pemeriksaan selanjutnya.

Seketika Safia menatap kedua dokter itu dengan intens, namun beberapa detik kemudian dia tiba-tiba tersadar dan lekas bangkit dari pembaringan. Dia pun melompat turun dari brankar dan berlari meninggalkan ruangan.

Ya, ingatan Safia tiba-tiba kembali begitu saja. Dia pikir ini adalah saat yang tepat untuk melarikan diri dari cengkeraman Salman.

"Dokter Safia, tunggu!" seru Alex, dia berusaha mengejar Safia tapi wanita itu sama sekali tidak peduli padanya. Safia hanya ingin pergi secepatnya dari tempat itu.

Sesaat setelah membuka pintu, sorot mata Safia mengarah pada Salman yang tengah asik dengan telepon genggamnya. Karena Salman tidak melihat dirinya, Safia pun memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur sesegera mungkin. Dia menutup sisi pipinya dengan telapak tangan lalu berlari kecil menuju parkiran.

Sesampainya di gerbang rumah sakit, Safia dengan cepat menyetop taksi. Dia sama sekali tidak peduli meski hujan lebat tengah mengguyur tubuhnya, dia hanya ingin pergi jauh agar Salman tak bisa lagi menemukan dirinya.

Di dalam sana, Alex keluar dari ruangan menyusul Safia. Akan tetapi dia kehilangan jejak karena tidak melihat Safia di mana-mana.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Salman sesaat setelah memutus sambungan teleponnya. Tadi dia tengah berbicara dengan seseorang, dia ingin menyelidiki apa yang terjadi dengan ibunya enam bulan yang lalu.

"Keadaan siapa?" tanya Alex balik, dia mengerutkan kening menatap Salman kebingungan.

"Siapa lagi? Memangnya ada pasien lain di dalam sana selain istriku?" ketus Salman meninggikan nada bicara.

Alex yang mendengar itu sontak terkekeh dan menepuk pundak Salman sedikit kasar. "Tidak ada siapa-siapa di dalam, dokter Safia sudah kabur barusan."

"Kabur?" Salman membulatkan mata dengan sempurna. "Kabur bagaimana? Aku berdiri di sini dari tadi, tapi-"

"Itu karena kau tidak pernah peduli padanya. Istri kabur masa' tidak tau, suami macam apa kau ini?" setelah mengatakan itu, Alex pun berlalu pergi sembari geleng-geleng kepala. Dia semakin yakin bahwa Salman tidak pernah mencintai Safia.

Tidak percaya dengan apa yang dikatakan Alex barusan, Salman akhirnya memilih masuk ke dalam ruangan untuk memastikan.

Ya, ternyata Alex benar. Di dalam sana hanya ada seorang dokter yang tengah bersiap-siap meninggalkan tempat itu.

Dengan kaki gemetaran, Salman berlari kencang meninggalkan ruangan itu. Dia pun menyusuri setiap sudut yang dia lewati dengan kepala celingak celinguk ke kanan dan ke kiri.

Sesampainya di parkiran, seorang satpam menghampiri Salman. Dia pun mengatakan bahwa wanita yang bersama Salman tadi sudah pergi menaiki taksi beberapa menit yang lalu.

Salman sontak mendengus mendengar penuturan satpam itu. Bodohnya dia karena tidak menyadari kepergian Safia yang jelas-jelas melewati dirinya saat di depan ruangan tadi.

"Buka rekaman CCTV, cari tau taksi apa yang membawa istriku pergi!" titah Salman memberi perintah.

Satpam itu mengangguk cepat dan berlari menuju ruang monitor CCTV. Dia membuka rekaman beberapa saat yang lalu dan mengcopynya ke dalam sebuah flashdisk.

Setelah berhasil menyalin rekaman tersebut, satpam itu kembali menemui Salman lalu menyodorkan flashdisk itu ke tangannya.

"Terima kasih," ucap Salman kemudian berlari kecil menuju mobil. Dia pun memacu laju kendaraan yang dia kemudikan dengan kecepatan tinggi.

Di tengah dinginnya air hujan yang membasahi bumi, seorang wanita turun dari taksi dan berjalan di area taman kota yang tampak sepi mencekam. Tidak seorangpun batang hidup manusia yang nampak di kawasan tersebut.

Ya, jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sudah waktunya segala aktivitas dihentikan dan mengistirahatkan badan untuk sejenak.

Namun hal itu tidak berlaku untuk Safia yang sama sekali tidak tau harus kemana melangkahkan kakinya. Satu-satunya tempat yang bisa dia kunjungi hanyalah panti asuhan, akan tetapi dia tidak mungkin mendatangi tempat itu. Salman pasti akan mencarinya ke sana.

Akhirnya Safia memutuskan untuk tetap tinggal di taman itu sampai pagi menjelang. Dia memilih duduk di bawah pohon kayu besar sembari menekuk kedua kaki dan memeluk lututnya dengan erat, berharap posisi itu bisa memberikan kehangatan pada tubuhnya yang sudah menggigil kedinginan.

"Hiks..." Safia tiba-tiba terisak menangisi nasibnya yang tak kunjung mampu merasakan kebahagiaan. Dari kecil hidupnya sudah sangat menderita setelah kehilangan kedua orang tuanya, kini penderitaan itu malah semakin kuat mengikat dirinya. Safia tidak tau kemana harus mengadu, satu-satunya pria yang dia cintai justru tega menyakiti hatinya sedalam ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!