"Dio, jangan hasut Zahra, ia maunya begitu ya udah kita ngikuti saja." bela Rey menatap wajah Dio tajam.
"Kamu bela Zahra? Kamu seharusnya larang Zahra buat tugas disini, kamu kan tunangannya?" ketus Dio.
"Rey! Dio!" Kalian bukannya mendukung aku malah bertengkar seperti ini, aku ingin tugas disini, kerena kemauanku bukan kemauan orang lain, kalau kalian seperti ini lebih baik kalian pergi tinggalkan desa ini!" lengking Zahra tegas menatap kedua temannya.
"Oke! Aku juga malas berlama lama di desa ini? Kumuh, terpencil, mau maunya ditugaskan di daerah," sembur Dio marah.
Laki laki itu langsung meninggalkan kedua temannya, menuju pulang ke rumahnya pak Arya. Sedangkan Zahra dan Rey hanya mengelengkan kepala saja melihat kelakuan dari temannya. Akhirnya Zahra dan Rey juga menyusul Dio yang pulang duluan. Zahra mengatakan pada Rey untuk cepat membawa Dio, ya ia tidak ingin kalau Dio membuat masalah di desa itu.
🦋
Zahra Anindya nama itu disematkan oleh orang tuanya Bram Wijaya dan Ani Widyawati, anak tunggal dari pasangan suami istri yang tinggal di perumahan elit Jakarta. Bram seorang pengusaha kaya raya, memiliki sebuah penerbitan terkenal di Jakarta, sedangkan istrinya seorang wanita karir seorang pengusaha bagian kue dan kukis.
Perusahaan kue telah membuka beberapa cabang di kursi ibu kota Jakarta. Bukan itu saja rumahnya juga sangat megah sekali, dikawasan elite itu. Tapi pasangan ini juga mempunyai hati yang cantik sekali, kerena kecantikan hatinya kedua orang tua disegani oleh semua orang di sekitar rumahnya..
Ya mereka tidak segan segan membantu orang orang yang membutuhkan uluran tanganya. Zahra yang melihat orang tuanya seperti itu, akhirnya mengikuti jejak orang tuanya. Zahra pun sering membantu teman teman yang kesulitan. Ada beberapa tanya yang tidak menyangka kalau temannya Zahra bakal menyetujui kalau ia akan datang ke desa terpencil itu.
Banyak komen komen yang sumbang, tapi gadis itu hanya diam saja mendengarnya.
"Ya Tuhan Zahra kamu anak kota ngapain ke desa terpencil!" ketus salah satu temannya..
Saat temannya mendengar kalau Zahra bakal menjadi pustakawan di desa terpencil.
"Memangnya saya salah ya kalau mengabdi di sana?" tanya Zahra menatap wajah tanya itu.
Nggak sih! Tapi sayang saja, ilmu pustakawan ya dia sia dong! Apalagi katanya pustakawan disana banyak tidak punya buku bacaan untuk di perpustakaannya, terus kamu bikin apa disana?" tawa temannya mengejek.
"Sudahlah Zahra jangan.ladenin mereka!" sanggah Rey menarik tangan Zahra.
Gadis itu bukan masalah sih teman temannya, yang jadi kendala nya adalah orang tuanya, ia takut ayah dan mamanya menentang kepergiannya. Itu saja sih sebenarnya, kalau masalah teman temannya tidak dijadikan pikiran olehnya.
Ya apa yang dikhawatirkan olehnya, orang tua Zahra sangat terkejut dan terpukul sekali mendengar keinginan anaknya yang ingin jadi pustakawan di sebuah desa terpencil. Sang ibu sangat terkejut dan tidak menyangka sama sekali mendengar keinginan Zahra yang mendadak dan spontan tanpa bicara dulu lagi, apalagi sang ayah hanya bisa menggelengkan kepala mendengar penuturan sang anak. Ia hanya menghela nafas panjang mendengarkan alasan yang diberikan anak tunggalnya itu.
"Sungguh menyedihkan cita citamu Zahra. Kamu seharusnya jadi pustakawan di kota saja dari pada di desa terpencil itu!" Hela nafas ibu Ani menatap wajah putrinya tajam.
"Mah, apa salahnya Zahra mengabdi di desa itu. Zahra hanya ingin seperti mama dan ayah yang begitu baik dan ramah pada semua orang yang ada di sekeliling ibu dan ayah," kata Zahra menatap wajah kedua orang tuanya dengan tajam sekali.
Sebenarnya bukan itu yang ia katakan pada kedua orang tuanya. Zahra hanya ingin tahu saja ia datang ke desa itu, masih penasaran kerena bagaimana pun ia harus mencari cara yang baik untuk membuat kedua orang tua ya mengizinkan.
