Bab 7.

Puas melampiaskan kemarahannya, Salman mengusap wajahnya dengan kasar lalu meninggalkan kamar itu terburu-buru. Dia bahkan tidak menghiraukan Mika yang tengah menunggunya di ruang tengah.

"Mas..." panggil Mika saat Salman berjalan cepat di hadapannya. Seketika Salman tersadar dan menghentikan langkahnya di depan wanita itu.

Tidak ada pilihan lain, Salman harus membawa Mika keluar dari rumah itu sesegera mungkin. "Ayo, ikut aku!" Salman meraih tangan Mika dan menariknya sedikit kasar.

"Mas, sakit. Kamu kenapa sih?" keluh Mika dengan bibir mengerucut, dia menatap Salman dengan raut kebingungan.

"Ikut saja!" desak Salman, lalu membawa Mika ke mobil. Setelah Mika duduk di sebelahnya, Salman lekas melajukan mobil itu dengan kecepatan tinggi. Dia akan membawa Mika ke apartemen untuk sementara waktu.

"Mas, kita mau kemana?" tanya Mika yang benar-benar tidak mengerti dengan tingkah aneh Salman.

Salman hanya mendengar tanpa menjawab pertanyaan Mika, dia sendiri bingung bagaimana cara menjelaskannya pada wanita itu.

Tidak mungkin dia mengatakan bahwa Safia adalah istrinya. Meski hanya istri pelampiasan dendam, tetap saja Mika tidak akan terima jika mengetahui kenyataan ini.

Beberapa menit berselang, mobil Salman tiba di basement apartemen. Dia turun tergesa-gesa dan membukakan pintu untuk Mika lalu membawanya ke unit miliknya yang ada di lantai dua belas.

Sesaat setelah keduanya memasuki ruangan itu, Salman meminta Mika untuk tinggal di sana sementara waktu. Dia sendiri akan datang setiap hari untuk melihat kekasihnya itu.

"Mas..." pekik Mika saat Salman meninggalkannya sendirian. Salman tidak menyahut dan berlalu pergi secepat kilat.

"Kamu kenapa sih, Mas?" lirih Mika mematung di ambang pintu. Dia tidak paham akan perubahan sikap Salman, dulu pria itu sangat menghargainya dan tidak pernah memperlakukannya seperti orang asing begini.

Dengan langkah tertatih, Mika berjalan menuju sofa. Tangisannya pecah mengingat banyaknya keanehan yang diperlihatkan Salman padanya. Hal itu membuatnya yakin bahwa Salman sudah memiliki wanita lain di luar sana.

Lalu bagaimana dengan dirinya? Bukankah Salman sudah berjanji akan menikahinya?

Di bawah sana, Salman kembali melajukan kendaraan menuju kediamannya. Dia harus menyelidiki semua fakta yang masih menyangkut di otaknya dan mencari tau apa yang sudah terjadi sebenarnya.

Setibanya di halaman, Salman berhamburan turun dari mobil. Dia berlari cepat menuju kamar Safia tapi tetap saja mendapati kamar dalam keadaan yang sama. Kamar itu kosong, Safia sama sekali tidak ada di sana.

Salman mulai panik, air mukanya menggambarkan kekhawatiran yang berlebihan mengingat hujan yang masih setia mengguyur bumi.

Kemana Safia? Apa dia kabur dari rumah?

Dalam pemikiran kalut yang tidak tau ujung pangkalnya, Salman tiba-tiba teringat dimana posisi terakhir Safia. Tanpa menunggu lama, dia pun berlari menuju dapur dan keluar melalui pintu belakang.

Deg...

Seketika kaki Salman gemetaran mendapati Safia yang tengah meringkuk di dasar tanah. Dimana Salman meninggalkannya tadi sore, disitulah Safia duduk hingga detik ini. Wanita itu terus saja menangis sembari menyembunyikan wajahnya diantara lutut yang ditekuk.

Tanpa pikir panjang, Salman pun mengangkat tubuh Safia yang sudah basah kuyup dan membawanya memasuki rumah.

Bukannya membawa Safia ke kamar belakang, Salman justru menggendongnya ke kamar utama. Kamar miliknya yang tadi hendak dia pakai bersama Mika. Salman pun membaringkan Safia di kasur dan mengambil handuk untuk mengelap tubuh istrinya.

