Paginya Jefran dan Divya turun ke ruang makan. Dimana semua sudah pada menunggu.
Papa Ardi, Mama Indah, Bapak Abdul, serta Nenek Ira.
"Pengantin baru udah bangun aja jam segini." Komentar Papa membuat Divya mesem-mesem.
"Emang harus sesiang apa sih Pa kalo pengantin baru?" Tanya Mama menggoda anak anaknya.
"Waktu kita pengantin baru dulu aja menjelang sore baru mau keluar kamar. Pasti pengennya kelonan melulu berdua."
Divya mesem mesem saja digoda begitu oleh mertuanya.
Jefran masih menekuk muka, kesal dibangunkan paksa oleh Divya.
Biasanya kalau mabuk, ia bisa tidur sampai siang. Sekarang Divya tidak memberinya waktu tidur lebih lama, dan memaksanya mandi untuk turun sarapan.
"Divya, hari ini Bapak dan Nenek kamu pindah ke rumah baru." Kata Mama membuat Divya kaget.
"Hari ini, Pak?" Divya meyakinkan.
Bapak mengangguk. "Kamu nggak usah mengantar Bapak."
"Iya. Urus suamimu dengan baik," tambah Nenek.
"Tapi..."
"Kamu kan bisa menemui Bapak dan Nenek nanti. Nikmati saja dulu bulan madu kalian."
Divya dan Jefran saling pandang, dan buang muka.
Karena semua memperhatikan, Divya mengambilkan piring dan menyendokkan nasi goreng ke piring untuk Jefran. Selayaknya istri perhatian.
"Mau pake telor atau sosis, Jef?" Tawar Divya.
"Dua duanya aja." Sahut Jefran.
Divya meletakkan piring isi nasi goreng lengkap dengan telur dan sosis untuk Jefran, lalu ke dapur hendak membuatkan minum.
"Istrimu perhatian sekali," komentar Papa. "Bersikap baik pada istrimu. Jangan sakiti dia."
Jefran masih pusing akibat mabuk semalam. Perutnya juga mual, namun berusaha ditahannya.
Bisa kena marah kalau ketahuan ia mabuk lagi semalam.
Sepertinya Mama pun tidak memberitahu Papa semalam ia mabuk.
Divya muncul dari dapur membawakan secangkir teh lemon hangat.
"Minum ini."
Jefran mengernyit tidak suka. "Lemon kan asem."
"Biar kamu nggak mual lagi." Bisik Divya agak kesel ngurus bayi besar manja ini.
Semua malah senyum senyum melihat kemesraan keduanya.
Jefran menurut dan meneguk teh lemon nya. Rasa asam cukup meredakan mualnya akibat minuman keras.
"Kalian kapan berangkat bulan madu?" Tanya Mama membuat Divya dan Jefran tersentak hampir tersedak makanannya.
"Bagaimana kalau kalian bulan madu di kampung? Saudara saudara kita di kampung pasti senang kedatangan kalian berdua." Tawar Nenek membuat Mama dan Papa setuju.
"Benar itu. Lagipula kamu perlu suasana baru. Kalian pergi ke mana saja yang penting selalu berdua."
Divya dan Jefran tidak bisa membantah lagi.
Walau Jefran masih terlihat malas-malasan.
***
Akhirnya siang ini Divya dan Jefran perjalanan menuju kampungnya Nenek yang berjarak cukup jauh.
Sepanjang perjalanan itu pula Jefran hanya menekuk muka sambil menyetir.
Ia masih kesal, kemarin dia rencanakan bulan madu ke luar negeri dengan Fiona. Semua kacau. Dan ia harus pergi bulan madu dengan Divya istrinya.
"Jefran, jangan cemberut melulu dong, nggak enak diliat tau.." kata Divya coba memperbaiki suasana.
"Ya nggak usah diliat kalo nggak enak," sahut Jefran nyebelin.
"Perjalanan masih jauh lho. Sepanjang jalan kalo kamu bete terus makin capek. Kalo lewat tol masih mending ada rest area. Nanti yang kita lewati itu hutan sama sawah. Jangan cemberut aja, senyum dikit dong..."
Jefran terdiam dan berusaha lebih enjoy.
Menjelang malam, mereka tiba di kampung.
Kedatangan Divya dan Jefran disambut warga sekampung seperti pejabat yang berkunjung ke desa.