Ya kasus ini sebenarnya belum beres kerena semuanya telah ditutup oleh seseorang, sedangkan waktu itu ia masih kecil. Dan tidak mungkin ia bisa mengungkap sebuah kasus yang besar diusia hanya 6 tahun. Mungkin dengan cari ini ia bakal mencari tahu siapa dalang dari semuanya.
Zahra menghela nafas panjang, ia nyakin kalau dirinya bisa megungkapkan semuanya dengan datang sendiri ke desa itu! Desa yang telah membuat kehilangan seseorang yang ia sayangi. Kalau misal sekarang ia jujur pada orang tuanya, otomatis orang tuanya tidak akan mengizinkan dirinya mengungkapkan kasus besar.
"Ma, Zahra bakal pulang ke mama dan ayah, kalian orang tua Zahra yang Zahra sayangi." ujar Zahra memeluk tubuh ibunya dengan erat sekali.
Ibu Ani sebenarnya bukan tidak mengizinkan anaknya pergi, ia sebenarnya punya sesuatu yang ia sendiri tahu. Jadi waktu mendengar Zahra mengatakan akan ada tugas sebagai pustakawan di desa itu, ia sangat ketakutan, ketakutan kalau Zahra tidak bisa kembali lagi ke pelukannya.
Sejujurnya ia sangat menyanyangi Zahra, apalagi Zahra anak tunggal dirinya dengan suaminya. Sebelum ada Zahra ia pernah punya anak, tapi bayi itu tidak lahir. Ya ia mengalami keguguran sampai dua kalinya, jadi wajar kalau ia sangat berat kalau Zahra meninggalkan dirinya.
"Ma, Zahra bakal balik dan berkumpul dengan mama dan ayah disini kembali," usik Zahra.
Pak Bram hanya diam saja, ia tidak bisa mengatakan apa apa pada anaknya. Laki laki itu hanya menghela nafas panjang, sang istri sebenarnya ingin kalau sang suami melarang Zahra anaknya tapi pak Bram hanya diam saja tidak mengatakan apa apa pada istri dan anaknya yang membuat ibu Ani tidak bisa mengeluarkan kata kata kembali.
🦋
"Ayah kenapa ayah diam saja?" Dengus ibu Ani menatap wajah suaminya.
"Ayah harus mengatakan apa sama Zahra mah, Ayah juga nggak mau kalau Zahra pergi," kata pak Bram membalas tatapan istrinya..
"Ah! Ayah kalau memang ayah nggak mau Zahra pergi kenapa ayah diam saja!" sembur ibu Ani emosi.
"Ayah ingin kalau mama harus kehilangan Zahra, ayah dengar kita sudah kehilangan kedua anak kita masa kita harus kehilangan Zahra!" tangan ibu Ani.
Wanita itu sangat terpukul waktu melihat putrinya pergi ke desa itu! Sang suami hanya terdiam saja tidak mengucapkan apa mendengarkan apa yang yang dibicarakan oleh istrinya. Ya sang istri yang telah menemani dirinya selama 35 tahun, ia sebenarnya merasakan apa yang dirasakan sang istri, wajar kalau istrinya takut kehilangan Zahra. Bukan hanya istrinya saja yang takut kehilangan tapi kalau mau jujur ia juga takut kehilangan seperti istrinya.
Bram hanya bisa memeluk tubuh istrinya, ia juga tidak bisa melakukan apa apa kecuali hanya bisa mengizinkan Zahra untuk pergi ya pergi untuk kembali, kata kata Zahra olehnya di pengang oleh nya.
"Ayah, kalau misal Zahra nggak kembali ke kita bagaimana?" tanya istrinya.
Bram menghela nafas panjang mendengar apa yang di omongkan oleh istrinya Ani.
"Mah, jangan takut, Zahra anak kita masa ia nggak kembali?"
"Tapi perasaanku mengatakan kalau Zahra bakal bakal menetap di desa itu!" tangis istrinya Ani.
Deg!
Bram hanya diam saja. Ia merasa teriris mendengar kalimat yang diucapkan oleh istrinya.*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Anindya K Setiawan
Sekarang banyak Taman baca Masyarakat yang berkembang tapi sumber daya manusia ( SDM/ Pustakawan nya ) di gajih kecil.
2023-04-18
0
Anindya K Setiawan
PING kalau ada juga hanya perpustakaan daerah maupun propinsi. Kerena di kota juga jarang ada perpustakaan di pusat pusat belanja. semangat ya.
2023-04-18
0
Anindya K Setiawan
Jarang ada orang sih! seorang pengelola perpustakaan dimana pun juga. di kota maupun di desa, sama saja.
2023-04-18
0