"Tolong bantu aku! Aku ingin pulang," lirih Safia berderai air mata, dia menggenggam tangan Salman dan menatapnya dengan pandangan berkabut.

Mendengar itu, mata Salman sontak berkaca. Dia tidak mengerti bagaimana cara menyikapi permintaan Safia. "Kamu mau pulang kemana?" tanya Salman mencari tau.

Safia tiba-tiba menggeleng, dia nampak bingung karena tidak bisa mengingat apa-apa.

"Kamu kenal siapa aku?" tanya Salman penasaran.

"Tidak," geleng Safia.

Salman tersenyum getir, sepertinya Safia memang benar-benar tidak tau siapa dia. Tadinya Salman sempat berpikir bahwa Safia sengaja mencari simpatinya.

"Siapa nama kamu?" tanya Salman lagi.

"Tidak tau," Safia kembali menggeleng seperti orang kebingungan.

Salman menghela nafas berat dan membuangnya dengan kasar lalu meninggalkan Safia barang sejenak.

Setelah mengambil baju ganti untuk Safia di kamar belakang, Salman kembali menemui Safia di kamarnya. Dia meminta Safia mengganti pakaian terlebih dahulu lalu menghubungi Alex agar mau datang memeriksa istrinya.

Akan tetapi, Alex malah menolak permintaannya dan mengusulkan agar Safia langsung dibawa ke rumah sakit. Dari awal Alex sudah curiga bahwa Safia tidak baik-baik saja.

Setelah berpikir sepuluh kali, akhirnya Salman memutuskan untuk membawa Safia ke rumah sakit. Sebelum berangkat dia menghubungi kepala rumah sakit terlebih dahulu dan memintanya menyiapkan dokter terbaik untuk Safia. Kebetulan Salman merupakan pemilik utama rumah sakit tersebut.

"Ayo, sekarang ikut aku!" ajak Salman sembari menggenggam tangan Safia. Wanita itu hanya diam dan memilih mengikuti Salman menuju halaman rumah.

Sesaat setelah keduanya masuk ke dalam mobil, Salman menyalakan mesin dan menginjak pedal gas. Kendaraan itu melaju cepat menyisir jalan raya yang masih setia diguyur hujan deras.

Safia sendiri hanya diam mematut jalanan, semua tampak asing di matanya. Dia sama sekali tidak bisa mengingat apa-apa, memori masa lalunya seakan hilang ditelan bumi.

Setibanya di rumah sakit, Salman memarkirkan mobilnya sembarangan. Seorang satpam berlarian saat menyadari kedatangan pemilik rumah sakit itu dengan membawa payung agar Salman tidak kebasahan.

"Selamat datang, Tuan."

"Hmm... Tolong parkirkan mobil ini!"

Setelah turun dan mengambil alih payung itu, Salman mengitari mobil dan membuka pintu untuk Safia lalu membantunya turun. Entah kenapa kebencian Salman tiba-tiba memudar setelah melihat foto di kamar mendiang ayahnya tadi.

Salman sendiri tidak tau kenapa hatinya bisa meleleh secepat ini. Apakah semua ini karena janji yang pernah dia ucapkan pada ayahnya semasa hidup? Entahlah...

"Selamat datang, Tuan." sapa dua orang dokter yang sudah standby menunggu kedatangan Salman.

"Siapa mereka?" tanya Safia bingung.

Kedua dokter itu sontak terkejut dan mematut Safia dengan intens. "Anda? Bukankah Anda dokter Safia?" ucap keduanya yang ikut-ikutan kebingungan.

Safia yang tidak mengingat apa-apa lantas menggeleng dengan lemah.

"Ya, dia dokter Safia." angguk Salman mengiyakan lalu menjelaskan apa yang terjadi pada Safia sesuai apa yang dia lihat tadi.

Setelah Salman menceritakan keadaan Safia yang sebenarnya, salah seorang dokter itu bergegas mengambil kursi roda dan menyuruh Safia duduk di sana.

Karena Safia tidak tau apa-apa, dia pun menurut saja dan menatap Salman dengan pandangan kosong.

"Tidak apa-apa, ikutlah dengan mereka!" ucap Salman meyakinkan Safia.

Lalu Safia dibawa ke ruang pemeriksaan, Salman sendiri mengikuti mereka dari belakang dan memilih menunggu di depan ruangan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!