Entin masih memeluk kaki dari ibu Ayu, sedangkan wanita yang dipeluk.oleh Entin hanya termangu saja.
"Aku nggak tahu masalah nya apa dek. Kang Darman menyebut nama Anin dsn Hamdi, serta namamu dek. Aku nggak ngerti apa yang terjadi?" raung Entin.
"Mbak, sudahlah." ujar ibu Ayu.
Ya bagaimana pun ia harus menyebut Entin adalah mbaknya kerena bagaimana pun Entin adalah istri kang Darman. Ya biarpun usia Entin dan dirinya berpaut jauh sekali, kalau di perkirakan mungkin Entin lebih tua dari Anin anaknya yang hilang.
Tapi ia tidak merah disebut adik oleh Entin. Ya begitulah silsilah di kampung itu biarpun wanita itu lebih muda dari dirinya lalu wanita itu menikah dengan kakak nya pasti sebutannya mbak buat istri dari kakak. Begitu juga dengan ibu Ayu dan Entin..
"Dek, apa sih yang terjadi sebenarnya?" tangis Entin menatap wajah adik angkatnya..
"Mbak, saya nggak bisa menceritakan apa yang pernah terjadi, kalau mbak ingin tahu lebih baik mbak tanyakan pada suami mbak sendiri," elak Ibu Ayu.
"De, aku.mohon!" Raung Entin mengiba pada ibu Ayu.
Tapi wanita separuh baya itu tidak bergeming. Ana menatap wajah ibunya dengan tajam, begitu juga dengan Zahra. Zahra sebenarnya tidak akan mungkin ibu ayu menceritakan semuanya. Zahra yang melihat Entin meraung seperti itu hanya diam saja, tapi hatinya sangat berdebar sekali. Sebenarnya Zahra juga penasaran cerita dari kepergian Anin dsn meninggalnya Hamdi. Tapi rada pendaran itu ia tekan sekuat tenaga.
"Bu, kalau ibu nggak cerita juga nggak apa apa jangan dipaksa." ujar Zahra hati hati.
Tiba tiba dalam pikiran Zahra ada punzle punzle yang begitu jelas ketika ia menangis dalam kegelapan malam yang sunyi, serta sebuah ketakutan diantar gelap tanpa cahaya. Ia hanya bisa memeluk tubuhnya sendiri dalam ketakutan yang sangat kuat. Apalagi dalam punzle punzle itu ia melihat samar samar wajah yang hitam legam, bertopi, dengan wajah seram sedang menghunus pisau ke seorang laki laki yang tergeletak.
"Ibu!" bisik Zahra lembut. Tapi bisikan itu hanya Zahra sendiri yang bisa mendengarnya. Ia tidak begitu jelas melihat pria yang menghunuskan pisau, ia hanya samar samar melihatnya.
"Kak Zahra nggak apa apa?" tanya Ana khawatir saat melihat Zahra terdiam setelah mengucapakan kata kata itu.
"Nggak apa apa kok, kakak nggak apa apa!" ujar Zahra tersadar dalam lamunannya.
Entin masih bersimpuh di dekat ibu ayu. Ia memohon penjelasan dari adik iparnya, ya mungkin kalau dipikir peristiwa Anin meninggal dirinya juga belum ada di desa itu! Ya mungkin dua bulan setelah kejadian itu keluarganya baru pindah.
Nama Anin baru terdengar sekarang setelah ia menikah dengan Darman, kemarin sih ia sama sekali tidak mendengar apa apa.
"De!"
"Mbak jangan paksa ibu Ayu untuk menceritakannya!" tekan Zahra menolak.
"Kamu jangan ikut campur! Kamu hanya anak baru disini!" sembur Entin tidak suka.
'Kamu pikir aku orang baru, aku lakukan ini kerena aku juga terluka akibat suamimu,' bisik Zahra kesal.
Kalau saja ia tidak ingin ketahuan oleh Ana dsn ibu Ayu mungkin Zahra ingin sekali melakukan sesuatu pada Entin tapi perasannya di tahan saja gejolak jiwanya. Kerena kalau ia marah dsn mengaku yang bukan bukan mungkin wanita yang ada di hadapannya menganggap dirinya gila. Jadi bagaimana pun Zahra berusaha menahan hatinya untuk merahasiakan sebelum bukti itu ia dapatkan.