Di kampung ini banyak saudara jauh Divya. Semua terkagum kagum melihat suaminya Divya yang ganteng dan begitu kaya.
"Nah kalian bisa menginap di sini." Mang Beben membukakan rumah sederhana yang paling bagus di kampung. Disewakan untuk bulan madu mereka.
"Makasih Mang."
"Kalian istirahat dulu. Kalau perlu apa-apa, datang saja ke rumah Mamang."
"Baik, Mang."
Begitu Mang Beben pergi, Divya menenteng tas menyusul Jefran yang sudah lebih dulu masuk dan duduk di kursi.
"Ini tempat apa sih? Nggak ada sinyal internet." Keluh Jefran HP-nya tidak tersambung internet.
"Nanti kita beli kartu baru. Di sini cuma ada 1 provider yang bisa nyambung internet." Divya masuk kamar dan membereskan tempat tidur.
Melihat kondisi rumah kecil dan penerangan seadanya, nyebelinnya Jefran kumat lagi.
"Ini rumah apaan? Kamar di rumah aja lebih besar dari rumah ini."
Divya geleng-geleng kepala, namun tidak berminat menanggapi.
"Ini kasur kecil amat, mana keras lagi.."
"Udah deh, jangan banyak ngeluh. Kamu tidur aja di sini." Divya berusaha sabar. Dulu ia menghadapi Jefran hanya sesekali kalau berkunjung ke rumah, sekarang setiap saat ia harus menghadapi makhluk nyebelin yang menjadi suaminya ini.
Ia keluar kamar hendak ke dapur.
"Coba aja gue jadi nikah sama Fiona, pasti sekarang gue lagi seneng seneng di luar negeri. Bukan kejebak di kampung ngebosenin begini." Suara Jefran masih terdengar membuat Divya menarik napas dalam dalam menurunkan tekanan darahnya.
"Sabar Divya... Sabar sama suami, itu pahalanya besar." Ingatnya, lalu memasak air untuk membuat minuman.
***
"Kita pulang aja yuk?"
Udah kesekian kali Jefran mengeluh ingin pulang.
"Mau pulang gimana? Ini udah tengah malem, Jefran..."
"Tapi aku nggak betah."
"Baru juga sebentar. Besok aku akan ajak kamu jalan jalan. Sekarang belum kelihatan, tapi besok aku jamin mood kamu membaik deh. Pemandangan di sini tuh paling asri kalau pagi pagi." Divya berusaha menghibur.
"Ah di kampung gini apa sih yang menarik." Masih aja Jefran merajuk. "Nggak ada club. Sinyal internet nggak ada. TV juga nggak bisa streaming nonton, jadul gini TV nya."
Divya pusing pala barbie jadinya denger ocehan Jefran.
"Udah sekarang mending kamu tidur. Istirahat yang cukup. Barusan kan kamu nyetir jauh." Divya menepuk pundaknya mengisyaratkan masuk kamar.
"Mau ngapain?" Tatapan waspada Jefran membuat Divya greget sebel.
"Tidur sana. Ngapain duduk di sini."
"Kamu aja tidur. Aku mau main game."
"Ya udah main game di dalem sana. Main game sampe kamu ngantuk." Divya masih memaksa.
Akhirnya Jefran malas-malasan masuk kamar.
Huffft... Punya suami berasa punya anak asuh bandel, ngeluh mulu kerjanya, batinnya sambil masuk kamar.
Kasur yang sebenarnya cukup untuk mereka berdua dikuasai Jefran sendiri.
Lagipula Divya juga belum siap tidur sekasur dengan suami nyebelinnya ini. Selama bukan Jefran yang memintanya, ia tidak akan lebih dulu.
Ia mengambil kasur lipat di lemari dan menggelarnya di lantai, lalu dipasang seprai dan berbaring dengan nyaman.
"Bisa tidur begitu?" Tanya Jefran.
"Nggak usah bawel. Tidur aja sana. Besok pagi pagi nggak ada drama susah dibangunin pokoknya." Divya berbalik tidur.
Jefran menurut dan berbaring. Daripada kena gebuk bantal gara-gara susah bangun.
Divya lebih mirip guru pengawas ketimbang istri.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Khanza Safira
ya Allah thor aku coba mampir kesini, cerita nya seru 🤣, bener kata author jefran adalah bayi besar tapi jefran nurut
2023-05-04
1