Ana langsung mengenggam tangan Zahra dengan lembutnya. Ana tidak ingin kalau Zahra melakukan hal hal yang tidak diinginkan.
"Bukan maksudnya."
"Diam kamu! Dengar kamu hanya orang asing di keluarga ini!" ketus Entin menatap Zahra tidak suka.
Zahra langsung terdiam seketika juga.
"Dek! Apa yang terjadi pada kalian."
"Uwa, jangan paksa ibu. Apa uwa kesini hanya untuk mengungkit masa lalu itu!" ujar Ana berlahan.
Ya biarpun ia tidak tahu kejadian.lersisnya. Tapi dari cerita memang ia pernah mendengar kalau Darman adalah salah satu dalang yang membunuh ayahnya. Pernah ia mencari tahu tentang itu, tapi ia malah menemukan kebuntuan dari cerita yang simpang siur.
Dan dari cerita orang orang, ada nama Anin yang dimunculkan awalnya ia mencari Anin yang dianggap sebagai anak pertama ayahnya. Tapi sampai sekarang ia tidak menemukan jejak Anin.
Meninggal itu yang diceritakan orang, tapi ada juga Anin menghilang entah kemana. Melihat Entin diam Ana menarik nafas dalam dalam.
"Uwa mungkin ibu juga tidak tahu keberadaan Anin maupun pembunuh ayah, jadi buat apa uwa datang kesini untuk apa? Membuka tabir itu kembali," lanjut Ana.
Ya mungkin bukan hanya warga mencari jejak Anin. Ia sendiri juga mencari Anin, saat ia pertama kali mendengar siapa Anin, jujur keberanian Anin sampai sekarang masih ia cari. Sampai Zahra datang pun Anin masih ia cari tapi gagal.
"Kami nggak tahu apa apa, mungkin kabar itu hanya bohong semata," ujar Ana kemudian.
"Tapi apa benar kalau uwa Darman membunuh Anin dan ayahmu? Itu ngga mungkin kang Darman membunuh adik dan ponakannya," kata Entin menatap wajah Ana.
Zahra ingin sekali menceritakan semuanya tapi hatinya masih menahan gejolak hatinya. Ya ia hanya samar samar wajah itu tapi nama nya sama. Zahra menatap wajah Ana. Tapi Zahra tidak mungkin mencari tahu apa yang pernah terjadi pada malam kejadian itu. Kerena ia juga tidak mengingat semuanya. Hanya potongan potongan kisah yang masih kelam dan blur dalam ingatannya.
"Mbak maaf saya nggak bisa menceritakan, semuanya mengakut keluarga kita." kata ibu Ayu yang sejalan tadi hanya diam saja.
Wanita itu langsung beranjak dari tempat duduk langsung pergi begitu saja meninggalkan Entin. Wanita yang lagi hamil itu hampir saja mengejar Ibu Ayu tapi Ana berusaha menghalangi uwa nya.
Entin menepiskan tangan Ana dengan kasarnya.
"Lepaskan!" teriaknya sambil berdiri.
"Uwa!" teriak Ana..
Entin tidak bisa mengejar ibu Ayu kerena wanita itu langsung menutup pintu dan menguncinya. Entin langsung mengedit ngedit pintu sambil berteriak memanggil adik iparnya.
Zahra menatap Ana. Gadis itupun beranjak dari duduknya dan melangkah kaki menuju rumahnya. Ana hanya memandang kepergian Zahra dengan perasaan campur aduk, Ana merasa bersalah pada Zahra kerena tanpa sadar Zahra telah masuk dalam pusaran keluarganya dan tahu apanyang terjadi. Ya percuma ditutupi juga cerita tentang Anin, Zahra bakal tahu semuanya.
Ya biarpun ia juga masih samar samar tidak tahu apa yang pernah terjadi 20 tahun yang lalu. Ana akhirnya meninggalakan Entin yang mengedit ngedit pintu depan, sedangkan Zahra langsung duduk di rumah yang ia tempati sekarang.
"Ayah apa yang aku harus lakukan sekarang? Apa aku hanya diam saja sekarang? kenapa harus kejadian itu terjadi diantara kita?" bisik nya dalam hati.
Zahra hanya menarik dan menghela nafas panjang. Ya ia harus bertekad mencari tahu semuanya, sebelum orang lain menuduh yang bukan bukan tentang Anin.*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments